PERGUMULAN
POLITIK ISLAM JAWA

Tugas ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Budaya Lokal
dengan Dosen Pengampu :
Nur Sidik, M.Hum
Disusun oleh :
Hasanudin
(143111
Irwanto (143111305)
M. Sirrojuddin Annas (143111304)
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang
Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak
untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul ”PERGUMULAN POLITIK ISLAM JAWA”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak
bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis
yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari
sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini
bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Surakarta, 22 November2014
DAFTAR
ISI
1. Kata pengantar i
2. Daftar isi ii
3. BAB I
a. Latar
belakang 1
b. Rumusan
masalah 1
c. Tujuan
penulisan 1
4. BAB II
a. Sistim politik dalam perjalanan sejarah politik di Jawa 2
b. Struktur sosial masyarakat di kerajaan bercorak Islam 4
c. Sistim politik di Jawa 6
d. Perkembangan
kerajaan-kerajaan Islam di Jawa 7
5. BAB II
a. Kesimpulan 12
b. Penutup 12
6. Daftar Pustaka 13
BAB I
A.
LATAR BELAKANG
Kehidupan masyarakat jawa di pengaruhi oleh berbagai macam factor
keadaan yang membawa mereka kedalam permasalahn-permasalahan yang berbau permusuhan.
Perlawanan, pertentangan dan di pengaruhinya mereka dengan masuhnya berbagai
agama masuk ke pulau jawa sehingga mereka harus memilih di antara agama-agama
tersebut dan yang akhirnya mayoritas mereka memilih agama islam sebagai agama
yang mereka anut sampai sekarang ini, bahkan politikpun di mulai dengan
pergerakan agama islam yaitu dengan munculnya gerakan-gerakan partai islam
hingga sekarang ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
sistim politik dalam perjalanan sejarah politik di Jawa?
2.
Bagaimana
struktur sosial masyarakat di kerajaan bercorak Islam?
3.
Bagaimana
sistim politik di Jawa?
4.
Bagaimana
perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui
sistim politik dalam perjalanan sejarah politik di Jawa.
2.
Mengetahui
struktur sosial masyarakat di kerajaan bercorak Islam.
3.
Mengetahui
sistim politik di Jawa.
4.
Mengetahui
perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
BAB II
A.
SISTIM POLITIK DALAM PERJALANAN SEJARAH POLITIK DI JAWA
Menurut Legge agama Islam menjadi menarik bagi kota-kota pesisir
dari dua segi. Di situ pihak sebagai lambang perlawanan sebagai majapahit, di
lain pihak. Karena agama islam merupakan alternatif dari keseluruhan pandangan
dunia hindu. Islam membawa manusia berhadapan muka dengan Allah tanpa adanya imamat
atau ritual yang ruet. Islam mempunyai satu ajaran kesamaan yang sangat ampuh
untuk mencairkan tatanan hirarkis masyarakat majapahit.
Pada tahun 1526 Bantam, Jawa Barat, memeluk agama Islam dan
berkembang menjadi Negara yang kuat. Pada waktu yang sama Demak, Jawa Tengah
yang pada tahun 1511 M telah menjadi kesultanan, menjadi kekuasaan
utama pesisir Utara Jawa. Di hadapkan dengan pilihan antara kaum Portugis dan
agama Kristiani, atau Demak dan Agama Islam, pangeran-pangeran Hindu Pedalaman
Jawa memilih yang kedua.
Dengan di terima agama islam, kraton-kraton di pedalaman Jawa
sekali lagi lebih unggul terhadap kesultanan-kesultanan di pesisir Utara. Pada
akhir abad ke XIV senopati dari Mataram berhasil memperluas pengaruhnya sampai
ke Kediri. Beberapa tahun kemudian Demak di taklukan Agung cucu senopati,
menghancurkan kota-kota perdagangan pesisir Utara dan menaklukan Kepulauan
Jawa, kecuali Batam dan Blambangan di ujung utara pulau Jawa. Penghancuran
kota-kota perdagangan di pulau jawa Utara oleh Mataram mempercepat kematian
perdagangan-perdagangan Jawa antar pulau yang bagaimanapun juga sudah sangat
terdesak Oleh VOC (Verenigde Oost Indische
Compagnie)[[1]]. Jawa
Tengah dengan mentalitas Politiknya yang terarah kedalam kembali menjadi pusat
kehidupan politik, budaya, dan ekonomi Jawa.
