Iman Kepada Nabi dan Rasul

Tugas
ini disusun Guna Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah Aqidah Ahlak di
sekolah dan Madrasah
dengan
Dosen Pengampu :
Jiyanto, M.Pd.I
Disusun
oleh :
Irmas Setiyawati (143111307)
Irwanto (143111305)
Dani Safiq Salsabila (143111328)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2015/2016
BAB I
A.
Latar Belakang
Iman kepada Rasul-Rasul Allah merupakan suatu
kewajiban, karena iman kepada Rasul-Rasul Allah merupakan rukun iman, yaitu
yang ke-4. Iman kepada Rasul artinya mempercayai dengan sepenuh hati atas
kedatangan Rasul, mulai dari Rasul yang pertama yaitu Nabi Adam as hingga Rasul
terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW.
Ajaran yang
dibawa oleh para Nabi dan Rasul sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad SAW.
Merupakan suatu rangkaian yang memiliki satu tujuan yaitu mengesankan Allah SWT.
Berupa syariat atau hukum tertentu yang kemudian disampaikan atau di ajarkan
kepada umatnya. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim, wajib beriman
atau mempercayai kepada para Rasul utusan Allah sehingga dengan hal itu kita
akan mengamalkan semua ajaran yang di bawa oleh Rasul utusan Allah tersebut.
Dengan berpegang hidup pada Allah dan sunah Rasul maka kita akan hidup bahagia
di dunia dan juga akhirat.
Namun, di dalam
kehidupan sehari-hari terkadang kita hanya mengetahui tentang pengertiannya
saja itupun hanya terbatas, tanpa mengetahui akan pemahamnnya lebih dalam dan
penerapannya di dalam kehidupan yang kita jalani atau di dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, kita patut dan wajib mempelajari, memahami dan
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari, tentu akan jauh lebih bermanfaat
bagi kehidupan dunia dan akhirat kita.
Sehingga dalam
makalah ini akan dibahas mengenai, pengertian Nabi dan Rasul, Iman kepada para
Rasul, Fungsi utama para Rasul, Sifat-Sifat Rasul, Islam Agama Nabi-NabidanRasul-Rasul,
Kekhususan Risalah Nabi Muhammad SAW, serta Pengertian, contoh, dan hikmah
mukjizat serta kejadian luar biasa lainnya (Karomah, Maunah, dan Irhash).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan Nabi dan Rasul?
2. Bagaimana
penjelasan mengenai iman kepada para Rasul?
3. Bagaimana
fungsi utama para Rasul?
4. Bagaimana
sifat-sifat Rasul Allah?
5. Apakah Islam
Agama para Nabi dan Rasul?
6. Apakah yang
dimaksud dengan Ulul Azmi, dan siapakah Nabi dan Rasul yang termasuk dalam Ulul
Azmi?
7. Bagaimana
kekhususan risalah Nabi Muhammad SAW?
8. Bagaimana
pengertian, contoh, dan hikmah dari Mukjizat serta kejadian luar biasa lainnya
(Karomah, Maunah, dan Irhash)?
C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan
pengertian dari Naqbi dan Rasul.
2. Mengetahui
penjelasan mengenai iman kepada Nabi dan Rasul.
3. Mengetahui
fungsi para Nabi dan Rasul.
4. Mengetahui
sifat-sifat Rasul.
5. Mengetahui
Islam adalah agama para Nabi dan Rasul.
6. Mengetahui
pengertian Ulul Azmi, serta Nabi dan Rasul yang termasuk dalam Ulul Azmi.
7. Mengetahui
kekhususan risalah Nabi Muhammad SAW.
8. Mengetahui pengertian, contoh, dan hikmah dari
Mukjizat serta kejadian luar biasa lainnya (Karomah, Maunah, dan Irhash).
BAB II
A.
Pengertian Nabi
dan Rasul
Secara etimologis Nabi berasal dari kata “na-ba”
yang berarti ditinggikan, atau dari kata “na-ba-a” yang artinya
berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah seorang yang ditinggikan derajatnya
oleh Allah SWT dengan memberinya berita (wahyu). Sedangkan kata Rasul berasal
dari kata “ar-sa-la” artinya mengutus. Setelah dibentuk menjadi kata “Rasul”
yang berarti yang diutus. Sehingga seorang Rasul adalah seorang yang diutus
oleh Allah SWT untuk menyampaikan misi pesan (ar-risalah).[1]
Secara terminologis Nabi dan Rasul adalah
manusia biasa, laki-laki, yang dipilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu.
