Saturday, 22 November 2014

pergumulan politik islam jawa

PERGUMULAN POLITIK ISLAM JAWA

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Budaya Lokal
 dengan Dosen Pengampu :
Nur Sidik, M.Hum
Disusun oleh :
Hasanudin                         (143111
Irwanto                             (143111305)
M. Sirrojuddin Annas       (143111304)



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2014




KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”PERGUMULAN POLITIK ISLAM JAWA”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Surakarta, 22 November2014




DAFTAR ISI
1.      Kata pengantar                                                                                       i
2.      Daftar isi                                                                                                 ii
3.      BAB I                                                                                                            
a.       Latar belakang                                                                                          1
b.      Rumusan masalah                                                                                     1
c.       Tujuan penulisan                                                                                      1
4.      BAB II                                                                                                           
a.       Sistim politik dalam perjalanan sejarah politik di Jawa                            2         
b.      Struktur sosial masyarakat di kerajaan bercorak Islam                             4         
c.       Sistim politik di Jawa                                                                                6         
d.      Perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa                                       7
5.      BAB II
a.       Kesimpulan                                                                                               12
b.      Penutup                                                                                                     12
6.      Daftar Pustaka                                                                                        13





BAB I
A.    LATAR BELAKANG
Kehidupan masyarakat jawa di pengaruhi oleh berbagai macam factor keadaan yang membawa mereka kedalam permasalahn-permasalahan yang berbau permusuhan. Perlawanan, pertentangan dan di pengaruhinya mereka dengan masuhnya berbagai agama masuk ke pulau jawa sehingga mereka harus memilih di antara agama-agama tersebut dan yang akhirnya mayoritas mereka memilih agama islam sebagai agama yang mereka anut sampai sekarang ini, bahkan politikpun di mulai dengan pergerakan agama islam yaitu dengan munculnya gerakan-gerakan partai islam hingga sekarang ini.
B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana sistim politik dalam perjalanan sejarah politik di Jawa?
2.      Bagaimana struktur sosial masyarakat di kerajaan bercorak Islam?
3.      Bagaimana sistim politik di Jawa?
4.      Bagaimana perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa?

C.    TUJUAN PENULISAN

1.      Mengetahui sistim politik dalam perjalanan sejarah politik di Jawa.
2.      Mengetahui struktur sosial masyarakat di kerajaan bercorak Islam.
3.      Mengetahui sistim politik di Jawa.
4.      Mengetahui perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.