Selama 150 tahun berikutnya kekuasaan Mataram terus menyusut.
Perselisihan pendapat memecah belahkan kerajaan, mengakibatkan kraton beberapa
kali pindah dan hampir tak terasa membawa VOC belanda yang sejak tahun
1619 bermukim di Jakarta keposisi yang semakin besar karena bantuannya
selalu di minta oleh pangeran-pangeran yang berkelahi. Lama-kelamaan Belanda
mengambil alih hampir seluruh Jawa timur dari kerajaan Mataram. Mataram hanya
memiliki kekuasaan yang terbatas dalam satu wilayah yang luasnya kurang lebih
10.000 kilometer persegi hanya pemerintahan Hamengkubuwono IX di Yogyakarta
yang masih mempunyai arti politik. Sebagai penghargaan atas perang kemerdekaan,
beliau di angkat sebagai kepala daerah dan wakilnya Paku Alam. Pada waktu itu
hampir seluruh pulau jawa beragama Islam tetapi dengan intensitas yang berbeda.
Pusat islam yang paling besar adalah kota-kota pesisir utara. Terdapat
kampung-kampung santri. Walaupun kraton resmi memeluk agama Islam tetapi dalam
tradisi Hindu-Jawa lebih menonjol.
Pada akhir abad XIX situasi itu mulai berubah. Sementara itu, tanah
jawa seluruhnya di kuasai oleh Belanda. Sejak
permulaan Cuturstelsel Rakyat di desa semakin tertekan secara
ekonomis karena belanda dalam rangka politik Indirect menyerahkan
pelaksanaan penarikan upeti kepada elit-elit priyayi dalam negri, elit itu
dalam pandangan masyarakat di hubungkan dengan penjajah, juga lurah, kepala
desa, semakin menjadi pemerintah kolonial terhadap warga desa. Barangkali
identifikasi elite-elite pribumi dengan kekuasaan penjajah menjadi salah satu
alasan mengapa pengaruh-pengaruh kiyai-kiyai dan ulama’ sejak semula musuh kaum
penjajah yang paling tak terdamaikan. Di lain pihak, hubungan yang semakin besar
dengan Negara-negara Timur Tengah,terutama sesudah pembukaan
terusan Suez yang mengakibatkan suatu gerakan pembaharuan dalam agam
Islam Indonesia sendiri. Kemurnian agama Islam semakin di ragukan. Mistik Jawa
yang memang heterodoks tetapi memandang diri sebagai ungkapan keagamaan Islam
lagi. Dengan sendirinya polarisasi antara aliran kebudayaan santri dan yang
tetap berpegang pada aliran jawa semakin terasa. Maka kaum priyayi dan
rakyat jawa semakin menyadari ke khasan kejawaan dan mulai menghidupkan budaya
masa lampau sampai saat ini hanya menjadi ungkapan dua sikap yang memang
berbeda.
Tendensi itu masih diperkuat oleh gerakan kebangitan nasional pada
abad XX. Organisasi nasional yang masih belum bersifat politik, Budi Utomo ,
dari Tahun 1908 bertujuan memajukan cita-cita kebuayaan jawa. Pada tahun 1913 M
di bentuk pengelompokan politik pertama denagan nama Sarekat Islam. Dalam waktu
sepuluh tahun dalam kelompok SI terjadi konfrontasi antar ormas yang berpedoman
agama Islam dengan komunis. Dan akhirnya faham komunis memisahkan diri. Sejak
itu politik Indonesia berkembang menurut garis Islam dan abangan. Pasca
kemerdekaan, polarisasi itu berapa kali mengakibatkan krisis-krisis yang berat.