Apabila tidak diiringi dengan kewajiban menyampaikan wahyu atau membawa suatu
misi tertentu maka dia disebut Nabi saja. Namun bila diikuti dengan kewajiban
menyampaikan wahyu atau membawa suatu misi (ar-risalah) tertentu maka
dia disebut dengan Rasul. jadi setiap Rasul adalah Nabi, tetapi tidak setiap Nabi
menjadi Rasul.[2]
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Nabi dan Rasul adalah seorang yang mendapat wahyu dari Allah. Nabi tidak
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu kepada umat, sedangkan Rasul
mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu tersebut kepada umat.
Baik Nabi atau Rasul semuanya terdiri dari
laki-laki, tidak ada satu pun Nabi dan Rasul dari jenis perempuan, sebagaimana
firman-Nya dalam surat Al-Anbiya’ ayat 7
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلا
رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا
تَعْلَمُونَ (٧)
Artinya: “Kami
tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa
orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, Maka Tanyakanlah olehmu
kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS.
Al-Anbiya’: 7)
B.
Beriman kepada
Rasul-Rasul Allah
Iman kepada para Nabi dan Rasul Allah,
merupakan salah satu rukun iman yang ke-4. Keimanan seseorang itu tidak sah,
sampai ia mengimani semua Nabi dan Rasul Allah dan membenarkan bahwa Allah
telah mengutus mereka untuk menunjuki, membimbing dan mengeluarkan manusia dari
kegelapan kepada cahaya kebenaran. Ditambah juga keharusan membenarkan bahwa
mereka telah menyampaikan yang Allah turunkan kepada mereka dengan benar dan
sempurna, dan mereka telah berjihad dengan sebenar-benarnya di jalan Allah.[3]
Allah SWT mewajibkan atas setiap orang Islam
supaya beriman kepada semua Rasul yang diutus oleh-Nya, tanpa membeda-mbedakan
antara yang seorang dengan lainnya.[4]
Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى
إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى
وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ
وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (١٣٦)
Artinya:
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa
yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il,
Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa
serta apa yang diberikan kepada Nabi-Nabi dari Tuhannya. Kami tidak
membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya". (QS. Al-Baqarah: 136)
Adapun dalil
tentang kewajiban iman kepada para Rasul, ialah sebagai berikut: Allah
berfirman:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ
كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ
مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
(٢٨٥)
Artinya: “Rasul
telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya. (mereka
mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang
lain) dari Rasul-Rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan
Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat
kembali." (Al-Baqarah: 285)
Iman kepada Rasul berarti meyakini bahwa Rasul itu benar-benar
utusan Allah SWT yang di tugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar
agar selamat di dunia dan akhirat. Rasul-Rasul itu adalah manusia biasa yang
berlaku pada mereka sifat-sifat kemanusiaan, seperti makan, minum, tidur,
sehat, sakit, ingat, lupa, hidup, mati, dan sebagainya. Iman kepada Rasul-Rasul
Allah adalah salah satu rukun iman. Jadi seseorang tidak dikatakan beriman
kalau tidak mempercayai Rasul-Rasul Allah.[5]
Firman Allah dalam surat An-Nissa ayat 136:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ
الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ
يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ
ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا (١٣٦)
Artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari Kemudian,
Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa: 136)
Di dalam surah An-Nahl ayat 136 juga di sebutkan:
عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا وَجَعَلْنَا
جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا (١٣٦)
Artinya: “Mudah-mudahan
Tuhanmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan Sekiranya kamu kembali
kepada (kedurhakaan) niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka
Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman”. (QS. An-Nahl: 136)
Adapun Nabi dan Rasul yang wajib kita imani
berjumlah dua puluh lima orang, kalau diurut secara kronologi nama-nama Nabi
dan Rasul yang dua puluh lima tersebut sebagai berikut:
1
|
Adam
|
10
|
Yusuf
|
19
|
Ilyas
|
2
|
Idris
|
11
|
Luth
|
20
|
Ilyasa’
|
3
|
Nuh
|
12
|
Ayyub
|
21
|
Yunus
|
4
|
Hud
|
13
|
Syu’aib
|
22
|
Zakariya
|
5
|
Shaleh
|
14
|
Musa
|
23
|
Yahya
|
6
|
Ibrahim
|
15
|
Harun
|
24
|
Isa
|
7
|
Isma’il
|
16
|
Zulkifli
|
25
|
Muhammad SAW[6]
|
8
|
Ishaq
|
17
|
Daud
|
|
|
9
|
Ya’qub
|
18
|
Sulaiman
|
|
|
C.
