MAKALAH HADIS
TARBAWI
ASPEK KEJIWAAN DALAM
PROSES BELAJAR MENGAJAR
Dosen Pengampu :
Muchlis Anshori, S. Th.
I., M. Pd. I.
Disusun Oleh kelompok 7/ PAI/6J :
Irwanto 143111305
Retno Wiyanti F. 143111315
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2017
BAB
I
A.
Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah proses
transformasi pengetahuan menuju ke arah perbaikan, penguatan, dan
penyempurnaan semua potensi manusia. Oleh karena itu, pendidikan tidak mengenal
ruang dan waktu, ia tidak dibatasi oleh tebalnya tembok sekolah dan juga
sempitnya waktu belajar kelas. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat dan bisa
dilakukan di mana saja dan kapan saja manusia mau dan mampu melakukan proses pendidikan.
Agar tujuan sebuah pendidikan dapat tercapai,
ada banyak sekali aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan,
salah satunya adalah aspek kejiwaan atau psikologi baik itu dari sisi pendidik
maupun anak didik. Dalam psikologi dipelajari mengenai aspek-aspek yang timbul
dalam perkembangan proses pembelajaran yang dilaksanakan, yaitu mengenai
perkembangan peserta didik dilihat dari aspek kejiwaan peserta didik.
Islam dengan
sumber ajaran al-Qur'an dan hadits yang diperkaya penafsiran para ulama
ternyata menunjukkan dengan jelas berbagai masalah dalam bidang pendidikan yang
telah memberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itu
ajaran Islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang
wajib hukumnya baik pria maupun wanita yang berlangsung seumur hidup semenjak
dari buaian hingga ajal datang.
Dalam memahami
aspek kejiwaan dalam proses belajar mengajar, memiliki kedudukan penting dalam
pencapaian hasil yang digunakan sebagai input untuk perbaikan kegiatan
pendidikan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang aspek kejiwaan dalam proses
belajar mengajar, akan dipaparkan tentang pentingnya memahami aspek kejiwaan
dalam proses belajar mengajar yang berhubungan dengan hadis-hadis pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
hadits Rasulullah menjelaskan aspek psikologi dalam proses belajar
mengajar?
2.
Bagaimana
hubungan aspek psikologi dalam proses belajar mengajar?
C. Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui
hadits Rasulullah yang menjelaskan aspek psikologi dalam proses belajar
mengajar
2.
Mengetahui
hubungan aspek psikologi dalam proses belajar mengajar
BAB
II
A.
Hadis dan
Terjemah
عَنْ
اَبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمُئْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَ اَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ
الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ فِيْ كُلِّ خَيْرٍ . اَحْرَصَ عَلَى مَا يَنْفَعَكَ
وَاَسْتَعِنْ بِا اللهِ وَلَا تَحْزَنْ وَإِنْ اَصَابَكَ شَيْئٌ وَلَا تَقُلْ :
لَوْ اَنِّى فَعَلْتُ كَذَا وَ كَذَا وَكُنْ قُلْ : قَدَّرَ اللهُ وَمَا شَاءَ
فَعَلَ فَاِنْ لَوْ تُفَتَّحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ (رَوَاهُ مُسْلِمْ)
Artinya: Dari Abu Hurairah R.A berkata : Rasululullah SAW bersabda : “ Seorang
mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin
yang lemah, dalam semua kebajikan. Perhatikanlah dengan senang atas apa yang
memberikan manfaat kepadamu, dan mintalah pertolongan kepada Allah, dan
janganlah kamu lemah atau tidak berdaya, jika ada sesuatu yang menimpamu maka
janganlah kamu mengatakan : “Jika seandainya aku melakukan seperti ini maka
akan seperti itu, tetapi ucapkanlah : “Allah sudah menentukan, dan yang
dikehendaki Allah jadilah maka terjadi dilakukan. Maka sesungguhnya
kalimat “seandainya” adalah kalimat pembuka perbuatan setan” (H.R Muslim)
عَنْ
اَبِىْ النُّعْمَانْ بِنْ بَشِيْرْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَرَى الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ
تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَدِّهِمْ وَ تَعَافَتِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا الشْتَكَى
عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَّى (رَوَاهُ
الْبُخَارِىْ)
Artinya: “Dari Nu’man R.A, beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Ciri-ciri
orang mukmin dalam menyayangi, kecintaannya dan kasih sayangnya seperti anggota
badan apabila salah satu anggota badannya merasa sakit maka anggota badan yang
lainnya merasa gelisah dan cemas” (H.R Bukhori)
عَنْ
ابْنِ مَسْعُودْ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
جُعِلَةِ الْقُلُوْبُ عَلَى حُبِّ مَنْ اَحْسَنَ اِلَيْهَا . وَبَغْضُ مَنْ
اَسَاءَ اِلَيْهَا (رَوَاهُ الْبَيْهَقِ )
Artinya: “Dari Ibni mas’ud R.A, beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Hati
manusia itu lebih telah diciptakan menurut fitrahnya, yaitu mencintai orang
yang berbuat baik dan membenci orang yang berbuat jelek padanya. (H.R
Al-Baihaqi)
عَنْ
ابْنِ مَسْعُودْ قَالَ : إِنِّي أُخْبَرُبِمَكَانِكُمْ فَمَا يَمْنَعُنِيْ أَنْ
أَخْرُجَ اِلَيْكُمْ إِلَّا كَرَهِيَةٌ أَنْ أُمِلَّكُمْ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَخَوَّلَنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِيْ
الْاَيَّامِ مُخَافَةً السَّامَةِ عَلَيْنَا (رَوَاهُ الْبُخَارِى وَمُسْلِمْ )
Artinya: “Aku telah diberitahu (oleh Yazid bin Mu’awiyah) bahwa kalian telah menunggu. (Sebenarnya aku
telah mengetahui kedatangan kalian), tidak ada yang menghalangiku untuk menemui
kalian, kecuali karena aku khawatir kalian akan merasa bosan (belajar
kepadaku). Karena sesungguhnya Rasulullah SAW sendiri selalu memilih waktu yang
tepat dari hari-hari yang ada untuk menyampaikan pelajaran, lantaran khawatir
kami akan merasa jenuh.” (HR. Bukhori dan Muslim)
B.
Substansi Tema
1.
Pengertian Aspek Psikologi
Pendidikan
a.
Definisi Psikologi
Psikologi yang dalam istilah lama disebut ilmu jiwa itu berasal
dari kata bahasa inggris psychology. Kata psychology merupakan
dua akar kata yang bersumber dari bahasa Greek (Yunani), yaitu: 1) psyche
yang berarti jiwa; 2) logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah
psikologi memang berarti ilmu jiwa. Setidaknya ada beberapa macam definisi
psikologi yang berbeda satu sama lain, diantaranya:
§ Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the science off
mental life;
§ Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the science of mind);
§ Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of
behavior).
Namun, secara lebih
spesifik, psikologi lebih banyak dikaitkan dengan kehidupan organisme manusia.
Dalam hubungan ini, psikologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
berusaha memahami perilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu,
dan juga memahami bagaimana makhluk tersebut berpikir dan berperasaan
(Gleitman, 1986). Hal-hal yang tampak sederhana pun menjadi objek psikologi,
seperti mengapa kita tetap ingat cara mengendarai sepeda meskipun ttelah 20
tahun kita tidak memakainya, mengapa kita bicara, mengapa kita cinta, cemburu,
benci, dan sebagainya.
Alhasil, secara ringkas dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku
terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok, dalam
hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang,
barang, keadaan, dan kejadian yang ada di sekitar manusia.
b.
Definisi Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat
awalan me sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan member
latihan. Dalam memelihara dan member latihan diperlukan adanya ajaran,
tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (lihat Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1991: 232). Selanjutnya, pengertian “pendidikan”
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Dalam Bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari
kata educate (mendidik) artinya member peningkatan (to elicit, to
give rise to), dan megembangkan (to evolve, to develop). Dalam
pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau
proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.
Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai
sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
Sebagian orang memahami arti pendidikan sebagai pengajaran kerena pendidikan
pada umumnya selalu membutuhkan pengajaran. Jika penngertian seperti ini kita
pedomani, setiap orang melakukan perbuatan mengajar. Padahal, mengajar pada
umumnya diartikan secara sempit dan formal sebagai kegiatan menyampaikan materi
pelajaran kepada siswa agar ia menerima dan menguasai materi pelajaran
tersebut, atau dengan kata lain agar siswa tersebut memiliki ilmu pegetahuan.
Hal ini sejalan dengan tujuan nasional pendidikan di Indonesia, yaitu:
Beriman
dan bertaqwa terhadapTuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN/1989 Bab II Pasal 2).
c.
Definisi Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan adalah sebuah
subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan
yang berguna dalam hal-hal berikut.
1)
Penerapan
prinsip-prinsip belajar dalam kelas.
2)
Pengembangan
dan pembaruan kurikulum.
3)
Ujian
dan evaluasi bakat dan kemampuan.
4)
Sosialisasi
proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah
kognitif.
5)
Penyelenggaraan
pendidikan keguruan.
Secara lebih sederhana dan praktis psikologi pendidikan dapat
didefinisikan sebagai sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang
menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu anda melaksanakan tugas
sebagai seorang guru dalam psoses belajar-mengajar secara lebih efektif.
Tekanan definisi ini secara lahiriah hanya berkisar sekitar proses interaksi
antar guru-siswa dalam kelas. Adapun ruang lingkupnya, meliputi:
1)
Context
of teaching and learning (situasi atau
tempat yang berhubungan dengan mengajar dan belajar);
2)
Process
of teaching and learning
(tahapan-tahapan dalam mengajar dan belajar); dan
3)
Outcomes
of teaching and learning (hasil-hasil
yang dicapai oleh proses mengajar dan belajar).
Dengan demikian, berdasarkan definisi-definisi diatas dan diperkuat
dengan kenyataan sehari-hari, dapat dipastikan bahwa disiplin psikologi
pendidikan pada dasarnya mencurahkan perhatiannya pada perbuatan atau
tindak-tanduk orang-orang yang belajar dan mengajar. Oleh karenanya, psikologi
pendidikan mempunyai dua objek riset dan kajian.
1)
Siswa,
yaitu orang-orang yang sedang belajar, termasuk pendekatan strategi, faktor
yang mempengaruhi, dan prestasi yang dicapai.
2)
Guru,
yaitu orang-orang yang berkewajiban atau bertugas mengajar, termasuk metode,
mdel, strategi dan lain-lain yang berhubungan dengan aktivitas penyajian materi
pelajaran.
Ada beberapa hal penting yang dapat dipetik berkitan dengan psikologi pendidikan ini, diantaranya:
1)
Proses
perkembangan siswa
2)
Cara
belajar siswa
3)
Cara
menghubungkan mengajar dengan belajar
4)
Pengambilan
keputusan untuk pengelolaan PBM.
Aspek-Aspek Psikologi Yang Diperhatikan Dalam Pembelajaran
a.
Persepsi
Pada waktu anak lahir, anak belum dapat memusatkan matanya atau
mengamati obyek-obyek yang ada disekelilingnya. Pendengarannya kabur, karena
adanya lender didalamnya, rangsangan perasaannya dapat mempengaruuhinya, tetapi
tanggapan yang diberikan terhadap rangsangan itu berupa gerakan-gerakan yang
tidak ada artinya, reflek atau gerakan menarik diri. Makin lama dapat
memusatkan matanya, mendengar suara dan menjadi biasa memberikan tanggapan yang
tepat. Seorang anak terus tumbuh, penginderaannya dihubungkan satu sama lain.
Misalnya, suara dari perkataan ibu dihubungkan dengan
penglihatannya pada ibunnya, karena itu member arti pada anak. Apabila indera
terus bertumbuh, makin banyak rangsangan-rangsangan indera yang dihubungkan
dengan apa-apa yang telah diterima sebelumnya, hingga didapatnya lebih banyak
arti-arti inilah yang disebut persepsi. Persepsi yaitu penginderaan yang
menghasilkan arti, atau dapat dikatakan proses yang menyangkut masuknya pesan
atau informasi ke dalam otak manusia. Suatu proses yang bersifat menyebabkan
orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari
lingkungannya. Melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan
dengan lingkungannya.
b.