Sejak semuala muncul sistem-sistem Islam radikal yang menolak Indonesia yang
baru lahir sebagai kafir. Pada tahun 1950 M kelompok itu di bawah
pimpinan Kartosuwiryo, orang asal jawa timur memulai pemberontakan di
bawah bendera Darul Islam di Jawa Barat yang meluas ke Aceh dan Sulawesi
Selatan. Betapa mendalam perbedaan antara kelompok-kelompok yang berpedoman
jawa dan berpedoman islam dalam masyararakat jawa dapat diamati oleh Clifford
Geertz dan Robert Jay pada waktu meraka mengadakan penelitian di jawa timur
pada permulaan tahun lima puluhan. Jay menceritakan bagaimana mereka dalam desa
taman sari tempat dia tinggal, dua dukuh di sebelah barat laut beraliran Islam
ortodoks dan timur dan selatan beraliran Jawa. Padahal dukuh ini masih satu
kompleks perumahan sebesar dua kali satu kilometer. Hubungan antara dua desa
itu sangat jelek sehingga penduduk desa yang bergaul dengan rekan-rekan kedua
belah pihak dan orang-orang yang ingin perggi ke kota lebih baik melewati jalan
yang jauh daripada melewati jalan dukuh terssebut. Dua puluh tahun yang lalu koentjaraningrat
menulis tentang adanya dua subkultur dengan pandangan dunia ,nilai-nilai dan
orientasi-orientasi yang berlawanan didalam keseluruhan kebudayaan jawa.
B.
STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DI KERAJAAN BERCORAK ISLAM
Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, kehidupan masyarakat mengalami
pertumbuhan lebih cepat di daerah pesisir. Daerah pesisir berkembang menjadi
suatu perkotaan. Hal ini terjadi disebabkan di daerah pesisir tumbuh
perdagangan. Perdagangan di pesisir dapat tumbuh karena daerah pesisir merupakan
daerah titik temu lalu lintas. Lalu lintas terjadi, baik antarpulau yang
dihubungkan melalui laut maupun dari pedalaman yang biasanya dihubungkan dengan
sungai. Keterikatan daerah pedalaman atau pedesaan sangat tinggi terhadap
daerah pesisir. Struktur masyarakat yang terbentuk pada masa penyebaran Islam
meliputi,sebagai berikut:
1. Golongan Raja dan Keluarganya
Raja dan keluarganya merupakan
golongan tertinggi dalam struktur masyarakat. Mereka mendapatkan kedudukan yang
terhormat di mata masyarakat. Kompleks keraton merupakan tempat tinggal
raja. Raja mengendalikan kekuasaan atau pemerintahan di ibu kota kerajaan yang
biasanya tempat di mana keraton tersebut berdiri. Keluarga raja termasuk dalam
kelompok bangsawan. Keluarga raja memiliki nama-nama khusus, misalnya priyayi
merupakan sebutan untuk keluarga kerajaan di Mataram, dan kadang haji untuk
sebutan keluarga raja di Kalimantan.
Keistimewaan keluarga raja dapat
pula disebabkan oleh pendidikan yang mereka peroleh. Pada umumnya keluarga
kerajaan mendapatkan pendidikan yang lebih baik dibanding masyarakat umum. Cara
pendidikan yang dilakukan raja yaitu memanggil guru khusus ke keraton untuk mendidik
anaknya. Selain itu, pendidikan dilakukan juga dengan cara raja mengirim
putranya untuk mengikuti pendidikan di luar atau di tempat-tempat khusus,
misalnya tempat pendidikan agama. Hal tersebut dilakukan misalnya Pangeran Arya
putra raja Banten dididik oleh Ratu Kalinyamat di Jepara.
2. Golongan Elite
Selain golongan raja dan keluarganya
yang termasuk golongan tinggi, terdapat pula golongan yang memiliki kedudukan
tinggi dan terhormat di mata masyarakat yaitu golongan elite. Kelompok
masyarakat yang termasuk ke dalam golongan elite yaitu bangsawan, tentara, kaum
keagamaan, dan pedagang. Golongan elite di Kerajaan Mataram disebut kaum
priyayi. Mereka ini biasanya merupakan pejabat pemerintahan. Pengangkatan
pejabat pemerintahan dilakukan oleh raja. Jabatan pemerintahan bisa berasal
dari kalangan keluarga raja sendiri atau orang luar, bahkan ada yang diangkat
dari bangsa asing. Pengangkatan orang luar biasanya dilakukan oleh raja karena
raja memandang orang luar tersebut sangat layak untuk memangku jabatan yang
diberikannya. Jabatan yang diberikan kepada orang asing misalnya jabatan
Syahbandar[[2]].