Fungsi Utama
Para Rasul
Pengiriman Nabi dan Rasul kepada
umat manusia sangatlah diperlukan, karena akal manusia sangatlah terbatas untuk
mengetahui rahasia kehidupan, baik kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.[7]
Para Rasul diutus untuk mengajarkan bagaimana mengerjakan ibadah
dengan benar dan tepat sesuai pedoman pelaksanaannya agar manusia tidak merasa
teraniaya (dizalimi) di akhirat nanti, maka perlu di jelaskan mengenai
perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan buruk yang harus
ditinggalkan.[8]
Firman Allah :
رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ
حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (١٦٥)
Artinya: “(mereka
Kami utus) selaku Rasul-Rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan
agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul
itu. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’:
165)
D.
Sifat-Sifat Rasul
Allah
Allah mengangkat orang-orang yang
terpilih untuk menjadi Rasul di muka bumi ini. Tugas yang di emban oleh para Rasul
amatlah berat. Untuk suksesnya tugas yang di percayakan Allah, para Rasul
didukung oleh sifat-sifat yang sangat istimewa yang di antaranya tidak sama
dengan sifat-sifat manusia biasa. Sifat-sifat tersebut terdiri dari tiga macam,
yaitu: sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.[9]
1. Sifat wajib Rasul
Sifat wajib adalah sifat yang harus ada bagi Rasul Allah,
sifat wajib Rasul Allah ada empat diantaranya adalah, sidiq, amanah, tabligh,
dan fathonah.
a.
Sidiq
(Jujur)
Setiap
Rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Apa apa yang telah disampaikan
kepada manusia baik berupa wahyu atau kabar harus sesuai dengan apa yang telah
diterima dari Allah tidak boleh dilebihkan atau dikurangkan.[10] Dalam
arti lain apa yang disampaikan kepada manusia pasti benar adanya.
Allah SWT
berfirman dalam Al-Quran :
(٧)……وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا
نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ……
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.
dan bertakwalah kepada Allah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
b.
Amanah
(Dipercaya)
Amanah berarti
bisa dipercaya baik dhahir atau bathin. Sedangkan yang dimaksud di sini bahwa
setiap Rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya.[11]
Dalam surat Asy-Syuara’ ayat 143, Allah
berfirman:
إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ (١٤٣)
Artinya: “Sesungguhnya aku adalah
seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,” (QS. Asy-Syuara’ 143)
c.
Tabligh
(menyampaikan)
Sudah
menjadi kewajiban para Rasul untuk menyampaikan kepada manusia apa yang
diterima dari Allah berupa wahyu yang menyangkut didalamnya hukum hukum agama.[12]
Allah berfirman:
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلا يَخْشَوْنَ
أَحَدًا إِلا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا (٣٩)
Artinya: “(Yaitu)
orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan
mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah
Allah sebagai Pembuat perhitungan.” (QS. Al-Ahzab: 39)
d.
Fathonah
(cerdas)
Dalam
menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan kemampuan, diplomasi, dan strategi
khusus agar wahyu yang tersimpan didalamnya hukum hukum Allah dan risalah yang
disampaikan bisa diterima dengan baik oleh manusia.[13]
Firman Allah:
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ
دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ (٨٣)
Artinya: “Dan Itulah hujjah Kami yang Kami
berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami
kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.”
(QS. Al-An’am: 83)
2.
Sifat
Mustahil bagi Rasul-Rasul Allah
Pengertian sifat
mustahil bagi Rasul Allah adalah sifat yang tidak mungkin ada pada diri Rasul-Rasul
Allah atau sifat yang berlawanan dengan sifat wajib bagi Rasul-Rasul Allah.[14]
Adapun diantara sifat
sifat mustahil yaitu,
a.
Kidhib (Bohong),
b.
Khianah (Berkhianat
atau tidak dipercaya),
c.
Kitman (menyembunyikan)
dan
d.
Baladah (Bodoh).[15]
Rasul-Rasul
Allah adalah manusia-manusia pilihan Allah. Maka para Rasul Allah tidak mungkin
mempunyai sifat mustahil sebagaimana manusia biasa. Karena para Rasul Allah
adalah manusia yang ma’sum (terjaga). Ma’shum mempunyai arti
terjaga. Para Rasul Allah sangat terjaga dari segala dosa selayaknya manusia
biasa.[16]
Allah
berfirman:
لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ
وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا (٢)
Artinya: “Supaya Allah memberi
ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang,” (QS. Al-Fath: 2)
3. Sifat Jaiz bagi Rasul-Rasul Allah
Allah
telah mengutus para Rasul kepada manusia dan telah dihiasi dengan sifat
kesempurnaan melebihi makhluk Allah yang lain, namun mereka tidak akan terlepas
dari fitrah kemanusian yang ada dalam dirinya. Seorang Rasul tetaplah sebagai
seorang manusia biasa yang berprilaku sebagaimana manusia.[17]
Sifat
para Rasul Allah ini telah membuat mereka melakukan aktifitas sebagaimana
manusia lainnya. Sudah tentu yang dimaksud di sini adalah prilaku dan sifat
yang tidak mengurangi derajat keRasulan mereka di mata manusia. Jadi sifat
sifat ini boleh dikatakan jaiz bagi para Rasul, yaitu sifat sifat yang boleh
dilakukan dan boleh pula ditinggalkan Seperti makan, minum, tidur, kawin,
istirahan, sakit yang ringan, pingsan, jalan ke pasar pasar, berniaga dan
semacamnya.[18]
Sedangkan
prilaku dan sifat yang bisa merendahkan derajat keRasulan, mereka akan
terpelihara dan dipelihara oleh Allah dan sudah pasti perilaku dan sifat itu
tidak pernah dilakukannya. Dan inilah yang membedakan mereka dengan manusia
yang lain.[19]
E.
