Friday, 13 January 2017

Iman Kepada Nabi dan Rasul



Iman Kepada Nabi dan Rasul




Tugas ini disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aqidah Ahlak di sekolah dan Madrasah
dengan Dosen Pengampu :
Jiyanto, M.Pd.I

Disusun oleh :
Irmas Setiyawati         (143111307)
Irwanto                       (143111305)
Dani Safiq Salsabila    (143111328)



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2015/2016
BAB I

A.    Latar Belakang
Iman kepada Rasul-Rasul Allah merupakan suatu kewajiban, karena iman kepada Rasul-Rasul Allah merupakan rukun iman, yaitu yang ke-4. Iman kepada Rasul artinya mempercayai dengan sepenuh hati atas kedatangan Rasul, mulai dari Rasul yang pertama yaitu Nabi Adam as hingga Rasul terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW.
Ajaran yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad SAW. Merupakan suatu rangkaian yang memiliki satu tujuan yaitu mengesankan Allah SWT. Berupa syariat atau hukum tertentu yang kemudian disampaikan atau di ajarkan kepada umatnya. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim, wajib beriman atau mempercayai kepada para Rasul utusan Allah sehingga dengan hal itu kita akan mengamalkan semua ajaran yang di bawa oleh Rasul utusan Allah tersebut. Dengan berpegang hidup pada Allah dan sunah Rasul maka kita akan hidup bahagia di dunia dan juga akhirat.
Namun, di dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita hanya mengetahui tentang pengertiannya saja itupun hanya terbatas, tanpa mengetahui akan pemahamnnya lebih dalam dan penerapannya di dalam kehidupan yang kita jalani atau di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kita patut dan wajib mempelajari, memahami dan menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari, tentu akan jauh lebih bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat kita.
Sehingga dalam makalah ini akan dibahas mengenai, pengertian Nabi dan Rasul, Iman kepada para Rasul, Fungsi utama para Rasul, Sifat-Sifat Rasul, Islam Agama Nabi-NabidanRasul-Rasul, Kekhususan Risalah Nabi Muhammad SAW, serta Pengertian, contoh, dan hikmah mukjizat serta kejadian luar biasa lainnya (Karomah, Maunah, dan Irhash).



B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Nabi dan Rasul?
2.      Bagaimana penjelasan mengenai iman kepada para Rasul?
3.      Bagaimana fungsi utama para Rasul?
4.      Bagaimana sifat-sifat Rasul Allah?
5.      Apakah Islam Agama para Nabi dan Rasul?
6.      Apakah yang dimaksud dengan Ulul Azmi, dan siapakah Nabi dan Rasul yang termasuk dalam Ulul Azmi?
7.      Bagaimana kekhususan risalah Nabi Muhammad SAW?
8.      Bagaimana pengertian, contoh, dan hikmah dari Mukjizat serta kejadian luar biasa lainnya (Karomah, Maunah, dan Irhash)?

C.    Tujuan Masalah
1.      Menjelaskan pengertian dari Naqbi dan Rasul.
2.      Mengetahui penjelasan mengenai iman kepada Nabi dan Rasul.
3.      Mengetahui fungsi para Nabi dan Rasul.
4.      Mengetahui sifat-sifat Rasul.
5.      Mengetahui Islam adalah agama para Nabi dan Rasul.
6.      Mengetahui pengertian Ulul Azmi, serta Nabi dan Rasul yang termasuk dalam Ulul Azmi.
7.      Mengetahui kekhususan risalah Nabi Muhammad SAW.
8.      Mengetahui pengertian, contoh, dan hikmah dari Mukjizat serta kejadian luar biasa lainnya (Karomah, Maunah, dan Irhash).