Dalam beberapa contoh pengangkatan orang asing menjadi Syahbandar terjadi
seperti orang India menjabat syahbandar di Kerajaan Aceh, orang Cina di
Selebar, orang Cina dan Gujarat di Banten, orang Belanda di Cirebon, dan orang
Aceh di Kutai. Para pedagang memiliki kedudukan penting pula dalam struktur
masyarakat pada kerajaan Islam. Peran padagang sangat penting karena mereka
sangat menentukan terhadap aktivitas perdagangan kerajaan. Sedangkan kebesaran
dan kekuatan kerajaan tersebut sangat tergantung kepada perdagangan. Di Aceh
misalnya para pedagang disebut dengan sebutan orang kaya.
3. Golongan non elite
Golongan ini merupakan golongan
rendah yaitu golongan rakyat banyak. Dalam struktur masyarakat di Jawa,
golongan ini disebut dengan sebutan wong cilik. Adapun yang termasuk golongan
ini yaitu petani, nelayan, para tukang. Kehidupan mereka biasanya sangat
bergantung pada golongan elite. Misalnya di Jawa, ada sekelompok petani yang
pekerjaannya menjadi penggarap tanah yang dimiliki oleh golongan bangsawan.
4. Golongan hamba sahaya atau budak
Golongan ini merupakan golongan
paling rendah dalam struktur masyarakat. Kehidupan mereka sangat ditentukan
oleh orang lain, dengan kata lain mereka hidupnya tidak merdeka. Golongan budak
dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena tawanan
perang, dan tidak mampu membayar utang. Pada masa lalu, sering terjadi perang
antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok yang lainnya. Kelompok yang
kalah perang biasanya menjadi tawanan yang kemudian dijadikan budak. Mereka
harus menghamba kepada kelompok yang mengalahkannya. Ada pula, perbudakan
terjadi ketika seseorang tidak mampu membayar utang. Sebagai pengganti pembayaran
utang, maka orang yang mengutang tersebut akan menjual dirinya atau anggota
keluarganya untuk menghamba atau menjadi budak kepada orang yang memberikan
utang. Seorang budak dapat berpindah dari seorang pemiliknya kepada yang lain.
Pemindahan kepemilikan budak ini biasanya dilakukan melalui proses perdagangan.
C.
SISTIM POLITIK DI JAWA
Secara administratif, desa di Jawa disebut kelurahan yang dikepalai
oleh seorang lurah (istilah untuk daerah lainnya adalah : petinggi, bekel,
glondongan, dan sebagainya). Kelompok desa (15 sampai 25 desa) membentuk suatu
kesatuan administratif yang disebut kecamatan. Kecamatan ini dikepalai seorang
pamong praja yang disebut camat. Di bawah kabupaten ada kesatuan daerah yang disebut
kawedanan yang dikepalai seorang wedanan. Sebuah kawedanan terdiri dari
beberapa kecamatan. Namun, tidak di setiap daerah ada kawedanan.
Di dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, kepala desa dan
pembantunya (pamong desa) mempunyai dua tugas pokok, yaitu tugas kesejahteraan
desa dan tugas kepolisisan untuk memelihara ketertiban desa. Lurah dipilih dari
dan oleh penduduk desa sendiri sesuai dengan ketentuan-ketentuan memilih dan
dipilih yang berlaku.
Untuk memelihara dan membangun desa, para pamong desa di Jawa
sering meminta bantuan penduduk desa untuk bekerja sama dalam gugur gunung atau
kerik desa. Dengan cara ini, mereka membuat, memperbaiki, atau memelihara
jalan-jalan desa, jembatan-jembatan, bangunan sekolah, balai desa, menggali
saluran air, merawat makam desa, mesjid
atau surau, dan mengadakan upacara bersih desa.
D.
PERKEMBANGAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA
1. Kerajaan Demak
Penyebaran agama islam di jawa harus
berhadapan dengan dua jenis lingkungan budaya istana (majapahit ) yang telah
menjadi canggih dengan mengolah unsur-unsur hinduisme, dari pengalaman sejaarah
di jawa islam sulit menembus lingkungan budaya jawa pada lingkungan istana yang
telah canggih dan halus itu, bahkan raja Majapahit menolak ajaran Islam pada
waktu itu, sehingga agama islam sulit masuk pada ingkungan istana. Oleh karena
itu para penyebar agama pada waktu itu lebih memfokuskan pada masyarakat
pedesaan yang bisa menerima secara penuh ajaran Islam sebagai peningkatan
budaya intelektual mereka maka masyarakat pesisir sangat menghormati para kiyai
bahkan kyai ini di pandang sebagai wali
karena ilmu laduniyahnya maka guru-guru tarekat dan guru-guru pesantren ini di
sebut sebagai raja-raja lokal bahkan diantaranya menjelma menjadi kesultanan
yakni Demak, Surabaya dan lain sebagainya.
Dengan mengalirnya kitab yang
berabahasa arab maka berdirilah pondok-pondok pesantren yang masih ada hingga
dewasa ini. Jika di perhatikan penyebaran islam di Demak ini berhadapan dengan
etentitas budaya antara lain, lingkungan masyarakat awam masih kental denagan
ajaran animisme dan dinamisme dan juga di lingkungan kerajaaanyang masih
menganut agama hindu dan budha. Kehidupan Politik Lokasi kerajaan Demak yang
strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan perdagangan antara
Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta keadaan Majapahit
yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan besar di pulau Jawa,
dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah
(1500-1518 M). Pada masa pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting
dalam rangka penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak
berhasil menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis
pada tahun 1511. Kehadiran Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di
pulau Jawa. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka pada tahun 1513 M Demak
melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati
Unus atau terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. Serangan Demak terhadap
Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha membendung
masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus (1518 -1521
M), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga Portugis
kekurangan makanan. Puncak kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan
Sultan Trenggono (1521-1546 M), karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki
daerah kekuasaan yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur.
2. Kerajaan Pajang
Jaka Tingkir di sahkan sebagai raja
pertama oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia memerintahkan agar semua
benda pusaka Demak di pindah ke Pajang. Sehingga ia memindah pusat kekerajaan
dari pesisir ke pedalaman.
Pada masanya, kekuasaannya diperluas
sampai tanah pedalaman ke arah timur hingga daerah Madiun. Setelah itu secara
berturut-turut ia menundukkan Blora dan Kediri. Sehingga ia berhasil
mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Islam dari raja-raja terpenting yang
berada di Jawa Timur.
Setelah Sultan Adi Wijaya itu wafat,
kemudian di gantikan oleh oleh menantunya, Aria Pangiri. Sementara itu, anak
Sultan Adi Wijaya, Pangeran Benawa, di jadikan penguasa di Jipang. Akan tetapi,
anak muda ini tidak puas dengan nasibnya berada di lingkungan yang masih asing
baginya. Dan akhirnya Pangeran Benawa meminta bantuan kepada senopati, penguasa
Mataram, untuk mengusir raja Pajang yang baru itu. Pada tahun 1588 M, usahanya
telah berhasil. Sebagai rasa terima kasih, Pangeran Benawa menyerahkan hak atas
warisan ayahnya kepada Senopati. Akan tetapi Senopati menolaknya karena
keinginannya untuk tetap tinggal di Mataram. Mataram pada waktu itu memang
masih dalam proses menjadi sebuah kerajaan yang besar. Pangeran Benawa akhirnya
di kukuhkan menjadi raja Pajang, tetapi berada di bawah perlindungan kerajaan
Mataram. Dan sejak itulah, Pajang sepenuhnya menjadi berada di bawah kekuasan
Mataram.
Masa kerajaan Pajang berakhir pada
tahun 1618. Pada waktu itu, kerajaan Pajang memberontak terhadap Mataram yang
masih di pegang oleh Sultan Agung. Sampai pada akhirnya Pajang dihancurkan.