Islam
Agama para Nabi dan Rasul
Pada hakikatnya agama yang dibawa sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad
SAW adalah sama yaitu agama islam. Agama Islam inilah yang didakwahkan seluruh Nabi
dan Rasul kepada ummatnya, Perbedaan yang ada, hanya pada ahkam (hukum-hukum
tata cara ibadah) yang memang Allah tetapkan berbeda sesuai dengan zaman dan
keadaan masing-masing ummat, dan dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW terhapuslah
semua hukum-hukum Nabi-Nabi terdahulu. Dalam sebuah Hadits Rasulullah bersabda:
أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِى الأُولَى وَالآخِرَةِ.
قَالُوا كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
الأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلاَّتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ
وَاحِدٌ فَلَيْسَ بَيْنَنَا نَبِىٌّ
Artinya:
“Aku adalah orang yang paling dekat dan paling mencintai Isa bin
Maryam di dunia maupun di akhirat.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana bisa
seperti itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Para Nabi itu adalah
saudara seayah walau ibu mereka berlainan, dan agama mereka adalah satu. Dan
tidak ada di antara kita (antara Nabi Muhammad dan Nabi Isa) seorang Nabi.” (HR.
Al-Bukhari)
Makna hadits ini, Rasulullah
SAW menjelaskan bahwa semua Nabi dan Rasul berada dalam satu pokok agama yaitu
islam dengan maknanya secara syar’i: Menyerahkan diri kepada Allah dengan
mentahuhidkan-Nya, tuduk kepada Allah dengan ketaatan kepada-Nya, dan berlepas
diri dari kesyirikan serta pelaku Syirik, adapun dalam beberapa ahkam (tata
cara ibadahnya) ada beberapa perbedaan.
Setiap Nabi diperintahkan untuk menyampaikan pada umatnya mengenai
ajaran tauhid. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anbiya’ ayat 25:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ
لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ (٢٥)
Artinya: “Dan
Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka
sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS- Al-Anbiya’: 25)
Allah juga berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 78:
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي
هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ......
(٧٨)
Artinya: “Dia
telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam
(Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu
semua menjadi saksi atas segenap manusia….(QS. Al-Hajj: 78)
Pada kedua ayat di atas dijelaskan bahwa inti dari semua ajaran Nabi
dan Rasul adalah mengajarkan tauhid, yaitu hanya menyembah kepada Allah, dan
sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW, agama yang dibawapun juga sama yaitu
agama Islam.
F.
Pengertian
Ulul Azmi serta Nabi dan Rasul yang Termasuk dalam Ulul Azmi
1.
Pengertian Ulul Azmi
Ulul al-Azmi ( أولوالعذم) adalah gelar
yang diberikan kepada para Rasul yang memiliki kedudukan tinggi/istimewa karena
ketabahan dan kesabaran yang luar biasa, dalam menyebarkan agama. Hanya lima Rasul
yang mendapatkan julukan ini, dari beberapa Rasul yang telah diutus oleh Allah.
Gelar ini adalah gelar tertinggi/istimewa ditingkat para Nabi dan Rasul.[20]
Allah berfirman:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلا تَسْتَعْجِلْ
لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلا سَاعَةً مِنْ
نَهَارٍ بَلاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ (٣٥)
Artinya: “Maka
bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari
Rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi
mereka. pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa)
seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah)
suatu pelajaran yang cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.”
(QS. Al-Ahqaaf: 35)
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا
إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ
وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ (١٣)
Artinya: “Dia telah
mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu
seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya).”( QS. Asy-Syuura: 13)
Ada beberapa
kriteria yang menjadi acuan untuk mendapatkan gelar Ulul Azmi, antara lain:
a)
Memiliki kesabaran yang tinggi
ketika berdakwah.
b)
Senantiasa memohon kepada Allah
agar tidak menurunkan azab kepada kaumnya.
c)
Senantiasa berdoa agar Allah
memberi hidayah kepada kaum mereka. Sebab itulah mereka diberi gelaran Ulul Azmi.[21]
2.