BAB II


A.    Pengertian Nabi dan Rasul
Secara etimologis Nabi berasal dari kata ­“na-ba” yang berarti ditinggikan, atau dari kata “na-ba-a” yang artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah seorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT dengan memberinya berita (wahyu). Sedangkan kata Rasul berasal dari kata “ar-sa-la” artinya mengutus. Setelah dibentuk menjadi kata “Rasul” yang berarti yang diutus. Sehingga seorang Rasul adalah seorang yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan misi pesan (ar-risalah).[1]
Secara terminologis Nabi dan Rasul adalah manusia biasa, laki-laki, yang dipilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu. Apabila tidak diiringi dengan kewajiban menyampaikan wahyu atau membawa suatu misi tertentu maka dia disebut Nabi saja. Namun bila diikuti dengan kewajiban menyampaikan wahyu atau membawa suatu misi (ar-risalah) tertentu maka dia disebut dengan Rasul. jadi setiap Rasul adalah Nabi, tetapi tidak setiap Nabi menjadi Rasul.[2]
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Nabi dan Rasul adalah seorang yang mendapat wahyu dari Allah. Nabi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu kepada umat, sedangkan Rasul mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu tersebut kepada umat.
Baik Nabi atau Rasul semuanya terdiri dari laki-laki, tidak ada satu pun Nabi dan Rasul dari jenis perempuan, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Anbiya’ ayat 7
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٧)
Artinya: “Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. Al-Anbiya’: 7)


B.     Beriman kepada Rasul-Rasul Allah
Iman kepada para Nabi dan Rasul Allah, merupakan salah satu rukun iman yang ke-4. Keimanan seseorang itu tidak sah, sampai ia mengimani semua Nabi dan Rasul Allah dan membenarkan bahwa Allah telah mengutus mereka untuk menunjuki, membimbing dan mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya kebenaran. Ditambah juga keharusan membenarkan bahwa mereka telah menyampaikan yang Allah turunkan kepada mereka dengan benar dan sempurna, dan mereka telah berjihad dengan sebenar-benarnya di jalan Allah.[3]
Allah SWT mewajibkan atas setiap orang Islam supaya beriman kepada semua Rasul yang diutus oleh-Nya, tanpa membeda-mbedakan antara yang seorang dengan lainnya.[4] Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (١٣٦)
Artinya: “Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada Nabi-Nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (QS. Al-Baqarah: 136)
Adapun dalil tentang kewajiban iman kepada para Rasul, ialah sebagai berikut: Allah berfirman:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (٢٨٥)
Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari Rasul-Rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Al-Baqarah: 285)
Iman kepada Rasul berarti meyakini bahwa Rasul itu benar-benar utusan Allah SWT yang di tugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat. Rasul-Rasul itu adalah manusia biasa yang berlaku pada mereka sifat-sifat kemanusiaan, seperti makan, minum, tidur, sehat, sakit, ingat, lupa, hidup, mati, dan sebagainya. Iman kepada Rasul-Rasul Allah adalah salah satu rukun iman. Jadi seseorang tidak dikatakan beriman kalau tidak mempercayai Rasul-Rasul Allah.[5]
Firman Allah dalam surat An-Nissa ayat 136:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا (١٣٦)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa: 136)
Di dalam surah An-Nahl ayat 136 juga di sebutkan:
عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يَرْحَمَكُمْ وَإِنْ عُدْتُمْ عُدْنَا وَجَعَلْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ حَصِيرًا (١٣٦)
Artinya: “Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan Sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan) niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman”. (QS. An-Nahl: 136)

Adapun Nabi dan Rasul yang wajib kita imani berjumlah dua puluh lima orang, kalau diurut secara kronologi nama-nama Nabi dan Rasul yang dua puluh lima tersebut sebagai berikut:
1
Adam
10
Yusuf
19
Ilyas
2
Idris
11
Luth
20
Ilyasa’
3
Nuh
12
Ayyub
21
Yunus
4
Hud
13
Syu’aib
22
Zakariya
5
Shaleh
14
Musa
23
Yahya
6
Ibrahim
15
Harun
24
Isa
7
Isma’il
16
Zulkifli
25
Muhammad SAW[6]
8
Ishaq
17
Daud


9
Ya’qub
18
Sulaiman



C.    Fungsi Utama Para Rasul
Pengiriman Nabi dan Rasul kepada umat manusia sangatlah diperlukan, karena akal manusia sangatlah terbatas untuk mengetahui rahasia kehidupan, baik kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.[7]
Para Rasul diutus untuk mengajarkan bagaimana mengerjakan ibadah dengan benar dan tepat sesuai pedoman pelaksanaannya agar manusia tidak merasa teraniaya (dizalimi) di akhirat nanti, maka perlu di jelaskan mengenai perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan buruk yang harus ditinggalkan.[8]
Firman Allah :
رُسُلا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (١٦٥)
Artinya: “(mereka Kami utus) selaku Rasul-Rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul itu. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’: 165)