BAB II
A.    SISTIM POLITIK DALAM PERJALANAN SEJARAH POLITIK DI JAWA
Menurut Legge agama Islam menjadi menarik bagi kota-kota pesisir dari dua segi. Di situ pihak sebagai lambang perlawanan sebagai majapahit, di lain pihak. Karena agama islam merupakan alternatif dari keseluruhan pandangan dunia hindu. Islam membawa manusia berhadapan muka dengan Allah tanpa adanya imamat atau ritual yang ruet. Islam mempunyai satu ajaran kesamaan yang sangat ampuh untuk mencairkan tatanan hirarkis masyarakat majapahit.
Pada tahun 1526 Bantam, Jawa Barat, memeluk agama Islam dan berkembang menjadi Negara yang kuat. Pada waktu yang sama Demak, Jawa Tengah yang pada tahun 1511 M telah menjadi kesultanan,  menjadi kekuasaan utama pesisir Utara Jawa. Di hadapkan dengan pilihan antara kaum Portugis dan agama Kristiani, atau Demak dan Agama Islam, pangeran-pangeran Hindu Pedalaman Jawa memilih yang kedua.
Dengan di terima agama islam, kraton-kraton di pedalaman Jawa sekali lagi lebih unggul terhadap kesultanan-kesultanan di pesisir Utara. Pada akhir abad ke XIV senopati dari Mataram berhasil memperluas pengaruhnya sampai ke Kediri. Beberapa tahun kemudian Demak di taklukan Agung cucu senopati, menghancurkan kota-kota perdagangan pesisir Utara dan menaklukan Kepulauan Jawa, kecuali Batam dan Blambangan di ujung utara pulau Jawa. Penghancuran kota-kota perdagangan di pulau jawa Utara oleh Mataram mempercepat kematian perdagangan-perdagangan Jawa antar pulau yang bagaimanapun juga sudah sangat terdesak Oleh VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie)[[1]].  Jawa Tengah dengan mentalitas Politiknya yang terarah kedalam kembali menjadi pusat kehidupan politik, budaya, dan ekonomi Jawa.
Selama 150 tahun berikutnya kekuasaan Mataram terus menyusut. Perselisihan pendapat memecah belahkan kerajaan, mengakibatkan kraton beberapa kali pindah dan hampir tak terasa membawa VOC belanda yang sejak tahun 1619  bermukim di Jakarta keposisi yang semakin besar karena bantuannya selalu di minta oleh pangeran-pangeran yang berkelahi. Lama-kelamaan Belanda mengambil alih hampir seluruh Jawa timur dari kerajaan Mataram. Mataram hanya memiliki kekuasaan yang terbatas dalam satu wilayah yang luasnya kurang lebih 10.000 kilometer persegi hanya pemerintahan Hamengkubuwono IX di Yogyakarta yang masih mempunyai arti politik. Sebagai penghargaan atas perang kemerdekaan, beliau di angkat sebagai kepala daerah dan wakilnya Paku Alam. Pada waktu itu hampir seluruh pulau jawa beragama Islam tetapi dengan intensitas yang berbeda. Pusat islam yang paling besar adalah kota-kota pesisir utara. Terdapat kampung-kampung santri. Walaupun kraton resmi memeluk agama Islam tetapi dalam tradisi Hindu-Jawa lebih menonjol.
Pada akhir abad XIX situasi itu mulai berubah. Sementara itu, tanah jawa seluruhnya di kuasai oleh Belanda. Sejak permulaan Cuturstelsel Rakyat di desa  semakin tertekan secara ekonomis karena belanda dalam rangka politik Indirect  menyerahkan pelaksanaan penarikan upeti kepada elit-elit priyayi dalam negri, elit itu dalam pandangan masyarakat di hubungkan dengan penjajah, juga lurah, kepala desa, semakin  menjadi pemerintah kolonial terhadap warga desa. Barangkali identifikasi elite-elite pribumi dengan kekuasaan penjajah menjadi salah satu alasan mengapa pengaruh-pengaruh kiyai-kiyai dan ulama’ sejak semula musuh kaum penjajah yang paling tak terdamaikan. Di lain pihak, hubungan yang semakin besar dengan Negara-negara Timur Tengah,terutama sesudah pembukaan terusan Suez yang mengakibatkan suatu gerakan pembaharuan dalam agam Islam Indonesia sendiri. Kemurnian agama Islam semakin di ragukan. Mistik Jawa yang memang heterodoks tetapi memandang diri sebagai ungkapan keagamaan Islam lagi. Dengan sendirinya polarisasi antara aliran kebudayaan santri dan yang tetap berpegang pada aliran jawa semakin terasa. Maka  kaum priyayi dan rakyat jawa semakin menyadari ke khasan kejawaan dan mulai menghidupkan budaya masa lampau sampai saat ini hanya menjadi ungkapan dua sikap yang memang berbeda.
Tendensi itu masih diperkuat oleh gerakan kebangitan nasional pada abad XX. Organisasi nasional yang masih belum bersifat politik, Budi Utomo , dari Tahun 1908 bertujuan memajukan cita-cita kebuayaan jawa. Pada tahun 1913 M di bentuk pengelompokan politik pertama denagan nama Sarekat Islam. Dalam waktu sepuluh tahun dalam kelompok SI terjadi konfrontasi antar ormas yang berpedoman agama Islam dengan komunis. Dan akhirnya faham komunis memisahkan diri. Sejak itu politik Indonesia berkembang menurut garis Islam dan abangan. Pasca kemerdekaan, polarisasi itu berapa kali mengakibatkan krisis-krisis yang berat. Sejak semuala muncul sistem-sistem Islam radikal yang menolak Indonesia yang baru  lahir sebagai kafir. Pada tahun 1950 M kelompok itu di bawah pimpinan Kartosuwiryo, orang asal jawa timur  memulai pemberontakan di bawah bendera Darul Islam di Jawa Barat yang meluas ke Aceh dan Sulawesi Selatan. Betapa mendalam perbedaan antara kelompok-kelompok yang berpedoman jawa dan berpedoman islam dalam masyararakat jawa dapat diamati oleh Clifford Geertz dan Robert Jay pada waktu meraka mengadakan penelitian di jawa timur pada permulaan tahun lima puluhan. Jay menceritakan bagaimana mereka dalam desa taman sari tempat dia tinggal, dua dukuh di sebelah barat laut beraliran Islam ortodoks dan timur dan selatan beraliran Jawa. Padahal dukuh ini masih satu kompleks perumahan sebesar dua kali satu kilometer. Hubungan antara dua desa itu sangat jelek sehingga penduduk desa yang bergaul dengan rekan-rekan kedua belah pihak dan orang-orang yang ingin perggi ke kota lebih baik melewati jalan yang jauh daripada melewati jalan dukuh terssebut. Dua puluh tahun yang lalu koentjaraningrat menulis tentang adanya dua subkultur dengan pandangan dunia ,nilai-nilai dan orientasi-orientasi yang berlawanan didalam keseluruhan kebudayaan jawa.