Nabi dan Rasul yang termasuk dalam
Ulul Azmi
Ada lima orang rasul yang diutuskan oleh Alah
setelah dipilih daripada kalangan para Nabi yang digelar sebagai Rasul Ulul
Azmi memang dinyatakan dalam Al-Quran, dibawah ini adalah Nabi yang mendapat
gelar sebagai Ulul Azmi:
a) Nabi Nuh
Kualifikasi Nabi Nuh sebagai Ulul Azmi
karena kesabarannya dalam berdakwah yang mendapat hinaan dari kaumnya. Nabi Nuh
tanpa menyerah terus menerus mendakwahi keluarga, kerabat dan masyarakat umum
untuk kembali kejalan yang lurus. Hampir 1000 tahun usianya, jumlah umat yang
mengikutinya tidak lebih dari 200 orang. Bahkan istri dan anaknya yang
bernama Kan’an termasuk
penentangnya. Atas kehendak Allah umat Nabi Nuh yang membangkang ditenggelamkan
dengan gelombang air bah dan semuanya hancur, kecuali Nabi Nuh dan pengikutnya
yang beriman.[22]
b) Nabi Ibrahim
Sejak masih bayi Ibrahim harus
diasingkan ke dalam gua,
yang disebabkan oleh perintah RajaNamrudz untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang baru
lahir. Setelah dewasa, Ia harus berhadapan dengan raja dan masyarakat
penyembah berhala termasuk
kedua orang tuanya yang pembuat berhala. Bahkan Ia harus menerima siksaan yang
pedih, yaitu dibakar hidup-hidup dan diusir dari kampung halamannya.
Sudah hampir seratus tahun usia dan
pernikahannya dengan Sarah, Ia belum dikaruniai anak hingga istrinya meminta Ia
menikahi seorang budak berkulit
hitam bernama Hajar untuk
dijadikan istri. Akhirnya Hajar dapat melahirkan seorang anak yang diberi
nama Ismail.
Allah memerintahkan Ibrahim untuk “mengasingkan” istri dan anak yang baru lahir
dan sangat dicintainya itu ke tanah gersang di Makkah. Karena
kesabaran dan kepatuhannya, perintah itu dilaksanakan. Namun, perintah lebih
berat diterima Ibrahim, yaitu harus mengorbankan Ismail yang baru beranjak
remaja. Hal ini pun Ia laksanakan, meskipun akhirnya yang disembelih adalah
seekor domba.
selain itu ujian Ibrahim yang lain adalah membangun Ka'bah,
membersihkan Ka'bah dari kemusyrikan, menghadapi Raja Namrudz yang zalim. Nabi Ibrahim disebut
bapak para Nabi, dikarenakan banyak keturunan beliau yang diangkat menjadi Nabi
dan Rasul.[23]
c) Nabi Musa
Nabi Musa termasuk orang
sabar dalam menghadapi dan mendakwahi Firaun. Selain
itu, Dia juga mampu untuk bersabar dalam memimpin kaumnya yang sangat
pembangkang. Ketika Musa akan menerima wahyu di Bukit Sinai, pengikutnya yang
dipimpin Samiri
menyeleweng dengan menyembah berhala anak lembu emas. Harun yang ditugasi mengganti peran Musa, tidak sanggup
untuk menghalangi niat mereka, bahkan Ia diancam hendak dibunuh. Tetapi, Musa
dapat bersabar ketika berguru kepada Khidir.[24]
d) Nabi Isa
Banyak hal yang menunjukkan bahwa Isa memiliki
kesabaran dan keteguhan dalam menyampaikan ajaran Allah. Terutama, ketika Isa
sabar menerima cobaan sebagai seorang yang miskin, pengkhianatan seorang
muridnya, Yudas Iskariot, menghadapi fitnah, penolakan, hendak diusir dan
dibunuh oleh kaum Bani Israil. Kehidupan Isa menggambarkan
kezuhudan dan ketaatan dalam beribadah. Isa menemui kaumnya dengan memakai
pakaian dari wol.
Ia keluar dalam keadaan tidak beralas kaki sambil menangis serta wajahnya tampak pucat
karena kelaparan dan bibirnya tampak kering karena kehausan. Isa berkata,
“Salam kepada kalian wahai Bani Israil. Aku adalah seseorang yang
meletakkan dunia di
tempatnya sesuai dengan izin Allah, tanpa bermaksud membanggakan diri. Apakah kalian
mengetahui di mana rumahku?” Mereka menjawab: “Di mana rumahmu wahai Ruhullah?”