D.    Sifat-Sifat Rasul Allah
Allah mengangkat orang-orang yang terpilih untuk menjadi Rasul di muka bumi ini. Tugas yang di emban oleh para Rasul amatlah berat. Untuk suksesnya tugas yang di percayakan Allah, para Rasul didukung oleh sifat-sifat yang sangat istimewa yang di antaranya tidak sama dengan sifat-sifat manusia biasa. Sifat-sifat tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu: sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.[9]
                             
1.      Sifat wajib Rasul
Sifat wajib adalah sifat yang harus ada bagi Rasul Allah, sifat wajib Rasul Allah ada empat diantaranya adalah, sidiq, amanah, tabligh, dan fathonah.
a.      Sidiq (Jujur)
Setiap Rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Apa apa yang telah disampaikan kepada manusia baik berupa wahyu atau kabar harus sesuai dengan apa yang telah diterima dari Allah tidak boleh dilebihkan atau dikurangkan.[10] Dalam arti lain apa yang disampaikan kepada manusia pasti benar adanya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran :
(٧)……وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ……
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.” (QS. Al-Hasyr: 7)

b.      Amanah (Dipercaya)
Amanah berarti bisa dipercaya baik dhahir atau bathin. Sedangkan yang dimaksud di sini bahwa setiap Rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya.[11]
Dalam surat Asy-Syuara’ ayat 143, Allah berfirman:
إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ (١٤٣)
Artinya: “Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,” (QS. Asy-Syuara’ 143)


c.       Tabligh (menyampaikan)
Sudah menjadi kewajiban para Rasul untuk menyampaikan kepada manusia apa yang diterima dari Allah berupa wahyu yang menyangkut didalamnya hukum hukum agama.[12]
Allah berfirman:
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا (٣٩)
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pembuat perhitungan.” (QS. Al-Ahzab: 39)
d.      Fathonah (cerdas)
Dalam menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan kemampuan, diplomasi, dan strategi khusus agar wahyu yang tersimpan didalamnya hukum hukum Allah dan risalah yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh manusia.[13]
Firman Allah:
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ (٨٣)
Artinya: “Dan Itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-An’am: 83)                                           
                                                                                                                                                                                                                                                                                  
2.      Sifat Mustahil bagi Rasul-Rasul Allah
Pengertian sifat mustahil bagi Rasul Allah adalah sifat yang tidak mungkin ada pada diri Rasul-Rasul Allah atau sifat yang berlawanan dengan sifat wajib bagi Rasul-Rasul Allah.[14]

Adapun diantara sifat sifat mustahil yaitu,
a.       Kidhib (Bohong),
b.      Khianah (Berkhianat atau tidak dipercaya),
c.       Kitman (menyembunyikan) dan
d.      Baladah (Bodoh).[15]
Rasul-Rasul Allah adalah manusia-manusia pilihan Allah. Maka para Rasul Allah tidak mungkin mempunyai sifat mustahil sebagaimana manusia biasa. Karena para Rasul Allah adalah manusia yang ma’sum (terjaga). Ma’shum mempunyai arti terjaga. Para Rasul Allah sangat terjaga dari segala dosa selayaknya manusia biasa.[16]
Allah berfirman:
لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا (٢)
Artinya: “Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang,” (QS. Al-Fath: 2)

3.      Sifat Jaiz bagi Rasul-Rasul Allah
Allah telah mengutus para Rasul kepada manusia dan telah dihiasi dengan sifat kesempurnaan melebihi makhluk Allah yang lain, namun mereka tidak akan terlepas dari fitrah kemanusian yang ada dalam dirinya. Seorang Rasul tetaplah sebagai seorang manusia biasa yang berprilaku sebagaimana manusia.[17]
Sifat para Rasul Allah ini telah membuat mereka melakukan aktifitas sebagaimana manusia lainnya. Sudah tentu yang dimaksud di sini adalah prilaku dan sifat yang tidak mengurangi derajat keRasulan mereka di mata manusia. Jadi sifat sifat ini boleh dikatakan jaiz bagi para Rasul, yaitu sifat sifat yang boleh dilakukan dan boleh pula ditinggalkan Seperti makan, minum, tidur, kawin, istirahan, sakit yang ringan, pingsan, jalan ke pasar pasar, berniaga dan semacamnya.[18]
Sedangkan prilaku dan sifat yang bisa merendahkan derajat keRasulan, mereka akan terpelihara dan dipelihara oleh Allah dan sudah pasti perilaku dan sifat itu tidak pernah dilakukannya. Dan inilah yang membedakan mereka dengan manusia yang lain.[19]