Berpikir
Berpikir adalah aktivitas jiwa yang
bertujuan untuk memecahkan suatu masalah atau problem, sehingga menemukan
hubungan-hubungan dan menentukan sangkut
pautnya. Dengan berfikkir itu kita dapat
menganalisis sebagai akibat, atau menghubung-hubungkan dan seterusnya. Lalu
kita menemukan hubungan-hubungan itu dan menentukan masalah yang sedang
dihadapi. Oleh karena itu berfikir merupakan fungsi jiwa yang dinamis yang
melalui suatu proses kearah tercapainya suatu tujuan tertentu yang akhirnya
menetapkan suatu keputusan. Dalam berfikir ini melalui beberapa proses :
1)
Pembentukan
pengertian
2)
Pembentukan
pendapat
3)
Pembentukan
kesimpulan
c.
Inteligensi
Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan
psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan cara yang tepat.[1]
Jadi, inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga
kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa
peran otak dalam hubungannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol daripada
peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol”
hamper seluruh aktivitas manusia. Tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ)
siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar
siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka
semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah
kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk meraih
sukses.
Setiap calon guru dan guru professional sepantasnya menyadari bahwa
keluarbiasaan inteligensi siswa, baik yang positif seperti superior
maupun yang negatif seperti borderline, lazimnya menimbulkan kesulitan
belajar siswa yang bersangkutan. Di satu sisi siswa yang cerdas sekali akan
merasa tidak mendapatkan perhatan yang memadai dari sekolah karena pelajaran
yang disajikan terlampau mudah baginya. Akibatnya, ia menjadi bosan dan
frustrasi karena tuntutan kebutuhan keinginahuannya (curiosity) merasa
dibendung secara tidak adil. Di sisi
lain, siswa yang bodoh sekali akan merasa sangat payah mengikuti sajian
pelajaran karena terlalu sukar baginya. Karenanya siswa itu sangat tertekan,
dan akhirnya merasa bosan dan frustrasi seperti yang dialami rekannya yang luar
biasa positif tadi.
d.
Minat
Secara sederhana, minat (interest)
berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Menurut Reber (1988), minat tidak ttermasuk istilah popular
dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor
internal lainnya, seperti: pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan
kebutuhan.
Namun terlepas dari masalah populer
atau tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat
mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi
tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika
akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, karena
pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan
siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang
diinnginkan. Guru dalam kaitan ini seyogiannya berusaha membangkitkan minat
siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinyadengan
cara yang kurang lebih sama dengan kiat membangun sikap positif seperti terurai
dimuka.
e.
Motivasi
Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme, baik
manusia ataupun hewan, yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam
pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk
bertingkah laku secara terarah. Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) motivasi intrinsik; 2) motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam
diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk
dalam motivasi intrinsic siswa adalah perasaan meyenangi materi dan
kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan
siswa yang bersangkutan.
Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari
luar individu siswayang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.
Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, suri teladan orang tua,
guru dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang
dapat menolong siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik
yang bersifat internal maupun yang yang bersifat eksternal, akan menyebabkan
kurang bersemangatnya siswa dalam
melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun
dirumah.
Dalam perspektif kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi
siswa adalah motivasi intrinsic karena lebih murni dan langgeng serta tidak
bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Dorongan mencapai prestasi
dan dorongan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan, umpamanya,
member pengaruh lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan
dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orang tua dan guru.
f.
