FUNGSI
HADIST TERHADAP AL-QUR’AN
Tugas ini disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ullumul
Hadist
dengan Dosen Pengampu : Ali Mahsyar. M.pd.i
Disusun oleh :
Karimatul kamilah (143111322)
Irwanto (143111305)
M. Komarrudin. (143111065)
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
SURAKARTA
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya yang tiada terkira, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN”
Tak
lupa kami juga mengucapkan ribuan terimakasih kepada segenap keluarga yang
telah banyak memberikan dukungan, kasih, kepercayaan yang begitu besar. Dari
sanalah kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun kepada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun
penulis berharap makalah ini terbebas dari kesalahan dan kekurangan namun,
masih saja banyak kuranganya, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir
kata penulis berharap, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta,
Mei 2015
Penyusun
Daftar Isi
Kata pengantar i
Daftar isi ii
BAB I
A.
Latar
Belakang 1
B.
Rumusan
masalah 2
C.
Tujuan
Masalah 2
BAB II
A.
Kehujjahan
Hadist dari Al-Qur’an, Hadist, dan Ij’ma’ 3
1.
Dalil
dari Al-Qur’an 3
2.
Dalil
dari Hadist 5
3.
Dalil
dari Ij’ma’ 6
B.
Fungsi
hadist terhadap Al-Qur’an 7
1.
Bayan
Tafsiri 7
2.
Bayan
Taqriri 8
3.
Bayan
An-Naskh 9
4.
Bayan
Tasyri’ 9
BAB III
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka
BAB I
A.
Latar Belakang
Tatkala membahas Al-qur’an, kita mengemukakan bahwa kitab Allah ini
bukan sekedar huruf petunjuk untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang muncul
pada masa turunnya, dan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW beserta para
pengikut beliau. Al-Qur’an merupakan sebuah uraian lengkap mengenai segala
sesuatu yang perlu diketahui manusia, dan dihimpun dalam sebuah sistem, meskipun
Al-Qur’an menegaskan mengenai dirinya sebagai kitab yang menerangkan segala
sesuatu, tetapi tidak semua masalah disampaikan secara tuntas, sejak dari
prinsip dasar sampai dengan operasionalisasinya. Rupanya Allah menetapkan untuk
memfungsikan Rasul bukan sekedar membacakan kitabnya kepada umatnya, tetapi
juga menerangkan isinya dan memberi contoh pengamalannya didalam kehidupan
sehari-hari.
Karena itu sesudah Al-Qur’an kaum
muslimin menerima As-Sunnah, jalan atau tradisi Rasul. Jalan Rasul itu
diberitakan secara beranting kepada umat, maka berita tentang akhlak dan sikap
Rasulullah SAW itu dikenal sebagai Al-Hadist, yang makna harfiyahnya adalah
“berita”. Sehubungan dengan itu Rasulullah menyatakan “Aku tinggalkan dua hal
untuk kamu sekalian, maka kamu tidak akan tersesat apabila berpegang teguh pada
keduannya, dua hal itu adalah Qur’an dan Sunnah. Dalam hadist lain yang
diriwayatkan oleh Turmidzi dikemukakan sabda beliau” Barang siapa mencintai
sunnahlu berarti dia mencintai aku maka
kelak ia akan bersamaku sidalam syurga”. Sehingga dalam makalah ini akan dibahas mengenai fungsi
Hadist terhadap Al-Qur’an.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Kehujjahan Hadist Dari Al-Qur’an, Hadist, Dan Ijma’?
2.
Apa
Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur’an?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Memahami
Kehujjahan Hadist Dari Al-Qur’an, Hadist, Dan Ijma’
2.
Memahami
Apa Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur’an
BAB II
A.
KEHUJJAHAN HADITS DARI AL-QUR’AN, HADITS DAN IJMA’
Kehujjahan
adalah akhir dari syura’ yang di jadikan tempat kembali bagi para Mujtahid
untuk mengetahui suatu peristiwa yang di hadapinya. Para sahabat telah sepakat
mmenetapkan wajibuul-I’ttiba’ (wajibnya ber I’tiba) terhadap Hadits, baik pada
masa Rasulullah masih hidup maupun setelah Rasulullah wafat.