Isa menjawab: “Rumahku adalah tempat ibadah, wewangianku adalah air, makananku adalah rasa
lapar, pelitaku adalah bulan di waktu malam dan salat ku di
waktu musim dingin di saat matahari terletak di timur, bungaku adalah
tanaman-tanaman bumi,
pakaianku terbuat dari wol, syiarku adalah takut kepada Tuhan Yang Maha Mulia,
teman-temanku adalah orang-orang yang fakir, orang-orang yang sakit, dan
orang-orang yang miskin. Aku memasuki waktu pagi dan aku tidak
mendapati sesuatupun di rumahku begitu juga aku memasuki waktu sore dan aku
tidak menemukan sesuatu pun di rumahku. Aku adalah seseorang yang jiwanya
bersih dan tidak tercemar. Maka siapakah yang lebih kaya daripada aku?”[25]
e) Nabi Muhammad
Sejak kecil sampai dewasa, Muhammad selalu
mengalami masa-masa sulit. Pada usia 6 tahun dia sudah menjadi yatim piatu.
Setelah dewasa Ia harus membantu meringankan beban paman Abu Thalib yang
merawatnya sejak kecil. Tantangan terberat yang dihadapi adalah setelah
diangkatnya menjadi seorang Rasul. Penentangan bukan saja dari orang lain, tetapi juga
dari Abu Lahab,
pamannya sendiri. Muhammad juga harus ikut menderita ketika Bani Hasyim diboikot
(diasingkan) di sebuah lembah dikarenakan dakwahnya.
Tokoh-tokoh Quraisy mempelopori
pemboikotan tersebut yang isinya antara lain melarang berhubungan jual beli,
pernikahan, dan hubungan sosial lainya kepada Bani Hasyim. Pemboikotan yang
berjalan sekitar 3 tahun itu telah menghabiskan hartanya dan istrinya, Siti
Khadijah.[26]
G.
Kekhususan
Risalah Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT
sebagai Nabi dan sekaligus Rasul yang terahir, dari seluruh rangkaian Nabi dan Rasul.
Tidak ada lagi Nabi setelah beliau.[27]
Hal ini di tegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ
وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمًا (٤٠)
Artinya:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi. dan adalah Allah Maha
mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Ahzab: 40)
Sebagai Nabi yang terahir Beliau
telah menyempurnakan “bangunan” dinnullah yang telah mulai dikerjakan
secara bertahap oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya. Sehingga bagunan itu
menjadi indah dan sempurna.[28]
Perumapamaan seperti itu diberikan sendiri oleh beliau dalam sabdanya:
“Perumpamaan
aku dan selurun Nabi-Nabi lainnya adalah seperti seseorang yang mendirikan
bangunan, ia telah menyempurnakan dan memperindah bangunan itu seluruhnya
kecuali batu bata yang belum dipasang disalah satu sudut bangunan itu.
Orang-orang yang mengelilingi dan mengagumi bangunan itu memberikan komentar:
“Alangkah baiknya kalau batu bata itu diletakkan ditempat yang kosong itu.”
Sayalah lah batu bata itu dan saya lah penutup Nabi-Nabi itu”. (HR.
Muttafaqun ‘alaih)
Sebagai Nabi yang terakhir,
dengan bangunan dinullah yang indah dan sempurna, Muhammad SAW diutus
oleh Allah SWT untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman.[29]
Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam surat Saba’ ayat 28:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٢٨)
Artinya:
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’: 28)
Ada beberapa bukti yang
menunjukkan kebenaran Nubuwah dan Risalah Nabi Muhammad SAW antara lain:
1.
Basyarat (berita
tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW) yang terdapat dalam kitab-kitab suci
sebelumnya.
2.
Mu’jizat yang
dianugerahkan oleh Allah SWT kepada beliau.
3.
Nubuwat (ramalan
tentang apa yang akan terjadi pada masa akan datang) yang selalu tepat.
4.
Kesaksian milyaran umat
islam sejak dahulu sampai sekarang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadah.
Suatu kesaksian yang sangat mutawatir
sekali.
5.
Kenyataan bahwa Rasulullah
yang membawa ajaran yang begitu lengkap dan sempurna adalah seorang yang ummi
yang tidak bisa membaca dan menulis dan tida pernah berguru kepada
siapapun. Dan Rasulullah tidak menyampaikan ajaran apapun sebelum berumur 40
tahun, sebelum wahyu pertama turun.[30]
H.
Mukjizat serta
Kejadian Luar Biasa lainnya (Karomah, Maunah, dan Irhash)
1.