E.     Islam Agama para Nabi dan Rasul
Pada hakikatnya agama yang dibawa sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad SAW adalah sama yaitu agama islam. Agama Islam inilah yang didakwahkan seluruh Nabi dan Rasul kepada ummatnya, Perbedaan yang ada, hanya pada ahkam (hukum-hukum tata cara ibadah) yang memang Allah tetapkan berbeda sesuai dengan zaman dan keadaan masing-masing ummat, dan dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW terhapuslah semua hukum-hukum Nabi-Nabi terdahulu. Dalam sebuah Hadits Rasulullah bersabda:
أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِى الأُولَى وَالآخِرَةِ. قَالُوا كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ  الأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلاَّتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ فَلَيْسَ بَيْنَنَا نَبِىٌّ
Artinya: Aku adalah orang yang paling dekat dan paling mencintai Isa bin Maryam di dunia maupun di akhirat.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana bisa seperti itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Para Nabi itu adalah saudara seayah walau ibu mereka berlainan, dan agama mereka adalah satu. Dan tidak ada di antara kita (antara Nabi Muhammad dan Nabi Isa) seorang Nabi.” (HR. Al-Bukhari)

Makna hadits ini, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa semua Nabi dan Rasul berada dalam satu pokok agama yaitu islam dengan maknanya secara syar’i: Menyerahkan diri kepada Allah dengan mentahuhidkan-Nya, tuduk kepada Allah dengan ketaatan kepada-Nya, dan berlepas diri dari kesyirikan serta pelaku Syirik, adapun dalam beberapa ahkam (tata cara ibadahnya) ada beberapa perbedaan.
Setiap Nabi diperintahkan untuk menyampaikan pada umatnya mengenai ajaran tauhid. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anbiya’ ayat 25:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ (٢٥)
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS- Al-Anbiya’: 25)

Allah juga berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 78:
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ...... (٧٨)
Artinya: “Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia….(QS. Al-Hajj: 78)
Pada kedua ayat di atas dijelaskan bahwa inti dari semua ajaran Nabi dan Rasul adalah mengajarkan tauhid, yaitu hanya menyembah kepada Allah, dan sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW, agama yang dibawapun juga sama yaitu agama Islam.

F.     Pengertian Ulul Azmi serta Nabi dan Rasul yang Termasuk dalam Ulul Azmi
1.      Pengertian Ulul Azmi
Ulul al-Azmi أولوالعذم) adalah gelar yang diberikan kepada para Rasul yang memiliki kedudukan tinggi/istimewa karena ketabahan dan kesabaran yang luar biasa, dalam menyebarkan agama. Hanya lima Rasul yang mendapatkan julukan ini, dari beberapa Rasul yang telah diutus oleh Allah. Gelar ini adalah gelar tertinggi/istimewa ditingkat para Nabi dan Rasul.[20]
Allah berfirman:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ (٣٥)
Artinya: “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu pelajaran yang cukup, Maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.” (QS. Al-Ahqaaf: 35)
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ (١٣)
Artinya: “Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”( QS. Asy-Syuura: 13)

Ada beberapa kriteria yang menjadi acuan untuk mendapatkan gelar Ulul Azmi, antara lain:
a)      Memiliki kesabaran yang tinggi ketika berdakwah.
b)      Senantiasa memohon kepada Allah agar tidak menurunkan azab kepada kaumnya.
c)      Senantiasa berdoa agar Allah memberi hidayah kepada kaum mereka.  Sebab itulah mereka diberi gelaran Ulul Azmi.[21]

2.      Nabi dan Rasul yang termasuk dalam Ulul Azmi
Ada lima orang rasul yang diutuskan oleh Alah setelah dipilih daripada kalangan para Nabi yang digelar sebagai Rasul Ulul Azmi memang dinyatakan dalam Al-Quran, dibawah ini adalah Nabi yang mendapat gelar sebagai Ulul Azmi:

a)      Nabi Nuh
Kualifikasi Nabi Nuh sebagai Ulul Azmi karena kesabarannya dalam berdakwah yang mendapat hinaan dari kaumnya. Nabi Nuh tanpa menyerah terus menerus mendakwahi keluarga, kerabat dan masyarakat umum untuk kembali kejalan yang lurus. Hampir 1000 tahun usianya, jumlah umat yang mengikutinya tidak lebih dari 200 orang. Bahkan istri dan anaknya yang bernama Kan’an termasuk penentangnya. Atas kehendak Allah umat Nabi Nuh yang membangkang ditenggelamkan dengan gelombang air bah dan semuanya hancur, kecuali Nabi Nuh dan pengikutnya yang beriman.[22]
b)      Nabi Ibrahim
Sejak masih bayi Ibrahim harus diasingkan ke dalam gua, yang disebabkan oleh perintah RajaNamrudz untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang baru lahir. Setelah dewasa, Ia harus berhadapan dengan raja dan masyarakat penyembah berhala termasuk kedua orang tuanya yang pembuat berhala. Bahkan Ia harus menerima siksaan yang pedih, yaitu dibakar hidup-hidup dan diusir dari kampung halamannya.
Sudah hampir seratus tahun usia dan pernikahannya dengan Sarah, Ia belum dikaruniai anak hingga istrinya meminta Ia menikahi seorang budak berkulit hitam bernama Hajar untuk dijadikan istri. Akhirnya Hajar dapat melahirkan seorang anak yang diberi nama Ismail. Allah memerintahkan Ibrahim untuk “mengasingkan” istri dan anak yang baru lahir dan sangat dicintainya itu ke tanah gersang di Makkah. Karena kesabaran dan kepatuhannya, perintah itu dilaksanakan. Namun, perintah lebih berat diterima Ibrahim, yaitu harus mengorbankan Ismail yang baru beranjak remaja. Hal ini pun Ia laksanakan, meskipun akhirnya yang disembelih adalah seekor domba. selain itu ujian Ibrahim yang lain adalah membangun Ka'bah, membersihkan Ka'bah dari kemusyrikan, menghadapi Raja Namrudz yang zalim. Nabi Ibrahim disebut bapak para Nabi, dikarenakan banyak keturunan beliau yang diangkat menjadi Nabi dan Rasul.[23]
c)      Nabi Musa
Nabi Musa termasuk orang sabar dalam menghadapi dan mendakwahi Firaun. Selain itu, Dia juga mampu untuk bersabar dalam memimpin kaumnya yang sangat pembangkang. Ketika Musa akan menerima wahyu di Bukit Sinai, pengikutnya yang dipimpin Samiri menyeleweng dengan menyembah berhala anak lembu emas.  Harun yang ditugasi mengganti peran Musa, tidak sanggup untuk menghalangi niat mereka, bahkan Ia diancam hendak dibunuh. Tetapi, Musa dapat bersabar ketika berguru kepada Khidir.[24]
d)     Nabi Isa
Banyak hal yang menunjukkan bahwa Isa memiliki kesabaran dan keteguhan dalam menyampaikan ajaran Allah. Terutama, ketika Isa sabar menerima cobaan sebagai seorang yang miskin, pengkhianatan seorang muridnya, Yudas Iskariot, menghadapi fitnah, penolakan, hendak diusir dan dibunuh oleh kaum Bani Israil. Kehidupan Isa menggambarkan kezuhudan dan ketaatan dalam beribadah. Isa menemui kaumnya dengan memakai pakaian dari wol. Ia keluar dalam keadaan tidak beralas kaki sambil menangis serta wajahnya tampak pucat karena kelaparan dan bibirnya tampak kering karena kehausan. Isa berkata, “Salam kepada kalian wahai Bani Israil. Aku adalah seseorang yang meletakkan dunia di tempatnya sesuai dengan izin Allah, tanpa bermaksud membanggakan diri. Apakah kalian mengetahui di mana rumahku?” Mereka menjawab: “Di mana rumahmu wahai Ruhullah?” Isa menjawab: “Rumahku adalah tempat ibadah, wewangianku adalah air, makananku adalah rasa lapar, pelitaku adalah bulan di waktu malam dan salat ku di waktu musim dingin di saat matahari terletak di timurbungaku adalah tanaman-tanaman bumi, pakaianku terbuat dari wol, syiarku adalah takut kepada Tuhan Yang Maha Mulia, teman-temanku adalah orang-orang yang fakir, orang-orang yang sakit, dan orang-orang yang miskin. Aku memasuki waktu pagi dan aku tidak mendapati sesuatupun di rumahku begitu juga aku memasuki waktu sore dan aku tidak menemukan sesuatu pun di rumahku. Aku adalah seseorang yang jiwanya bersih dan tidak tercemar. Maka siapakah yang lebih kaya daripada aku?”[25]
e)      Nabi Muhammad
Sejak kecil sampai dewasa, Muhammad selalu mengalami masa-masa sulit. Pada usia 6 tahun dia sudah menjadi yatim piatu. Setelah dewasa Ia harus membantu meringankan beban paman Abu Thalib yang merawatnya sejak kecil. Tantangan terberat yang dihadapi adalah setelah diangkatnya menjadi seorang Rasul. Penentangan bukan saja dari orang lain, tetapi juga dari Abu Lahab, pamannya sendiri. Muhammad juga harus ikut menderita ketika Bani Hasyim diboikot (diasingkan) di sebuah lembah dikarenakan dakwahnya.
Tokoh-tokoh Quraisy mempelopori pemboikotan tersebut yang isinya antara lain melarang berhubungan jual beli, pernikahan, dan hubungan sosial lainya kepada Bani Hasyim. Pemboikotan yang berjalan sekitar 3 tahun itu telah menghabiskan hartanya dan istrinya, Siti Khadijah.[26]