B.     STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DI KERAJAAN BERCORAK ISLAM
Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, kehidupan masyarakat mengalami pertumbuhan lebih cepat di daerah pesisir. Daerah pesisir berkembang menjadi suatu perkotaan. Hal ini terjadi disebabkan di daerah pesisir tumbuh perdagangan. Perdagangan di pesisir dapat tumbuh karena daerah pesisir merupakan daerah titik temu lalu lintas. Lalu lintas terjadi, baik antarpulau yang dihubungkan melalui laut maupun dari pedalaman yang biasanya dihubungkan dengan sungai. Keterikatan daerah pedalaman atau pedesaan sangat tinggi terhadap daerah pesisir. Struktur masyarakat yang terbentuk pada masa penyebaran Islam meliputi,sebagai berikut:
1. Golongan Raja dan Keluarganya
Raja dan keluarganya merupakan golongan tertinggi dalam struktur masyarakat. Mereka mendapatkan kedudukan yang terhormat di mata  masyarakat. Kompleks keraton merupakan tempat tinggal raja. Raja mengendalikan kekuasaan atau pemerintahan di ibu kota kerajaan yang biasanya tempat di mana keraton tersebut berdiri. Keluarga raja termasuk dalam kelompok bangsawan. Keluarga raja memiliki nama-nama khusus, misalnya priyayi merupakan sebutan untuk keluarga kerajaan di Mataram, dan kadang haji untuk sebutan keluarga raja di Kalimantan.                                                                                                            
Keistimewaan keluarga raja dapat pula disebabkan oleh pendidikan yang mereka peroleh. Pada umumnya keluarga kerajaan mendapatkan pendidikan yang lebih baik dibanding masyarakat umum. Cara pendidikan yang dilakukan raja yaitu memanggil guru khusus ke keraton untuk mendidik anaknya. Selain itu, pendidikan dilakukan juga dengan cara raja mengirim putranya untuk mengikuti pendidikan di luar atau di tempat-tempat khusus, misalnya tempat pendidikan agama. Hal tersebut dilakukan misalnya Pangeran Arya putra raja Banten dididik oleh Ratu Kalinyamat di Jepara.
2. Golongan Elite
Selain golongan raja dan keluarganya yang termasuk golongan tinggi, terdapat pula golongan yang memiliki kedudukan tinggi dan terhormat di mata masyarakat yaitu golongan elite. Kelompok masyarakat yang termasuk ke dalam golongan elite yaitu bangsawan, tentara, kaum keagamaan, dan pedagang. Golongan elite di Kerajaan Mataram disebut kaum priyayi. Mereka ini biasanya merupakan pejabat pemerintahan. Pengangkatan pejabat pemerintahan dilakukan oleh raja. Jabatan pemerintahan bisa berasal dari kalangan keluarga raja sendiri atau orang luar, bahkan ada yang diangkat dari bangsa asing. Pengangkatan orang luar biasanya dilakukan oleh raja karena raja memandang orang luar tersebut sangat layak untuk memangku jabatan yang diberikannya. Jabatan yang diberikan kepada orang asing misalnya jabatan Syahbandar[[2]]. Dalam beberapa contoh pengangkatan orang asing menjadi Syahbandar terjadi seperti orang India menjabat syahbandar di Kerajaan Aceh, orang Cina di Selebar, orang Cina dan Gujarat di Banten, orang Belanda di Cirebon, dan orang Aceh di Kutai. Para pedagang memiliki kedudukan penting pula dalam struktur masyarakat pada kerajaan Islam. Peran padagang sangat penting karena mereka sangat menentukan terhadap aktivitas perdagangan kerajaan. Sedangkan kebesaran dan kekuatan kerajaan tersebut sangat tergantung kepada perdagangan. Di Aceh misalnya para pedagang disebut dengan sebutan orang kaya.
3. Golongan non elite
Golongan ini merupakan golongan rendah yaitu golongan rakyat banyak. Dalam struktur masyarakat di Jawa, golongan ini disebut dengan sebutan wong cilik. Adapun yang termasuk golongan ini yaitu petani, nelayan, para tukang. Kehidupan mereka biasanya sangat bergantung pada golongan elite. Misalnya di Jawa, ada sekelompok petani yang pekerjaannya menjadi penggarap tanah yang dimiliki oleh golongan bangsawan.
4. Golongan hamba sahaya atau budak
Golongan ini merupakan golongan paling rendah dalam struktur masyarakat. Kehidupan mereka sangat ditentukan oleh orang lain, dengan kata lain mereka hidupnya tidak merdeka. Golongan budak dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena tawanan perang, dan tidak mampu membayar utang. Pada masa lalu, sering terjadi perang antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok yang lainnya. Kelompok yang kalah perang biasanya menjadi tawanan yang kemudian dijadikan budak. Mereka harus menghamba kepada kelompok yang mengalahkannya. Ada pula, perbudakan terjadi ketika seseorang tidak mampu membayar utang. Sebagai pengganti pembayaran utang, maka orang yang mengutang tersebut akan menjual dirinya atau anggota keluarganya untuk menghamba atau menjadi budak kepada orang yang memberikan utang. Seorang budak dapat berpindah dari seorang pemiliknya kepada yang lain. Pemindahan kepemilikan budak ini biasanya dilakukan melalui proses perdagangan.