Mu’jizat
Mukjizat adalah kejadian luar biasa yang
dianugrahkan Allah SWT. Kepada
para Rasul-Nya untuk melemahkan dan mengalahkan lawannya, sebagai bukti atas
kebenaran risalahnya. Mukjizat itu tidak dapat dipelajari dan ditandingi oleh
siapapun & datangnya secara tiba-tiba. Biasanya
mukjizat diberikan pada waktu kondisi seorang Rasul Allah SWT.
dalam keadaan sangat terjepit oleh musuh.[31]
Firman
Allah SWT:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا (١٧٤)
Artinya: “Hai manusia,
Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad
dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang
benderang (Al Quran).” (QS. An-Nisa’: 174)
Mukjizat dibagi menjadi 2 yaitu: Mukjizat kauniyah dan Mukjizat
aqliyah.
a.
Mukjizat kauniyah
yaitu mukjizat yang tampak, dapat
ditangkap oleh panca indra, seperti tongkat Nabi Musa a.s. bisa membelah
lautan.
b.
Mukjizat aqliyah
Mukjizat yang hanya dapat dipahami
oleh akal pikiran, seperti Al-Qur’an. Keistimewaannya adalah dari segi
keindahan sastranya.[32]
2.
Kejadian
luar biasa selain Mu’jizat
Selain mukjizat
ada pula kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Adapun kejadian
yang luar biasa itu terbagi menjadi tiga macam yaitu : Karomah, Maunah dan
irhas.[33]
a.
Karomah
Karamah adalah kejadian luar biasa yang
dianugerahkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang saleh dan taat kepadanya. Orang
yang saleh dan taat kepada Allah itu dinamakan wali Allah. Para wali tersebut
bukan seorang Rasul, akan tetapi sebagai manusia biasa, namun karena
ketaatannya, mereka memperoleh gelar atau sebutan wali Allah SWT.[34]
Firman Allah:
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
(٦٢)
Artinya:
“Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus: 62)
Oleh karena wali-wali Allah itu begitu taatnya kepada Allah
sehingga wali itu sangat dekat sekali kepada Allah demikian juga doanya
dikabulkan oleh Allah. Para wali ini juga sangat aktif didalam mengembangkan
ajaran agama islam. Di dalam menyiarkan agama islam ini, para wali juga sering
mengalami kendala-kendala atau hambatan sebagaimana yang dialami oleh para Rasul.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi para wali Allah ini dari
musuh-musuhnya, maka Allah memberi anugerah berupa karamah.[35]
Salah satu karomah yang diberikan kepada wali Allah adalah sunan
kalijaga. Sunan Kalijaga (Raden Syahid) waktu membuat masjid Agung Demak
Bintoro untuk tiang utamanya yang empat (soko guru) terdiri atas
potongan-potongan kayu kecil yang kemudian ditumpuk-tumpuk tanpa menggunakan
lem perekat akhirnya jadilah tiang masjid yang besar dan kokoh berkat
karamahnya.[36]
b.
Ma’unah
Ma’unah adalah
kemampuan luar biasa yang diberikan Allah kepada seorang mukmin untuk mengatasi
suatu kesulitan. Maunah terjadi pada orang biasa berkat pertolongan Allah.
Misalnya seorang nenek yang terkurung dalam rumah yang terbakar. Nenek tersebut
dapat membobol tembok yang kokoh dan selamat dari bahaya. Ini disebut ma’unah
karena secara akal sehat tidak mungkin seorang nenek dapat membobol tembok yang
kokoh.[37]
c.
Irhas
Irhas Adalah kejadian luar biasa/istimewa
yang terjadi pada diri seorang calon Rasul sebelum diangkat menjadi seorang Rasul
contohnya: Nabi Isa as. sebelum
menjadi Nabi sudah memiliki tanda tanda kenabian. Ia dilahirkan tanpa ayah dan
masih bayi sudah dapat berbicara dengan jelas dan tegas.[38]
3.
Hikmah Adanya
Mu’jizat, Karomah, Ma’unah dan Irhas
a. Melemahkan
dan mengalahkan alasan, usaha, dan tipu daya orang-orang yang menentang dakwah Rasul
Allah.
b. Bagi
yang telah percaya kepada keNabian maka mukjizat akan berfungsi untuk
memperkuat iman serta menambah keyakinan akan kekuasaan Allah SWT.
c. Membuktikan
kebenaran Rasul yang diutus Allah dan ajaran-ajarannya.
d. Mempertebal
iman kepada Allah SWT.
e. Mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
f. Tidak
takut akan kesulitan, karena yakin Allah selalu memberikan pertolongan kepada
hambanya yang beriman dan bertakwa[39]
BAB III
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa, Nabi dan Rasul adalah seorang yang mendapat wahyu dari Allah. Nabi tidak
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu kepada umat, sedangkan Rasul
mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu tersebut kepada umat. Iman kepada para
Nabi dan Rasul Allah, merupakan salah satu rukun iman yang ke-4. Keimanan
seseorang itu tidak sah, sampai ia mengimani semua Nabi dan Rasul Allah dan
membenarkan bahwa Allah telah mengutus mereka untuk menunjuki, membimbing dan
mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya kebenaran, dari sekian banyak
Nabi dan Rasul yang di utus oleh Allah hanya 25 rasul yang wajib kita imani.