Kehujjahan Para
Shahabat dan Shahabiyah ini ketika Rasulullah masih hidup, para sahabat
memiliki jiwa militant atau komitmen yang kuat terhadap amalan-amalan yang
dilakukan Rasul. Mereka mengikuti betul apa yang dilakukan oleh Rasul, dan
mematuhi setiap apa yang disampaikan beliau. Namun setelah Rasulullah wafat,
mereka tidak menemukan ketentuan dalam Al-Qur’an tentang suatu perkara,
merekapun juga menanyakan bagaimana ketentuannya dalam hadits. Hal itu
ditanyakan oleh para sahabat kepada Abu Bakar, karena Abu Bakar ini dikenal
meniru hampir semua amalan yang dilakukan Rasulullah SAW. Dan Abu Bakar ini,
kalaupun tidak ingat akan suatu ketentuan dalam hadits, ia akan menanyakannya
pula kepada Sahabat yang juga hampir meniru semua perilaku Rasulullah selain
dirinya, yaitu Umar Bin Khattab. Dan semua Khulafaur Rasyidin dan para Tabi’in,
tidak ada 1pun yang mengingkari perilaku Rasulullah dan mereka jadikan itu
adalah ijma’, sebuah ketentuan bahwa ini dalah sunnah maupun ketetapan beliau.
1.
Dalil dari Al-Qur’an
Al-Qur’an
sendiri berhujjah tentang bagaimana kita untuk berhukum kepada Al-Hadits juga.
Di bawah ini dalil atau firman yang menyatakan bahwa kita dianjurkan untuk
berhukum juga terhadap Al-Hadits.
a.
Qs. Al-Ahzab : 36
$tBur tb%x. 9`ÏB÷sßJÏ9 Ÿwur >puZÏB÷sãB #sŒÎ) Ó|Ós% ª!$# ÿ¼ã&è!qß™u‘ur #·øBr& br& tbqä3tƒ ãNßgs9 äouŽzσø:$# ô`ÏB öNÏdÌøBr& 3
`tBur ÄÈ÷ètƒ ©!$# ¼ã&s!qß™u‘ur ô‰s)sù ¨@|Ê Wx»n=|Ê $YZÎ7•B ÇÌÏÈ
Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki mu’min dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mu’min apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akana ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telaha sesat, sesat yang nyata” (Qs. Al-Ahzab: 36)
b.
Qs. Al-Hujuraat: 1
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÏd‰s)è? tû÷üt/ Ä“y‰tƒ «!$# ¾Ï&Î!qß™u‘ur (
(#qà)¨?$#ur ©!$# 4
¨bÎ) ©!$# ìì‹Ïÿxœ ×LìÎ=tæ ÇÊÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs. Al-Hujuraat: 1)
c.
Qs. Ali ’Imran:
32
ö@è% (#qãè‹ÏÛr& ©!$# š^qß™§9$#ur (
bÎ*sù (#öq©9uqs? ¨bÎ*sù ©!$# Ÿw =Ïtä† tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÌËÈ
Artinya:
“Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Qs. Ali ’Imran:
32)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh kita untuk
berpedoman kepada Al-Hadits juga. Seperti: An-Nisaa: 79, An-Nisaa: 80, An-Nisaa:
59, Al-Anfaal:
46, Al-Maa’idah:
92, An-Nuur:
63, Al-Anfaal:
24, An-Nisaa:
13-14, An-Nisaa:
60-61, An-Nuur:
51-52, Al-Hasyr:
7, Al-Ahzab:
21, An-Najm:
1 – 4, An-Nahl:
44 dll.
2.
Dalil dari hadist
Hadis
yang dijadikan sebagai hujjah juga sangat banyak sekali, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a.
“Aku
tinggalkan pada kalain dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang
teguh kepada keduanya, yaitu kitab Alllah dan sunnahku.” (HR. Al-Hakim dan Malik)
b.
Saat Rasulullah SAW hendak
mengutus Mu’az bin jabal untuk menjadi penguasa di Yaman, terlebih dahulu dia
diajak dialog oleh Rasulullah SAW:
Rasul bertanya: “Bagaimana kamu menetapkan hukum bila dihadapkan kepadamu sesuatu yang memerlukan penetapan hukum?”