3. Kerajaan Mataram
Kerajaan mataram secara umum
berkuasa sejak 1575 M sampai sekarang, dengan berbagai perkembanganya. Dengan
demikian telah berkuasa empat abad lebih perkembangan yang cukup mencolok
adalah paska perjanjian Gianti dimana kerajaan mataram terbelah menjadi dua,
yaitu kasunan Surakarta dan Kesultanan Surakarta dengan gelar spesifiknya
Pakubuana dan Kraton Mangkubuana dengan gelar khusus Mangubuana .kesultanan
Yogyakarta juga terbelah menjadi dua yakni kesultanan dengan gelar
Hamengkubuana dan Pakubuana.
Kerajaan Mataram hampir
seluruh masanya selalu mendapat pengaruh politik VOC. Pengaruh asing
terhadap kerajaan di Jawa hal ini terjadi karena VOC telah membantu mataram
dalam menumpas pemberontakan yang di lakukan oleh Tarunajaya atas jasa VOC maka
raja Mataram memberikan kemudahan kepada Belanda yaitu membangun benteng
di sekitar kerajaan. Mataram sangat percaya kepada Belanda. Justru malah Belanda
menjadi musuh dalam selimut.
Pengaruh VOC sangat terliht yaitu
denagan penurunan tahta raja yang semula derajat raja dan sunan sejajar dengan
raja Belanda di turunkan menjadi bawahan yang harus taat kepada Belanda.
Selain itu belanda juga mengurangi
wilayah penghasilan Mataram sehingga kemakmuran raja berkurang dan rakyat
menderita. Perlu di ketahui bahwa walaupun pada masa awal Mataram sudah terjadi
integrasian antara kebudayaan Jawa dan Islam, namun Islam masih
menjadi agama resmi Mataram. Kondisi tersebut di anggap cermat oleh parapujangga
istana.pada masa ini Islam masih menentukan perjalanan sejarah Jawa,
symbol-simbol Islam masih melekat pada budaya kraton, dari gelar raja
sampai tata kota kerajaan dan tradisi. Maka tidak salah apabila dalam karya
sastra muncul berbagai upaya islamisasi.
Bnyak pengarang di masa itu antara
lain sastra Gending karya sultan Agung ia merupakan raja yang
patuh dan taat kepada hokum islam. Karya itu berisi pentingnya kedua
ajaran berjalan seiring.sultan Agung juga yang merubah kalender jawa.sebelum
itu kalender saka (kalender dari kebudayaan hindu) masih di pakai dalam
lingkungan kraton. Kini dig anti dengan kalender komariyah dengan bulan-bulan
islam tetapi masih menggunakan perhitungan tahun masih menggunakan
perhitungan jawa.
Karya yang cermanan jawanya masih
kental dan nuansa islamnya juga masih kental yaitu karya pakubuana IV (1788-1820
M) yang mengarang serat “wulang reh”[[3]] serat
ini menekankan pentingnya pembedaan status social misalnya agung dan
asor. Dan lain sebagainya
4. Kerajaan Cirebon
Pendiri kerajaan ini adalah Syarif
Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Tapi tidak ada kepastian ia membuat keraton
besar disana. Karena Syarif Hidayatullah masih bertempat di Banten. Sementara
Cirebon di serahkan kepada anaknya, Paserayan. Baru setelah Paserayan wafat,
Syarif Hidayatullah berpindah ke Cirebon.
Pada tahun 1570 M, Syarif Hidayatullah
wafat. Dan digantikan oleh Pangeran Ratu. Namun pada paruh ke dua abad XVII,
mulai ada perpecahan-perpecahan wilayah yang masingg-masing mempunyai kekuatan
sendiri.
Pada masa kerajaan Cirebon bidang
kesastraan telah berkembang dan sangat memikat perhatian. Seperti adanya
nyanyian islam yang disebut suluk yang mengandung mistik.
Pada akhirnya tahun 1527 kerajaan di
serahkan kepada kumpeni (VOC). Sehingga wilayah-wilayah kerajaan Cirebon yang
terpecah-pecah itu menjadi dibawah kepemerintahan kolonial Belanda.
5. Kerajaan Banten
Pada masa kerajaan Demak, sultan
Trenggana mengutus Syarif Hidayattullah untuk menaklukan kerajaan Hindu di
Pajajaran. Setelah itu diberikanlah wilayah banten itu kepadanya. Sehingga ia
sekaligus mendirian kerajaan Banten pada tahun 1524.