C.    SISTIM POLITIK DI JAWA
Secara administratif, desa di Jawa disebut kelurahan yang dikepalai oleh seorang lurah (istilah untuk daerah lainnya adalah : petinggi, bekel, glondongan, dan sebagainya). Kelompok desa (15 sampai 25 desa) membentuk suatu kesatuan administratif yang disebut kecamatan. Kecamatan ini dikepalai seorang pamong praja yang disebut camat. Di bawah kabupaten ada kesatuan daerah yang disebut kawedanan yang dikepalai seorang wedanan. Sebuah kawedanan terdiri dari beberapa kecamatan. Namun, tidak di setiap daerah ada kawedanan.
Di dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, kepala desa dan pembantunya (pamong desa) mempunyai dua tugas pokok, yaitu tugas kesejahteraan desa dan tugas kepolisisan untuk memelihara ketertiban desa. Lurah dipilih dari dan oleh penduduk desa sendiri sesuai dengan ketentuan-ketentuan memilih dan dipilih yang berlaku.
Untuk memelihara dan membangun desa, para pamong desa di Jawa sering meminta bantuan penduduk desa untuk bekerja sama dalam gugur gunung atau kerik desa. Dengan cara ini, mereka membuat, memperbaiki, atau memelihara jalan-jalan desa, jembatan-jembatan, bangunan sekolah, balai desa, menggali saluran air,  merawat makam desa, mesjid atau surau, dan mengadakan upacara bersih desa.
D.    PERKEMBANGAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA
1.  Kerajaan Demak
Penyebaran agama islam di jawa harus berhadapan dengan dua jenis lingkungan budaya istana (majapahit ) yang telah menjadi canggih dengan mengolah unsur-unsur hinduisme, dari pengalaman sejaarah di jawa islam sulit menembus lingkungan budaya jawa pada lingkungan istana yang telah canggih dan halus itu, bahkan raja Majapahit menolak ajaran Islam pada waktu itu, sehingga agama islam sulit masuk pada ingkungan istana. Oleh karena itu para penyebar agama pada waktu itu lebih memfokuskan pada masyarakat pedesaan yang bisa menerima secara penuh ajaran Islam sebagai peningkatan budaya intelektual mereka maka masyarakat pesisir sangat menghormati para kiyai bahkan kyai ini di pandang sebagai  wali karena ilmu laduniyahnya maka guru-guru tarekat dan guru-guru pesantren ini di sebut sebagai raja-raja lokal bahkan diantaranya menjelma menjadi kesultanan yakni Demak, Surabaya dan lain sebagainya.
Dengan mengalirnya kitab yang berabahasa arab maka berdirilah pondok-pondok pesantren yang masih ada hingga dewasa ini. Jika di perhatikan penyebaran islam di Demak ini berhadapan dengan etentitas budaya antara lain, lingkungan masyarakat awam masih kental denagan ajaran animisme dan dinamisme dan juga di lingkungan kerajaaanyang masih menganut agama hindu dan budha. Kehidupan Politik Lokasi kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan perdagangan antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah (1500-1518 M). Pada masa pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511. Kehadiran Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pada tahun 1513 M Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. Serangan Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus (1518 -1521 M), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis kekurangan makanan. Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1546 M), karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur.
2.  Kerajaan Pajang
Jaka Tingkir di sahkan sebagai raja pertama oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia memerintahkan agar semua benda pusaka Demak di pindah ke Pajang. Sehingga ia memindah pusat kekerajaan dari pesisir ke pedalaman.
Pada masanya, kekuasaannya diperluas sampai tanah pedalaman ke arah timur hingga daerah Madiun. Setelah itu secara berturut-turut ia menundukkan Blora dan Kediri. Sehingga ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Islam dari raja-raja terpenting yang berada di Jawa Timur.
Setelah Sultan Adi Wijaya itu wafat, kemudian di gantikan oleh oleh menantunya, Aria Pangiri. Sementara itu, anak Sultan Adi Wijaya, Pangeran Benawa, di jadikan penguasa di Jipang. Akan tetapi, anak muda ini tidak puas dengan nasibnya berada di lingkungan yang masih asing baginya. Dan akhirnya Pangeran Benawa meminta bantuan kepada senopati, penguasa Mataram, untuk mengusir raja Pajang yang baru itu. Pada tahun 1588 M, usahanya telah berhasil. Sebagai rasa terima kasih, Pangeran Benawa menyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada Senopati. Akan tetapi Senopati menolaknya karena keinginannya untuk tetap tinggal di Mataram. Mataram pada waktu itu memang masih dalam proses menjadi sebuah kerajaan yang besar. Pangeran Benawa akhirnya di kukuhkan menjadi raja Pajang, tetapi berada di bawah perlindungan kerajaan Mataram. Dan sejak itulah, Pajang sepenuhnya menjadi berada di bawah kekuasan Mataram.
Masa kerajaan Pajang berakhir pada tahun 1618. Pada waktu itu, kerajaan Pajang memberontak terhadap Mataram yang masih di pegang oleh Sultan Agung. Sampai pada akhirnya Pajang dihancurkan.