Mu’az menjawab: “Saya akan menetapkan dengan kitab Allah SWT,”
Rasul bertanya: “Bagaimana kamu menetapkan hukum bila dihadapkan kepadamu sesuatu yang memerlukan penetapan hukum?”
Mu’az menjawab: “Saya akan menetapkan dengan kitab Allah SWT,”
Lalu Rasull
bertanya: “Seandainya kamu tidak
mendapatkanya dalam kitab Allah?”
Mu’az menjawab: “Dengan sunnah Rasulullah,”
Rasull bertanya lagi: “Seandainya kamu tidak mendapatkanya dalam kitab Allah
juga dalam sunnah Rasulullah?”
Mu’az menjawab: “Saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri.” Maka Rasulullah menepuk-nepuk belakang Mu’az seraya
mengatakan “Segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan urusan seorang
Rasull dengan sesuatu yang Rasull kehendaki.”(HR. Abu Daud dan Al-Tarmidzi)
c.
“Wajib
bagi sekalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah khulafa ar-sasyidin
(khalifah yang mendapat petunjuk), berpagang tegulah kamu sekalian denganya.”(HR.
Abu Daud dan Ibn Majah)
Hadist-hadist diatas menjelaskan kepada kita bahwa seseorang tidak
akan tersesat selamanya apabila hidupnya berpegang teguh atau berpedoman pada
Al-Qur’an dan Al-Hadist.
3.
Dalil dari ijmak
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala
ketentuan yang terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman
Rasulullah, sepeninggal beliau, masa Khulafaur Rosyidin hingga masa-masa
selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan
hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah ini:
1.
Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia
pernah berkata, “saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh
Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.
2.
Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia
berkata, “saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat
Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.”
3.
Pernah
ditanyakan kepad Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam
al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab, “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW
kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat
sebagaimana kami melihat Rasulullah berbuat.”
Masih banyak lagi
contoh-contoh yang menunjukkan bahwa yang diperintahkan, dilakukan, dan
diserukan oleh Rasulullah Saw, selalu diikuti oleh umatnya, dan apa yang
dilarang selalu ditinggalkan oleh umatnya.
B.
FUNGSI-FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN
Pada hakikatnya,
Al-Qur’an menjadi hukum yag pertama, dan Al-Hadits adalah menjadi asas
perundang-undangan setelah Al-Qur’an. Perbendaharaan Al-Hadits kepada Al-Qur’an
tidak lepas dari 3 fungsi di bawah ini:
1. Bayan At-Tafsiri
Bahwa Hadits
berfungsi memberikan perincian dan tafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Seperti
contoh: perintah dalam mengerjakan sembahyang, membayar zakat, dan menunaikan
haji di dalam Al-Qur’an yang tidak dijelaskan mengenai jumlah rakaatnay, dan
bagaimana cara melaksanakan sembahyang atau shalatnya, tidak diperincikan juga
mengenai nishab zakat, dan tidak dipaparkan cara beribadah haji. Dan semua ini
dirincikan dan ditafsirkan di dalam hadits.
Seperti contoh:
ð dalam Q.S Al-Maidah ayat 3
ôMtBÌhãm ãNä3ø‹n=tæ èptGøŠyJø9$# ãP¤$!$#ur ãNøtm:ur ̓̓Yσø:$# !$tBur ¨@Ïdé& ÎŽötóÏ9 «!$# ¾ÏmÎ/ ……..
Artinya: Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, ……(Qs. Al-Maidah: 3)
ð Dan dalam hadits membetulkan kemuthlakannya dan menjelaskan
keharamanya, serta menjelaskan macam-macam bangkai dan darah.
اُحلّتل لنأ ميتتأن ود مان فأّمّا ا لميتتان
الحوت والجراد وامّاالّدمان فالكبد والطحا ل روه ابن مجه ولحاكم
Artinya: “Dihalalkan
bagi kita dua macam bangkai, dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai itu
ialah bangkai ikan air dan bangkai belalang, sedang dua macam darah itu ialah
hati dan limpha.” (HR Ibnu Majah dan Hakim)
لأ يرثالمسلمالكافرولأالكافرالمسلم روه لجاعم
Artinya: “Si muslim tidak boleh mewarisi harta si kafir dan si kafir
pun ndak boleh mewarisi harta si muslim” (Riwayat Jama’ah)
b.