G.    Kekhususan Risalah Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT sebagai Nabi dan sekaligus Rasul yang terahir, dari seluruh rangkaian Nabi dan Rasul. Tidak ada lagi Nabi setelah beliau.[27] Hal ini di tegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (٤٠)
Artinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Ahzab: 40)

Sebagai Nabi yang terahir Beliau telah menyempurnakan “bangunan” dinnullah yang telah mulai dikerjakan secara bertahap oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya. Sehingga bagunan itu menjadi indah dan sempurna.[28] Perumapamaan seperti itu diberikan sendiri oleh beliau dalam sabdanya:
Perumpamaan aku dan selurun Nabi-Nabi lainnya adalah seperti seseorang yang mendirikan bangunan, ia telah menyempurnakan dan memperindah bangunan itu seluruhnya kecuali batu bata yang belum dipasang disalah satu sudut bangunan itu. Orang-orang yang mengelilingi dan mengagumi bangunan itu memberikan komentar: “Alangkah baiknya kalau batu bata itu diletakkan ditempat yang kosong itu.” Sayalah lah batu bata itu dan saya lah penutup Nabi-Nabi itu”. (HR. Muttafaqun ‘alaih)

Sebagai Nabi yang terakhir, dengan bangunan dinullah yang indah dan sempurna, Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman.[29] Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam surat Saba’ ayat 28:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٢٨)
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’: 28)

Ada beberapa bukti yang menunjukkan kebenaran Nubuwah dan Risalah Nabi Muhammad SAW antara lain:
1.      Basyarat (berita tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW) yang terdapat dalam kitab-kitab suci sebelumnya.
2.      Mu’jizat yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada beliau.
3.      Nubuwat (ramalan tentang apa yang akan terjadi pada masa akan datang) yang selalu tepat.
4.      Kesaksian milyaran umat islam sejak dahulu sampai sekarang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadah. Suatu  kesaksian yang sangat mutawatir sekali.
5.      Kenyataan bahwa Rasulullah yang membawa ajaran yang begitu lengkap dan sempurna adalah seorang yang ummi yang tidak bisa membaca dan menulis dan tida pernah berguru kepada siapapun. Dan Rasulullah tidak menyampaikan ajaran apapun sebelum berumur 40 tahun, sebelum wahyu pertama turun.[30]

H.    Mukjizat serta Kejadian Luar Biasa lainnya (Karomah, Maunah, dan Irhash)

1.      Mu’jizat
Mukjizat adalah kejadian luar biasa yang dianugrahkan Allah SWT. Kepada para Rasul-Nya untuk melemahkan dan mengalahkan lawannya, sebagai bukti atas kebenaran risalahnya. Mukjizat itu tidak dapat dipelajari dan ditandingi oleh siapapun & datangnya secara tiba-tiba.  Biasanya mukjizat diberikan pada waktu kondisi seorang Rasul Allah SWT. dalam keadaan sangat terjepit oleh musuh.[31]
Firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا (١٧٤)
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).” (QS. An-Nisa’: 174)

Mukjizat dibagi menjadi 2 yaitu: Mukjizat kauniyah dan Mukjizat aqliyah.
a.       Mukjizat kauniyah
yaitu mukjizat yang tampak, dapat ditangkap oleh panca indra, seperti tongkat Nabi Musa a.s. bisa membelah lautan.
b.      Mukjizat aqliyah
Mukjizat yang hanya dapat dipahami oleh akal pikiran, seperti Al-Qur’an. Keistimewaannya adalah dari segi keindahan sastranya.[32]