3.   Kerajaan Mataram
Kerajaan mataram secara umum berkuasa sejak 1575 M sampai sekarang, dengan berbagai perkembanganya. Dengan demikian telah berkuasa empat abad lebih perkembangan yang cukup mencolok adalah paska perjanjian Gianti dimana kerajaan mataram terbelah menjadi dua, yaitu kasunan Surakarta dan Kesultanan Surakarta dengan gelar spesifiknya  Pakubuana dan Kraton Mangkubuana dengan gelar khusus Mangubuana .kesultanan Yogyakarta juga terbelah menjadi dua yakni kesultanan dengan gelar Hamengkubuana dan Pakubuana.
Kerajaan Mataram hampir  seluruh masanya selalu mendapat pengaruh  politik VOC. Pengaruh asing terhadap kerajaan di Jawa hal ini terjadi karena VOC telah membantu mataram dalam menumpas pemberontakan yang di lakukan oleh Tarunajaya atas jasa VOC maka raja Mataram memberikan kemudahan kepada Belanda  yaitu membangun benteng di sekitar kerajaan. Mataram sangat percaya kepada Belanda. Justru malah Belanda menjadi musuh dalam selimut.
Pengaruh VOC sangat terliht yaitu denagan penurunan tahta raja yang semula derajat raja dan sunan sejajar dengan raja Belanda di turunkan menjadi bawahan yang harus taat kepada Belanda.
Selain itu belanda juga mengurangi wilayah penghasilan Mataram sehingga kemakmuran raja berkurang dan rakyat menderita. Perlu di ketahui bahwa walaupun pada masa awal Mataram sudah terjadi integrasian antara kebudayaan  Jawa dan Islam, namun Islam  masih menjadi agama resmi Mataram. Kondisi tersebut di anggap cermat oleh parapujangga istana.pada masa ini Islam masih menentukan perjalanan sejarah Jawa, symbol-simbol Islam masih  melekat pada budaya kraton, dari gelar raja sampai tata kota kerajaan dan tradisi. Maka tidak salah apabila dalam karya sastra muncul berbagai upaya islamisasi.
Bnyak pengarang di masa itu antara lain sastra Gending karya sultan Agung  ia merupakan raja yang patuh dan taat kepada  hokum islam. Karya itu berisi pentingnya kedua ajaran berjalan seiring.sultan Agung juga yang merubah kalender jawa.sebelum itu kalender saka (kalender dari kebudayaan hindu) masih di pakai dalam lingkungan kraton. Kini dig anti dengan kalender komariyah dengan bulan-bulan islam tetapi masih menggunakan  perhitungan tahun masih menggunakan perhitungan jawa.
Karya yang cermanan jawanya masih kental dan nuansa islamnya juga masih kental yaitu karya pakubuana IV (1788-1820 M) yang mengarang serat “wulang reh”[[3]]  serat ini menekankan pentingnya pembedaan status social  misalnya agung dan asor. Dan lain sebagainya
4.  Kerajaan Cirebon
Pendiri kerajaan ini adalah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Tapi tidak ada kepastian ia membuat keraton besar disana. Karena Syarif Hidayatullah masih bertempat di Banten. Sementara Cirebon di serahkan kepada anaknya, Paserayan. Baru setelah Paserayan wafat, Syarif Hidayatullah berpindah ke Cirebon.
Pada tahun 1570 M, Syarif Hidayatullah wafat. Dan digantikan oleh Pangeran Ratu. Namun pada paruh ke dua abad XVII, mulai ada perpecahan-perpecahan wilayah yang masingg-masing mempunyai kekuatan sendiri.
Pada masa kerajaan Cirebon bidang kesastraan telah berkembang dan sangat memikat perhatian. Seperti adanya nyanyian islam yang disebut suluk yang mengandung mistik.
Pada akhirnya tahun 1527 kerajaan di serahkan kepada kumpeni (VOC). Sehingga wilayah-wilayah kerajaan Cirebon yang terpecah-pecah itu menjadi dibawah kepemerintahan kolonial Belanda.

