Tuesday, 28 July 2015

fungsi hadist terhadap al-Qur'an

FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN





Tugas ini disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ullumul Hadist
dengan Dosen Pengampu : Ali Mahsyar. M.pd.i
Disusun oleh :
Karimatul kamilah                   (143111322)
Irwanto                                   (143111305)
M. Komarrudin.                      (143111065)



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2014


Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
              Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya yang tiada terkira, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN”
            Tak lupa kami juga mengucapkan ribuan terimakasih kepada segenap keluarga yang telah banyak memberikan dukungan, kasih, kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun kepada langkah yang lebih baik lagi.
            Meskipun penulis berharap makalah ini terbebas dari kesalahan dan kekurangan namun, masih saja banyak kuranganya, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
            Akhir kata penulis berharap, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Surakarta,            Mei 2015
Penyusun



Daftar Isi
Kata pengantar                                                                                 i
Daftar isi                                                                                            ii
BAB I
A.  Latar Belakang                                                                             1
B.  Rumusan masalah                                                                        2
C.  Tujuan Masalah                                                                            2
BAB II
A.  Kehujjahan Hadist dari Al-Qur’an, Hadist, dan Ij’ma’               3
1.    Dalil dari Al-Qur’an                                                                  3         
2.    Dalil dari Hadist                                                                        5
3.    Dalil dari Ij’ma’                                                                         6
B.  Fungsi hadist terhadap Al-Qur’an                                               7
1.    Bayan Tafsiri                                                                             7
2.    Bayan Taqriri                                                                             8
3.    Bayan An-Naskh                                                                       9
4.    Bayan Tasyri’                                                                            9
BAB III
Kesimpulan                                                                                       10
Daftar Pustaka









BAB I
A.  Latar Belakang

Tatkala membahas Al-qur’an, kita mengemukakan bahwa kitab Allah ini bukan sekedar huruf petunjuk untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang muncul pada masa turunnya, dan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW beserta para pengikut beliau. Al-Qur’an merupakan sebuah uraian lengkap mengenai segala sesuatu yang perlu diketahui manusia, dan dihimpun dalam sebuah sistem, meskipun Al-Qur’an menegaskan mengenai dirinya sebagai kitab yang menerangkan segala sesuatu, tetapi tidak semua masalah disampaikan secara tuntas, sejak dari prinsip dasar sampai dengan operasionalisasinya. Rupanya Allah menetapkan untuk memfungsikan Rasul bukan sekedar membacakan kitabnya kepada umatnya, tetapi juga menerangkan isinya dan memberi contoh pengamalannya didalam kehidupan sehari-hari.
Karena itu sesudah Al-Qur’an kaum  muslimin menerima As-Sunnah, jalan atau tradisi Rasul. Jalan Rasul itu diberitakan secara beranting kepada umat, maka berita tentang akhlak dan sikap Rasulullah SAW itu dikenal sebagai Al-Hadist, yang makna harfiyahnya adalah “berita”. Sehubungan dengan itu Rasulullah menyatakan “Aku tinggalkan dua hal untuk kamu sekalian, maka kamu tidak akan tersesat apabila berpegang teguh pada keduannya, dua hal itu adalah Qur’an dan Sunnah. Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Turmidzi dikemukakan sabda beliau” Barang siapa mencintai sunnahlu berarti dia  mencintai aku maka kelak ia akan bersamaku sidalam syurga”. Sehingga dalam  makalah ini akan dibahas mengenai fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an.




B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Kehujjahan Hadist Dari Al-Qur’an, Hadist, Dan Ijma’?
2.    Apa Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur’an?

C.  Tujuan Penulisan
1.      Memahami Kehujjahan Hadist Dari Al-Qur’an, Hadist, Dan Ijma’
2.      Memahami Apa Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur’an

