Pada tahun 1527, di bawah Sultan
Hasanudin yang juga merupakan salah satu pendiri kerajaan Banten telah
menduduki kota pelabuhan Sunda Kelapa yang sekarang disebut Kota Jakarta. Yang
mana peristiwa ini menggagalkan usaha kontak perjanjian bangsa Portugis dengan
raja Sunda.
Setelah meninggalnya Sultan
Hasanudin, kerajaan dipimpin oleh puteranya, Maulana Yusuf. Pada
masanya, ia dapat menaklukan kerajaan Pakuwan. Setelah ia wafat, pimpinan
kerajaan di ganti oleh adiknya, Maulana Muhammad. Akan tetapi pada umur 25
tahun, ia wafat dan di gantikan oleh puteranya, Abdul Kadir yang masih berusia
beberapa bulan. Dan akhirnya Banten diperintah oleh yang lebih tua sebagai
walinya. Ternyata, soal perwalian ini menjadi perebutan dan perselisihan.
Sampai akhirnya terdapat orang kuat yang bernama Pangeran Rana Manggala yang
dapat mengendalikan pemerintahan dari tahun 1608 – 1624. Titik lemah kerajaan
Banten ini ketika saat dalam perebutan penggantian wali, sehingga ini memberi
kesempatan kepada kapal – kapal Belanda dan Inggris yang tiba di Banten. Pada
tahun 1619, Jakarta direbut Belanda. Dan pada abad XVII menghawatirkan
serangan-serangan dari kerajaan-keajaan lain. Sehingga kekuasaan Belanda di
Jakarta membawa keamanan bagi raja-raja Banten.
BAB III
A.
KESIMPULAN
Politik
islam di jawa sangat terlihat sekali dengan adanya perjalanan sejarah yang
terlihat dengan masuknya agama-agama yang dikombinasikan dengan kebudayaan
jawa. masuknya agama ke dalam
kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa dan
di pengaruhinya oleh colonial belanda yang memanfaatkan kesempatan itu untuk
meluaskan wilayah jajahannya. dengan berpura-pura baik kepada sebagian
sultan-sultan terutama pada masa kerajaan Mataram. Kerajaan islam yang di pulau
jawa antara lain kerajaan Demak, kerajaan Pajang, kerajaan Mataram, Kerajaan
Cirebon dan Kerajaan Banten. Dan timbulnya Partai politik yang pertama adalah
Partai politik islam yaitu Sarekat islam. Yang hingga sekarang ini berkembang
masih berkembang di Indonesia.
B.
PENUTUP
Sekian makalah yang dapat kami buat, kami sangat
menyadari keterbatasan kami sebagai manusia yang tentunya berpengaruh pada
hasil karya kami. Oleh karena itu, apabila karya kami ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya
kepada segenap pembaca. Semoga makalah kami ini bermanfaat serta dapat menambah
wawasan para pembaca dan kami juga berharap makalah ini dapat diterima sebagai
pemenuhan nilai tugas dan pembelajaran. Terima kasih atas perhatian dan
partisipasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2013. “Struktur Sosial Masyarakat dan Sistim Hubungan Pusat dan Daerah di Kerajaan Bercorak Islam” (online), (http://sejarah.forumid.net/t22-struktur-sosial-masyarakat-dan-sistem-hubungan-pusat-dan-daerah-di-kerajaan-bercorak-islam, di akses tanggal 21 November 2014)
Muhaimin,
Abdul dan Ahmad Amin. 2014. “Interelasi Nilai Jawa dan Islam dalam Bidang
Politik” (online), (http://sidulemen.blogspot.com/2014/06/interalisasi-nilai-jawa-dan-islam-dalam.html, di akses tanggal 21 November 2014)
Muhajirin.
2012. “Sistim Politik dalam Sejarah Perkembangan di Jawa” (online), (http://poliik-jawa.blogspot.com/, di akses tanggal 20 november 2014)
[1] . Adalah Kongsi Perdagangan Hindia Timur yang
didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli
untuk aktivitas perdagangan di Asia
No comments:
Post a Comment