Bayan At-Taqriri
Disini berarti bahwa
Al-Hadits berfungsi untuk menetapkan dan
memperkuat hokum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an. Maka dalam hal ini
kedua-duanya bersama-sama menjadi sumber hokum. Misal dalam Al-Qur’an ALLAH
telah mengharamkan adanya perkataan dusta:
Kemudian Nabi Muhammad SAW menguatkan dalam haditsnya:
الأأنبّئكم بأكبرالكبائر؟قلنا:بلئ يارسولالله.
قال:الأءشراك بالله وعقو قالوالدين وكان متّكئا فجلس فقال:ألأ وقول الزّور (بخر و
مسلم)
Artinya:“Perhatikan.! Aku akan memberitahukan kepadamu sekalian
sebesar-besarnya dosa besar.! Sahut kami: “baiklah, hai Rasulullah.” Beliau
meneruskan sabdanya: “(1)musyrik kepada ALLAH, (2)menyakiti atau durhaka kepada
orangtua” saat itu Rasulullah sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya bersabda
lagi: “Awas.! Berkata atau bersaksi palsu”—dst—. ( Bukhari Muslim )
c. Bayan An-Nasakh
Disini artinya Hadits berfungsi untuk menetapkan hokum atau
aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini hokum atau
aturan itu hanya berasaskan Al-Hadits semata-mata. Missal pada larangan
berpoligamy seseorang terhadap wanita atau bibiknya. Seperti sabda:
انا لّله حرّم مناالرّضاعة ماحرّم من النّسب متفق عليه
Artinya: “Sungguh ALLAH telah mengharamkan mengawini seseorang karena
sepersusuan, sebagaimana hanya ALLAH telah mengharamkannya karena senasab.”
(Bukhari Muslim)
d. Bayan Tasyri’
Mewujudkan
suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al Quran , atau dalam
al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja.
Ex:
“Bahwasahnya
Rasulullah telah mewajibkan zakat fitroh kepadaumat islam pada bulan ramadhan
satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau
hamba, laki-laki atau perempuam muslim.”(HR. Muslim)
BAB
III
Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa, kehujjahan adalah ahir dari syura’ yang
dijadikan tempat kembali bagi para mujtahid untuk mengetahui suatu peristiwa
yang dihadapinya. Para sahabat telah sepakat menetapkan wajibbul I’tiba’
terhadap hadist. Baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun seteh Rasulullah
wafat.
Dalil kehujjahan hadis dari Al-Qur’an diantaranya terdapat dalam
surat Al-Ahzab: 36, Al-Hujjarat: 1, Al-Imron: 32, An-Nisaa: 79, An-Nisaa:
80, An-Nisaa:
59, Al-Anfaal:
46, Al-Maa’idah:
92, An-Nuur:
63, Al-Anfaal:
24, An-Nisaa:
13-14, An-Nisaa:
60-61, An-Nuur:
51-52, Al-Hasyr:
7, Al-Ahzab:
21, An-Najm:
1 – 4, An-Nahl:
44 dll.
Adapun fungsi
hadist terhadap Al-Qur’an diantaranya sebagai bayan Taqrir (sebagai ketetapan),
bayan Tafsir (sebagai penguat dan penafsiran), bayan Tabdil (sebagai penetap
hukum yang tidak ada dalam Al-Qur’an0 dan sebagai Tasyri’.
Daftar
Pustaka
Abuzuhri. 2011.
“Hujjah Dari Al-Qur’an Dan Sunnah”. (online). (http://abuzuhriy.com/hujjah-dari-al-quran-dan-al-hadist-mengenai-as-sunnah/). Diakses tanggal 16 April 2015
Rahman,
Fatchur. 1978. Ikhtishar Mushthalahul-Hadist. Bandung: PT. AL-MA’ARIF
Sulis. 2014. “Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum”. (online). (http://suliesjambie.blogspot.com/2014/01/kedudukan-hadist-sebagai-sumber-hukum.html
No comments:
Post a Comment