5.  Kerajaan Banten
Pada masa kerajaan Demak, sultan Trenggana mengutus Syarif Hidayattullah untuk menaklukan kerajaan Hindu di Pajajaran. Setelah itu diberikanlah wilayah banten itu kepadanya. Sehingga ia sekaligus mendirian kerajaan Banten pada tahun 1524.
Pada tahun 1527, di bawah Sultan Hasanudin yang juga merupakan salah satu pendiri kerajaan Banten telah menduduki kota pelabuhan Sunda Kelapa yang sekarang disebut Kota Jakarta. Yang mana peristiwa ini menggagalkan usaha kontak perjanjian bangsa Portugis dengan raja Sunda.
Setelah meninggalnya Sultan Hasanudin, kerajaan dipimpin oleh  puteranya, Maulana Yusuf. Pada masanya, ia dapat menaklukan kerajaan Pakuwan. Setelah ia wafat, pimpinan kerajaan di ganti oleh adiknya, Maulana Muhammad. Akan tetapi pada umur 25 tahun, ia wafat dan di gantikan oleh puteranya, Abdul Kadir yang masih berusia beberapa bulan. Dan akhirnya Banten diperintah oleh yang lebih tua sebagai walinya. Ternyata, soal perwalian ini menjadi perebutan dan perselisihan. Sampai akhirnya terdapat orang kuat yang bernama Pangeran Rana Manggala yang dapat mengendalikan pemerintahan dari tahun 1608 – 1624. Titik lemah kerajaan Banten ini ketika saat dalam perebutan penggantian wali, sehingga ini memberi kesempatan kepada kapal – kapal Belanda dan Inggris yang tiba di Banten. Pada tahun 1619, Jakarta direbut Belanda. Dan pada abad XVII menghawatirkan serangan-serangan dari kerajaan-keajaan lain. Sehingga kekuasaan Belanda di Jakarta membawa keamanan bagi raja-raja Banten.