Memori
Menurut Dr. Kohnstamm ingatan ialah
semua macam pekerjaan jiwa yang berhubungan didalam waktu. Hal ini berarti
bahwa kegiatan mengingat itu selalu berhubungan dengan masalah waktu lampau,
sekarang dan yang akan datang). Sedang William Stern berpendapat bahwa ingatan
sebagai hubungan pengalaman dengan masa yang lampau. Ini berarti bahwa
pengalaman yang terjadi pada waktu lampau yang telah melekat didalam jiwa
(kesadaran: mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya, dan intuisi)[2]
itu dapat dimunculkan kembali pada waktu sekarang. Disamping itu pendapat
secara umum mengatakan bahwa ingatan adalah kekuatan juwa untuk mencamkan atau
menerima, menyimpan dan mereproduksikan kembali kesan-kesan yang telah lampau.[3]
C. Analisis
Deskriptif
Dari beberapa hadis yang
sudah dipaparkan sebelumnya, dapat diketahui bahwa berkaitan dengan aspek
kejiwaan dalam proses belajar mengajar haruslah memperhatikan kedua pihak,
yakni peserta didik dan pendidik. Yang dimaksud dengan pendekatan emosional
atau keijiwaan disini adalah usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta
didik dalam memahami dan menghayati ajaran agama agar perasaannya bertambah
kuat terhadap Allah swt sekaligus dapat merasakan mana yang baik dan mana yang
buruk.[4]
Kemudian secara umum didalam hadis ini terdapat ajaran untuk
menghargai hak-hak orang Islam dan memotivasi mereka pula agar saling menolong,
mencintai, mengasihi dan menayayangi orang lain. Dengan demikian, hemat kata
penulis terkait dengan paparan yang sudah penulis sajikan, berkaitan dengan
hadis-hadis tentang aspek kejiwaan dalam proses belajar mengajar ini adalah
untuk menggugah perasaan setiap diri kita masing-masing untuk saling membantu
dan berusaha meringankan beban kesedihan yang dialami oleh orang lain yang
sedang ditimpa musibah. Karena dengan menanamkan rasa solidaritas dan sikap
mu’awwanah[5]
yang tinggi ini kita dapat menggugah emosi yang kita miliki. Apabila dipahami sebagai sebuah
tubuh, maka sikap saling mencintai dan saling menolong akan tumbuh.
BAB
III
Kesimpulan
Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah
proses belajar mengajar tentunya harus memperhatikan aspek kejiwaan (psikologi)
pendidik maupun peserta didik . Psikologi merupakan ilmu yang menyelidiki dan
membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu
maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini
meliputi semua orang, barang, keadaan, dan kejadian yang ada di sekitar
manusia.
Dari beberapa hadis yang sudah dipaparkan diatas, dapat diketahui
bahwa berkaitan dengan aspek kejiwaan dalam proses belajar mengajar haruslah
memperhatikan kedua pihak, yakni peserta didik dan pendidik. Yang dimaksud
dengan pendekatan emosional atau keijiwaan disini adalah usaha untuk menggugah
perasaan dan emosi peserta didik dalam memahami dan menghayati ajaran agama
agar perasaannya bertambah kuat terhadap Allah swt sekaligus dapat merasakan
mana yang baik dan mana yang buruk
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah B. Uno.
2012. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Mamun, Zahrudin. 2015. Hadis Tarbawy (Online:
mamunzahudin.blogspot.co.id/2015/05/bab-viii-aspek-kejiwaan-dalam-proses.html).
Diakses pada tanggal 27 maret 2017, pukul: 15.49.
Syah,
Muhibbin. 2006. Psikologi Pendidikan
Dengan Pendekatan Baru Edisi Revisi,. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
Umar, Bukhari.
2012. Hadis Tarbawy Pendidikan Dalam Perspektif Hadis. Jakarta: AMZAH.
s
[1]
Muhibbin Syah, 2006,
Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru Edisi Revisi, (Bandung: PT
REMAJA ROSDAKARYA, hlm. 133-135.
[2] Hamzah B. Uno,
2012, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi
Aksara), hlm. 86.
[3]
Mamun Zahrudin,
2015, Hadis Tarbawy
(mamunzahudin.blogspot.co.id/2015/05/bab-viii-aspek-kejiwaan-dalam-proses.html)
[4]
Bukhari Umar, 2012,
Hadis Tarbawy Pendidikan Dalam Perspektif Hadis, (Jakarta: AMZAH), hlm,
180.
[5]
Mu’awwaah
berarti menolong, membebaskan, dan menyelamatkan. Dengan demikian mu’awanah
adalah menolong/membantu untuk meringankan penderitaan kesukaran serta membantu
suapaya dapat melakukan sesuatu.