2.      Kejadian luar biasa selain Mu’jizat
Selain mukjizat ada pula kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Adapun kejadian yang luar biasa itu terbagi menjadi tiga macam yaitu : Karomah, Maunah dan irhas.[33]

a.      Karomah
Karamah adalah kejadian luar biasa yang dianugerahkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang saleh dan taat kepadanya. Orang yang saleh dan taat kepada Allah itu dinamakan wali Allah. Para wali tersebut bukan seorang Rasul, akan tetapi sebagai manusia biasa, namun karena ketaatannya, mereka memperoleh gelar atau sebutan wali Allah SWT.[34]
Firman Allah:
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (٦٢)
Artinya: “Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus: 62)

Oleh karena wali-wali Allah itu begitu taatnya kepada Allah sehingga wali itu sangat dekat sekali kepada Allah demikian juga doanya dikabulkan oleh Allah. Para wali ini juga sangat aktif didalam mengembangkan ajaran agama islam. Di dalam menyiarkan agama islam ini, para wali juga sering mengalami kendala-kendala atau hambatan sebagaimana yang dialami oleh para Rasul. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi para wali Allah ini dari musuh-musuhnya, maka Allah memberi anugerah berupa karamah.[35]
Salah satu karomah yang diberikan kepada wali Allah adalah sunan kalijaga. Sunan Kalijaga (Raden Syahid) waktu membuat masjid Agung Demak Bintoro untuk tiang utamanya yang empat (soko guru) terdiri atas potongan-potongan kayu kecil yang kemudian ditumpuk-tumpuk tanpa menggunakan lem perekat akhirnya jadilah tiang masjid yang besar dan kokoh berkat karamahnya.[36]
b.      Ma’unah
Ma’unah adalah kemampuan luar biasa yang diberikan Allah kepada seorang mukmin untuk mengatasi suatu kesulitan. Maunah terjadi pada orang biasa berkat pertolongan Allah. Misalnya seorang nenek yang terkurung dalam rumah yang terbakar. Nenek tersebut dapat membobol tembok yang kokoh dan selamat dari bahaya. Ini disebut ma’unah karena secara akal sehat tidak mungkin seorang nenek dapat membobol tembok yang kokoh.[37]
c.       Irhas
Irhas Adalah kejadian luar biasa/istimewa yang terjadi pada diri seorang calon Rasul sebelum diangkat menjadi seorang Rasul contohnya: Nabi Isa as. sebelum menjadi Nabi sudah memiliki tanda tanda kenabian. Ia dilahirkan tanpa ayah dan masih bayi sudah dapat berbicara dengan jelas dan tegas.[38]

3.      Hikmah Adanya Mu’jizat, Karomah, Ma’unah dan Irhas
a.       Melemahkan dan mengalahkan alasan, usaha, dan tipu daya orang-orang yang menentang dakwah Rasul Allah.
b.      Bagi yang telah percaya kepada keNabian maka mukjizat akan berfungsi untuk memperkuat iman serta menambah keyakinan akan kekuasaan Allah SWT.
c.       Membuktikan kebenaran Rasul yang diutus Allah dan ajaran-ajarannya.
d.      Mempertebal iman kepada Allah SWT.
e.       Mendekatkan diri kepada Allah SWT.
f.       Tidak takut akan kesulitan, karena yakin Allah selalu memberikan pertolongan kepada hambanya yang beriman dan bertakwa[39]