Para Rasul diutus untuk mengajarkan bagaimana mengerjakan ibadah dengan benar
dan tepat sesuai pedoman dari Allah SWT.
Para Rasul diutus untuk mengajarkan bagaimana
mengerjakan ibadah dengan benar dan tepat sesuai pedoman pelaksanaannya agar
manusia tidak merasa teraniaya (dizalimi) di akhirat nanti, maka perlu di
jelaskan mengenai perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan buruk yang
harus ditinggalkan. Untuk suksesnya tugas yang di percayakan
Allah, para Rasul didukung oleh sifat-sifat yang sangat istimewa yang di
antaranya tidak sama dengan sifat-sifat manusia biasa. Sifat-sifat tersebut
terdiri dari tiga macam, yaitu: sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.
Dan pada hakikatnya agama yang dibawa sejak
Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad SAW adalah sama yaitu agama islam. Agama
Islam inilah yang didakwahkan seluruh Nabi dan Rasul kepada ummatnya, Perbedaan
yang ada, hanya pada ahkam (hukum-hukum tata cara ibadah) yang memang Allah
tetapkan berbeda sesuai dengan zaman dan keadaan masing-masing ummat, dan
dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW terhapuslah semua hukum-hukum Nabi-Nabi
terdahulu. Nabi Muhammad SAW di utus Allah SWT
sebagai Nabi dan sekaligus Rasul yang terakhir, dari seluruh rangkaian Nabi dan
Rasul. Tidak ada lagi Nabi setelah beliau. Diantara 25 Nabi dan Rasul tersebut
ada lima nabi yang memiliki ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam
menyebarkan agama.
Nabi dan Rasul tersebut diberi julukan Ulul Azmi.
Mukjizat adalah kejadian luar biasa yang
dianugrahkan Allah SWT. Kepada para
Rasul-Nya untuk melemahkan dan mengalahkan lawannya, sebagai bukti atas
kebenaran risalahnya. Mukjizat itu tidak dapat dipelajari dan ditandingi oleh
siapapun & datangnya secara tiba-tiba.
Biasanya mukjizat diberikan pada waktu kondisi seorang
Rasul Allah SWT. dalam keadaan sangat terjepit oleh musuh. Selain mukjizat
ada pula kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Adapun kejadian
yang luar biasa itu terbagi menjadi tiga macam yaitu : Karomah, Maunah dan
irhas.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Yunahar. 2009. Kuliyah Aqidah Islam.
Yogyakarta: LPII.
Kementrian Agama. 2013. Buku Siswa Aqidah
Ahlak. Jakarta: Kementrian Agama.
Kementrian Agama. 2014. Buku Siswa Aqidah
Ahlak Madrasah Aliyah 10. Jakarta: Kementrian Agama.
Sabiq, Sayid. 1993. Aqidah Islam (Ilmu
Tauhid). Bandung: CV. Diponegoro.
……….http://islamicpwr.blogspot.co.id/
[1] Yunahar Ilyas, Kuliyah Aqidah Islam, (yogyakarta:
LPII, 2009), hal. 129
[2] Ibid.
[3] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak,
(Jakarta: Kementrian Agama), hal. 70-71
[4] Sayid Sabiq, Aqidah Islam (Ilmu Tauhid),
(Bandung: CV. Diponegoro, 1993), hal. 276
[5] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…,
hal. 71
[6] Yunahar Ilyas, Kuliyah Aqidah Islam…, hal.
133
[7] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…,
hal. 71
[8] Ibid., hal. 72
[9] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…,
hal. 73
[11] Ibid.
[14] Ibid., hal 74
[15] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…,
hal. 74
[17] Ibid., hal. 75
[18] Ibid.
[21] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak….,
hal. 97
[22] Ibid., hal. 98
[23] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak….,
hal. 98
[24] Ibid.
[25] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak….,
hal. 99
[27] Yunahar Ilyas, Kuliyah Aqidah Islam...., hal.
142
[29] Ibid., hal. 143
[30] Yunahar Ilyas, Kuliyah Aqidah Islam...., hal.
146-149
[31] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…,
hal. 83
[33] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…,
hal. 84
[34] ibid.
[35] ibid.
[36] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…,
hal. 85
[37] Ibid.
[38] Ibid.
[39] Ibid.
No comments:
Post a Comment