BAB III

A.    KESIMPULAN
Politik islam di jawa sangat terlihat sekali dengan adanya perjalanan sejarah yang terlihat dengan masuknya agama-agama yang dikombinasikan dengan kebudayaan jawa.  masuknya agama ke dalam kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa  dan di pengaruhinya oleh colonial belanda yang memanfaatkan kesempatan itu untuk meluaskan wilayah jajahannya. dengan berpura-pura baik kepada sebagian sultan-sultan terutama pada masa kerajaan Mataram. Kerajaan islam yang di pulau jawa antara lain kerajaan Demak, kerajaan Pajang, kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten. Dan timbulnya Partai politik yang pertama adalah Partai politik islam yaitu Sarekat islam. Yang hingga sekarang ini berkembang masih berkembang di Indonesia.

B.     PENUTUP
Sekian makalah yang dapat kami buat, kami sangat menyadari keterbatasan kami sebagai manusia yang tentunya berpengaruh pada hasil karya kami. Oleh karena itu, apabila karya kami ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada segenap pembaca. Semoga makalah kami ini bermanfaat serta dapat menambah wawasan para pembaca dan kami juga berharap makalah ini dapat diterima sebagai pemenuhan nilai tugas dan pembelajaran. Terima kasih atas perhatian dan partisipasinya.







DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2013. “Struktur Sosial Masyarakat dan Sistim Hubungan Pusat dan Daerah di Kerajaan Bercorak Islam” (online), (http://sejarah.forumid.net/t22-struktur-sosial-masyarakat-dan-sistem-hubungan-pusat-dan-daerah-di-kerajaan-bercorak-islam, di akses tanggal 21 November 2014)
Muhaimin, Abdul dan Ahmad Amin. 2014. “Interelasi Nilai Jawa dan Islam dalam Bidang Politik” (online), (http://sidulemen.blogspot.com/2014/06/interalisasi-nilai-jawa-dan-islam-dalam.html, di akses tanggal 21 November 2014)

Muhajirin. 2012. “Sistim Politik dalam Sejarah Perkembangan di Jawa” (online), (http://poliik-jawa.blogspot.com/, di akses tanggal 20 november 2014)






[1] . Adalah Kongsi Perdagangan Hindia Timur yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah persekutuan  dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia
[2]. Adalah  pegawai negeri yg mengepalai urusan pelabuhan
[3] . adalah karya sastra berupa tembang  macapat karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta

No comments:

Post a Comment

MAKALAH HADIS TARBAWI ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

MAKALAH HADIS TARBAWI ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Dosen Pengampu :                         Muchlis Anshori, S. ...