BAB II
A.  KEHUJJAHAN HADITS DARI AL-QUR’AN, HADITS DAN IJMA’
Kehujjahan adalah akhir dari syura’ yang di jadikan tempat kembali bagi para Mujtahid untuk mengetahui suatu peristiwa yang di hadapinya. Para sahabat telah sepakat mmenetapkan wajibuul-I’ttiba’ (wajibnya ber I’tiba) terhadap Hadits, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah Rasulullah wafat.
Kehujjahan Para Shahabat dan Shahabiyah ini ketika Rasulullah masih hidup, para sahabat memiliki jiwa militant atau komitmen yang kuat terhadap amalan-amalan yang dilakukan Rasul. Mereka mengikuti betul apa yang dilakukan oleh Rasul, dan mematuhi setiap apa yang disampaikan beliau. Namun setelah Rasulullah wafat, mereka tidak menemukan ketentuan dalam Al-Qur’an tentang suatu perkara, merekapun juga menanyakan bagaimana ketentuannya dalam hadits. Hal itu ditanyakan oleh para sahabat kepada Abu Bakar, karena Abu Bakar ini dikenal meniru hampir semua amalan yang dilakukan Rasulullah SAW. Dan Abu Bakar ini, kalaupun tidak ingat akan suatu ketentuan dalam hadits, ia akan menanyakannya pula kepada Sahabat yang juga hampir meniru semua perilaku Rasulullah selain dirinya, yaitu Umar Bin Khattab. Dan semua Khulafaur Rasyidin dan para Tabi’in, tidak ada 1pun yang mengingkari perilaku Rasulullah dan mereka jadikan itu adalah ijma’, sebuah ketentuan bahwa ini dalah sunnah maupun ketetapan beliau.
1.    Dalil  dari Al-Qur’an
Al-Qur’an sendiri berhujjah tentang bagaimana kita untuk berhukum kepada Al-Hadits juga. Di bawah ini dalil atau firman yang menyatakan bahwa kita dianjurkan untuk berhukum juga terhadap Al-Hadits.
a.    Qs. Al-Ahzab : 36
$tBur tb%x. 9`ÏB÷sßJÏ9 Ÿwur >puZÏB÷sãB #sŒÎ) Ó|Ós% ª!$# ÿ¼ã&è!qßuur #·øBr& br& tbqä3tƒ ãNßgs9 äouŽzÏƒø:$# ô`ÏB öNÏd̍øBr& 3 `tBur ÄÈ÷ètƒ ©!$# ¼ã&s!qßuur ôs)sù ¨@|Ê Wx»n=|Ê $YZÎ7B ÇÌÏÈ  
Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akana ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telaha sesat, sesat yang nyata” (Qs. Al-Ahzab: 36)

b.    Qs. Al-Hujuraat: 1

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÏds)è? tû÷üt/ Äytƒ «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ììÏÿxœ ×LìÎ=tæ ÇÊÈ  


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al-Hujuraat: 1)

c.    Qs. Ali ’Imran: 32

ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# š^qß§9$#ur ( bÎ*sù (#öq©9uqs? ¨bÎ*sù ©!$# Ÿw =Ïtä tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÌËÈ  

Artinya: “Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Qs. Ali ’Imran: 32)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh kita untuk berpedoman kepada Al-Hadits juga. Seperti: An-Nisaa: 79, An-Nisaa: 80, An-Nisaa: 59, Al-Anfaal: 46, Al-Maa’idah: 92, An-Nuur: 63, Al-Anfaal: 24, An-Nisaa: 13-14, An-Nisaa: 60-61, An-Nuur: 51-52, Al-Hasyr: 7, Al-Ahzab: 21, An-Najm: 1 – 4, An-Nahl: 44 dll.

2.    Dalil  dari hadist
Hadis yang dijadikan sebagai hujjah juga sangat banyak sekali, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    “Aku tinggalkan pada kalain dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Alllah dan sunnahku.” (HR. Al-Hakim dan Malik)

b.   Saat Rasulullah SAW hendak mengutus Mu’az bin jabal untuk menjadi penguasa di Yaman, terlebih dahulu dia diajak dialog oleh Rasulullah SAW:
Rasul bertanya: “Bagaimana kamu menetapkan hukum bila dihadapkan kepadamu sesuatu yang memerlukan penetapan hukum?” 
Mu’az menjawab: “Saya akan menetapkan dengan kitab Allah SWT,”
Lalu Rasull bertanya: “Seandainya kamu tidak mendapatkanya dalam kitab Allah?”
Mu’az menjawab: “Dengan sunnah Rasulullah,” 
Rasull bertanya lagi: “Seandainya kamu tidak mendapatkanya dalam kitab Allah juga dalam sunnah Rasulullah?” 
Mu’az menjawab: “Saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri.” Maka Rasulullah menepuk-nepuk belakang Mu’az seraya mengatakan “Segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan urusan seorang Rasull dengan sesuatu yang Rasull kehendaki.”(HR. Abu Daud dan Al-Tarmidzi) 

c.    “Wajib bagi sekalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafa ar-sasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpagang tegulah kamu sekalian denganya.”(HR. Abu Daud dan Ibn Majah) 
Hadist-hadist diatas menjelaskan kepada kita bahwa seseorang tidak akan tersesat selamanya apabila hidupnya berpegang teguh atau berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.

3.    Dalil  dari ijmak
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman Rasulullah, sepeninggal beliau, masa Khulafaur Rosyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah ini:
1.    Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.
2.    Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.”
3.     Pernah ditanyakan kepad Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab, “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat sebagaimana kami melihat Rasulullah berbuat.”
Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa yang diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah Saw, selalu diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh umatnya.