BAB III

Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, Nabi dan Rasul adalah seorang yang mendapat wahyu dari Allah. Nabi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan wahyu kepada umat, sedangkan Rasul mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu tersebut kepada umat. Iman kepada para Nabi dan Rasul Allah, merupakan salah satu rukun iman yang ke-4. Keimanan seseorang itu tidak sah, sampai ia mengimani semua Nabi dan Rasul Allah dan membenarkan bahwa Allah telah mengutus mereka untuk menunjuki, membimbing dan mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya kebenaran, dari sekian banyak Nabi dan Rasul yang di utus oleh Allah hanya 25 rasul yang wajib kita imani. Para Rasul diutus untuk mengajarkan bagaimana mengerjakan ibadah dengan benar dan tepat sesuai pedoman dari Allah SWT.
Para Rasul diutus untuk mengajarkan bagaimana mengerjakan ibadah dengan benar dan tepat sesuai pedoman pelaksanaannya agar manusia tidak merasa teraniaya (dizalimi) di akhirat nanti, maka perlu di jelaskan mengenai perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Untuk suksesnya tugas yang di percayakan Allah, para Rasul didukung oleh sifat-sifat yang sangat istimewa yang di antaranya tidak sama dengan sifat-sifat manusia biasa. Sifat-sifat tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu: sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.
Dan pada hakikatnya agama yang dibawa sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad SAW adalah sama yaitu agama islam. Agama Islam inilah yang didakwahkan seluruh Nabi dan Rasul kepada ummatnya, Perbedaan yang ada, hanya pada ahkam (hukum-hukum tata cara ibadah) yang memang Allah tetapkan berbeda sesuai dengan zaman dan keadaan masing-masing ummat, dan dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW terhapuslah semua hukum-hukum Nabi-Nabi terdahulu. Nabi Muhammad SAW di utus Allah SWT sebagai Nabi dan sekaligus Rasul yang terakhir, dari seluruh rangkaian Nabi dan Rasul. Tidak ada lagi Nabi setelah beliau. Diantara 25 Nabi dan Rasul tersebut ada lima nabi yang memiliki ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam menyebarkan agama. Nabi dan Rasul tersebut diberi julukan Ulul Azmi.
Mukjizat adalah kejadian luar biasa yang dianugrahkan Allah SWT. Kepada para Rasul-Nya untuk melemahkan dan mengalahkan lawannya, sebagai bukti atas kebenaran risalahnya. Mukjizat itu tidak dapat dipelajari dan ditandingi oleh siapapun & datangnya secara tiba-tiba. Biasanya mukjizat diberikan pada waktu kondisi seorang Rasul Allah SWT. dalam keadaan sangat terjepit oleh musuh. Selain mukjizat ada pula kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Adapun kejadian yang luar biasa itu terbagi menjadi tiga macam yaitu : Karomah, Maunah dan irhas.







DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Yunahar. 2009. Kuliyah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPII.
Kementrian Agama. 2013. Buku Siswa Aqidah Ahlak. Jakarta: Kementrian Agama.
Kementrian Agama. 2014. Buku Siswa Aqidah Ahlak Madrasah Aliyah 10. Jakarta: Kementrian Agama.
Sabiq, Sayid. 1993. Aqidah Islam (Ilmu Tauhid). Bandung: CV. Diponegoro.
……….http://islamicpwr.blogspot.co.id/



[1] Yunahar Ilyas, Kuliyah Aqidah Islam, (yogyakarta: LPII, 2009), hal. 129
[2] Ibid.
[3] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak, (Jakarta: Kementrian Agama), hal. 70-71
[4] Sayid Sabiq, Aqidah Islam (Ilmu Tauhid), (Bandung: CV. Diponegoro, 1993), hal. 276
[5] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…, hal. 71
[6] Yunahar Ilyas, Kuliyah Aqidah Islam…, hal. 133
[7] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…, hal. 71
[8] Ibid., hal. 72
[9] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak, hal. 73
[10] Ibid,
[11] Ibid.
[12] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak...... hal. 73
[13] Ibid,
[14] Ibid., hal 74
[15] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…, hal. 74
[16] Ibid,
[17] Ibid., hal. 75
[18] Ibid.
[19] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…, hal. 75
[20] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak .........hal. 97
[21] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…., hal. 97
[22] Ibid., hal. 98
[23] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…., hal. 98
[24] Ibid.
[25] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…., hal. 99
[26] Ibid,  hal. 100
[27] Yunahar Ilyas, Kuliyah Aqidah Islam...., hal. 142
[28] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…, hal. 142
[29] Ibid., hal. 143
[30] Yunahar Ilyas, Kuliyah Aqidah Islam...., hal. 146-149
[31] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…, hal. 83
[32] Ibid,
[33] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…, hal. 84
[34] ibid.
[35] ibid.
[36] Kementria Agama, Buku Siswa Aqidah Ahlak…, hal. 85
[37] Ibid.
[38] Ibid.
[39] Ibid.

No comments:

Post a Comment

MAKALAH HADIS TARBAWI ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

MAKALAH HADIS TARBAWI ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Dosen Pengampu :                         Muchlis Anshori, S. ...