B.  FUNGSI-FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN
Pada hakikatnya, Al-Qur’an menjadi hukum yag pertama, dan Al-Hadits adalah menjadi asas perundang-undangan setelah Al-Qur’an. Perbendaharaan Al-Hadits kepada Al-Qur’an tidak lepas dari 3 fungsi di bawah ini:
1. Bayan At-Tafsiri
Bahwa Hadits berfungsi memberikan perincian dan tafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Seperti contoh: perintah dalam mengerjakan sembahyang, membayar zakat, dan menunaikan haji di dalam Al-Qur’an yang tidak dijelaskan mengenai jumlah rakaatnay, dan bagaimana cara melaksanakan sembahyang atau shalatnya, tidak diperincikan juga mengenai nishab zakat, dan tidak dipaparkan cara beribadah haji. Dan semua ini dirincikan dan ditafsirkan di dalam hadits.
Seperti contoh:
ð  dalam Q.S Al-Maidah ayat 3
ôMtBÌhãm ãNä3øn=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ͍ƒÌYσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ ……..
Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, ……(Qs. Al-Maidah: 3)
ð  Dan dalam hadits membetulkan kemuthlakannya dan menjelaskan keharamanya, serta menjelaskan macam-macam bangkai dan darah.
اُحلّتل لنأ ميتتأن ود مان فأّمّا ا لميتتان الحوت والجراد وامّاالّدمان فالكبد والطحا ل  روه ابن مجه ولحاكم
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai, dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai itu ialah bangkai ikan air dan bangkai belalang, sedang dua macam darah itu ialah hati dan limpha.” (HR Ibnu Majah dan Hakim)
لأ يرثالمسلمالكافرولأالكافرالمسلم   روه لجاعم
Artinya: “Si muslim tidak boleh mewarisi harta si kafir dan si kafir pun ndak boleh mewarisi harta si muslim” (Riwayat Jama’ah)

b. Bayan At-Taqriri
Disini berarti bahwa Al-Hadits berfungsi untuk  menetapkan dan memperkuat hokum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an. Maka dalam hal ini kedua-duanya bersama-sama menjadi sumber hokum. Misal dalam Al-Qur’an ALLAH telah mengharamkan adanya perkataan dusta:
Kemudian Nabi Muhammad SAW menguatkan dalam haditsnya:
الأأنبّئكم بأكبرالكبائر؟قلنا:بلئ يارسولالله. قال:الأءشراك بالله وعقو قالوالدين وكان متّكئا فجلس فقال:ألأ وقول الزّور (بخر و مسلم)
Artinya:“Perhatikan.! Aku akan memberitahukan kepadamu sekalian sebesar-besarnya dosa besar.! Sahut kami: “baiklah, hai Rasulullah.” Beliau meneruskan sabdanya: “(1)musyrik kepada ALLAH, (2)menyakiti atau durhaka kepada orangtua” saat itu Rasulullah sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya bersabda lagi: “Awas.! Berkata atau bersaksi palsu”—dst—. ( Bukhari Muslim )


c. Bayan An-Nasakh
Disini artinya Hadits berfungsi untuk menetapkan hokum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini hokum atau aturan itu hanya berasaskan Al-Hadits semata-mata. Missal pada larangan berpoligamy seseorang terhadap wanita atau bibiknya. Seperti sabda:
انا لّله حرّم مناالرّضاعة ماحرّم من النّسب  متفق عليه
Artinya: “Sungguh ALLAH telah mengharamkan mengawini seseorang karena sepersusuan, sebagaimana hanya ALLAH telah mengharamkannya karena senasab.” (Bukhari Muslim)
d.   Bayan Tasyri’
Mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al Quran , atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja.
Ex:
“Bahwasahnya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitroh kepadaumat islam pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuam muslim.”(HR. Muslim)







BAB III
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, kehujjahan adalah ahir dari syura’ yang dijadikan tempat kembali bagi para mujtahid untuk mengetahui suatu peristiwa yang dihadapinya. Para sahabat telah sepakat menetapkan wajibbul I’tiba’ terhadap hadist. Baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun seteh Rasulullah wafat.
Dalil kehujjahan hadis dari Al-Qur’an diantaranya terdapat dalam surat Al-Ahzab: 36, Al-Hujjarat: 1, Al-Imron: 32, An-Nisaa: 79, An-Nisaa: 80, An-Nisaa: 59, Al-Anfaal: 46, Al-Maa’idah: 92, An-Nuur: 63, Al-Anfaal: 24, An-Nisaa: 13-14, An-Nisaa: 60-61, An-Nuur: 51-52, Al-Hasyr: 7, Al-Ahzab: 21, An-Najm: 1 – 4, An-Nahl: 44 dll.
Adapun fungsi hadist terhadap Al-Qur’an diantaranya sebagai bayan Taqrir (sebagai ketetapan), bayan Tafsir (sebagai penguat dan penafsiran), bayan Tabdil (sebagai penetap hukum yang tidak ada dalam Al-Qur’an0 dan sebagai Tasyri’.










Daftar Pustaka
Abuzuhri. 2011. “Hujjah Dari Al-Qur’an Dan Sunnah”. (online). (http://abuzuhriy.com/hujjah-dari-al-quran-dan-al-hadist-mengenai-as-sunnah/). Diakses tanggal 16 April 2015
Rahman, Fatchur. 1978. Ikhtishar Mushthalahul-Hadist. Bandung: PT. AL-MA’ARIF
Sulis. 2014. “Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum”. (online). (http://suliesjambie.blogspot.com/2014/01/kedudukan-hadist-sebagai-sumber-hukum.html

No comments:

Post a Comment

MAKALAH HADIS TARBAWI ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

MAKALAH HADIS TARBAWI ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Dosen Pengampu :                         Muchlis Anshori, S. ...