PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
dengan
Dosen Pengampu :
Hakiman,
S.pd.i,M.pd
Disusun oleh :
Irwanto (143111305)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
2014/2015
PARADIGMA
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A. PENDAHULUAN
Paradigma pendidikan
merupakan pemikiran teoritis yang sifatnya mendasar yang dipakai sebagai latar
belakang bagi disusunnya suatu framework untuk pelaksanaan pendidikan. Biasanya
paradigma itu dinyatakan dalam bentuk skema, yang memperlihatkan
hubungan-hubungan antara unsure-unsur yang terlibat didalamnya. Paradigma
bukanlah sistem, tetapi dalam suatu sistem terdapat sejumlah paradigma, yang
merupakan konsep dasar dalam pelaksanaan sistem itu. Namun sebuah paradigma
dapat berkembang menjadi sebuah system.
Pendidikan Islam di Indonesia dihadapkan pada
persoalan rumusan tujuan yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat, sampai
persoalan guru, metode, kurikulum dan lain sebagainya. Tujuan pendidikan Islam
sekarang ini, tidak benar-benar diarahkan pada tujuan positif, melainkan tujuan
pendidikan Islam hanya diorientasikan kepada tujuan akhirat semata di satu
sisi, dan di sisi lain sebagian kecil mengejar orientasi kemanusiaan tapi
kehilangan tujuan yang bersifat akhirat, sehingga cenderung defensif, yaitu
sekedar untuk menyelamatkan kaum muslimin dari pencemaran dan pengrusakan yang
ditimbulkan dampak gagasan Barat yang datang melalui disiplin ilmu, terutama
oleh gagasan Barat yang mengancam akan meledakkan standar-standar moralitas
tradisi awal Islam.
Pembaruan pendidikan Islam di Indonesia pertama kali
akan memperhatikan pada orientasi pemurnian kembali falsafah pendidikan Islam
di Indonesia. Kemudian digunakan analisis sejarah untuk membuat formulasi pendidikan
Islam yang sesuai dengan akar-akar budaya dan perubahan sosial dalam
masyarakat.
B. PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Di dalam khazanah pemikiran
pendidikan islam terutama karya-karya ilmiyah berbahasa arab, terdapat berbagi
istilah yang dipergunakan oleh ulama dalam memberikan pengertian tentang
“pendidikan islam” dan sekaligus di terapkan daalam konteks yang berbeda-beda.
(Muhaimin,2002:36)
Menurut Langgulung (dalam
Muhaimin, op cit) pendidikan islam mencangkup delapan pengertian, yaitu
al-tarbiyah al-diniyah (pendidikan keaagamaaan), ta’lim al-din (pengajaran
agama), al-ta’lim al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta’lim al-islami
(pengajaran keislaman), tarbiyah al-muslimin (pendidikan orang-orang islam)
al-tarbiyaah fi al-islam (pendidikan dalam islam), al-tarbiyah ‘inda muslimin
(pendidikan di kalangan orang-orang islam) dan al-tarbiyah al-islamiyah
(pendiddikan islamiyah)
Di kalangan masyarakan
Indonesia ahir-ahir ini, istilah “pendidikan” mendapat arti yang sangat luas.
Kata-kata pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan, sebagai
istilah-istilah tehnis tidak lagi dibeda-bedakan oleh masyarakat kita, tetapi
ketiga-tiganya lebur menjadi satu pengertian baru tentang pendidikan (Muchtar
Bucori dalam Muhaimin,2002:37).
Menurut undang-undang no 2/1989
pasal 1, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan pesertaa didik melalui kegiatan pengajaran, pembimbingan dan
pelatihan baagi peranannya di masa yang akan datang. Dari sini dapat di fahami
bahwa dalam kegiatan pembimbingan, pengajaran dan pelatihan terkandung makna
pendidikan.[[1]]
Karena itulah, pendidikan
dalam perspektif islam dapat mengandung pengertian pendidikan/pengajaran
keagamaan aatau keislaman. Atau pendidikan/pengajaran agama islam. Sistim
pendidikan seperti itu hingga saat ini masih tumbuh dan berkembang, terutama di
pesantren-pesantren salafiyah, majelis-majelis ta’lim, dan TPA/TPQ.[[2]]
1. Istilah Pendidikan Islam
- Pendidikan islam yaitu pendidikan yang di fahami dan dikembangkan
dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber
dasar-dasarnya yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.[[3]]
- Pendidikan keislaman yaitu, upaya mengajarkan ajaran islam atau
agama islam dan nilai-nilainya agar menjadi pandangan dan sikap hidup
seseorang.[[4]]
- Pendidikan dalam islam yaitu suatu proses pembudayaan dan
pewarisan ajaran agama, budaya dan peradaban, sejak zaman Nabi Muhammad SAW
sampai sekarang.[[5]]
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pendidikan islam adalah pendidikan yng difahami dari Al-Quran
dan As-Sunah sebagai upaya mengajarkan ajaran islam dan sebagai pembudayaan dan
pewarisan ajaran agamaa, budaya dan peradaban.
2. Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan agama islam
adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati,
dan mengamalkan Agama Islam melalui kegiatan pembimbingan, penggajaran, dan
latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam
hubungan antar umat beragama dalam maasyarakat untuk mewujudkan persatuan
nasional (Muhaimin, 2002:75)
3. Tujuan pendidikan agama islam
Secara umum pendidikan agama
islam brtujuan untuk meningkatankan keimanan, pemahaman pengghayatan dan
pengamalan peserta didik tentang agama islam. Sehingga menjadi manusia muslim
yang beriman dan bertaqwa kkepada Allah SWT. serta berahlaq muulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat berbanggsa dan bernegara (GBPP PAI dalam
Muhaimin, 2002:79)
C. PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM
Bertolak dari asumsi bahwa life
is education and education is life (Lodge, 1947), dalam arti pendidikan
merupakan persoalan hidp dan kehidupan, dan seluruh proses hidup dan kehidupan
manusiaadalah proses pendidikan maka pendidikan islam pada dasarnya hendak
mengembangkan pandangan hidup Islami yang diharapkan tercermin dalam sikap hdup
dan ketrampilan hidup orang islam (Muhaimin, 2002:39). Secara historis-sosiologis paradigma pengembangan pendidikan islam
di bedakan sebagai berikut:
1. Paradigma Formisme
Dalam paradigma ini, segala
sesuatu dipandang dari dua sisi yang berlawanan, soperti laki-laki dan
perempuan, ada dan tidak ada, bulat dan tidak bulat, dan lain sebagainya.
Pandangan yang diskontumis
tersebut di kembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan
ahirat, kehidupan jasmani dan rohani sehingga pendidikan islam hanya diletakkan
pada aspek kehidu pan ahirat saja atau kehidupan rohani saja.
Dengan demikian pendidikan
keagamaan dihadapkan dengan pendidikan non keagamaan, pendidikan keislaman
dengan non-keislaman pendidikan agama dengan pendidikan umum, dan seterusnya.
Paradigma formisme mempunyai
implikasi terhadap pengembangan pendidikan Islam yang lebih berorientasi pada
keakhiratan., sedangkan masalah dunia di anggap tidak penting, serta menekankan
pada ilmu-ilmu keagamaan yang merupakan jalan untuk menuju kebahagiaan akhirat,
pendekatan yang dipergunakan lebih cenderung bersifat keagamaan normative,
doktriner dan absolutis. Peserta didik diarahkan kepada sifat yang setia,
memiliki sikap komitmen dan dedikasi yang tinggi terhadap agama yang
dipelajari.[[6]]
2. Paradigma Mekanisme
Paradigma mekanisme memandang
kehihupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai
penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing
bergerak dan berjalan ,menurut fungsinya bagaikan sebuah mesin yang terdiri
atas beberapa kompenen yang masing-masing menjalankan fungsinya
sendiri-sendiri.
Nilai kehidupan itu sendiri
terdiri atas nilai agama, nilai individu, nilai social, nilai politik, nilai
rasional, nilai aestetik, nilai biofisik, dan lail-lain. Dengan demikian, nilai
agama merupkan salah satu aspek/nilai dari aspek-aspek kehidupan lainya.
Hubungan antara nilai agama dengan nilai lainnya dapagt bersifat
horizontal-lateral (independen), lateral sekuensial atau bahkan vertical linier
(Muhaimin, 2002:43).
Paradigma ini banyak di
kembangkan di sekolah umum atau perguruan tinggi uang tidak berciri khas agama
Islam. Didalamnya diberikan seperangkat mata pelajaran tentang agama islam.[[7]]
3. Paradigma Oganisme
Paradigma organisme berbeda
pandangan dengan paradigma lainya bahwa pendidikan Islam adalah sebuah kesatuan
dari kompenen-kompenen yan berusaha mengembangkan pandangan/semangat hidup
islam yang diintregasikan dalam sikap hidup dan ketrampilan hidup yang islami.
Paradigma ini bnyak di
kembangkan dlam system pendidikan islam di Madrasah yang di cap sebagai sekolah
yang bercirikan islam. Kebijakan pengembangan madrasah berusaha
mengakomodasikan tiga kepentingan utama, yang pertama, sebagai wahana
untuk membina ruh atau praktik hidup islam. Kedua, memperjelas dan
memperkokoh keberadaan madrasah sederajad dengan sistim sekolah, sebagai wahana
pembinaan warga Negara yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian serta
produktif. Ketiga, mampu merespon tuntunan-tuntunan masa depan, dalam
arti sanggup melahirkan manusia yang memiliki kesiapan memasuki era
globalisasi, industrialisasi, maupun era informasi(Muhaimin, 2002:46)
D. PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan islam saat ini,
sungguh masih dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, karena pendidikan islam
mengalami keterpurukan jauh tertinggal dengan pendidikan barat. Pada masa
modernisasi seperti sekarang ini, pendidikan islam tidak bisa seperti pada
zaman keemasan (Andalusia dan Baghdad) yang bisa menjadi kiblat peradaban
islam, baik dibidang budaya, seni ataupun pendidikan. Pendidikn islam sekarang berkiblat
pada barat. Dengan pengetahuan supremasi yang dikuasai oleh Negara-negara maju,
Negara muslim masih tergantung pada dunia barat dalam hampir semua aspek
kehidupan, seperti, pertahanan dan persenjataan, komunikasi dan informasi,
ekonomi, perdagangan, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Masalah-masalah yang ada di dunia pendidikan
islam di antaranya adalah:
1. Pendidikan islam masih jauh tertinggal dengan pendidikan
barat
Sebab-sebab pendidikan
Islam jauh tertinggal dengan Barat:
-
Orientasi pendidikan masih
terlantar tak tahu arah pada tujuan yang mana mestinya sesuai dengan orientasi
islam. Pendidikan islam masih berorientasi paada pembentukan ‘abd atau hamba
Allah dan mndevinisikan akhirat adalah segala-galanya, sementara urusan-urusan
dunia belakangan. Di samping it masih bersifat denitive yang artinya
menyelamatkan kaum muslim dari segalapencemaran dan pengrusakan yang ditibulkan
oleh gagasan barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu yang dapat
mengancam moralitas Islam.
-
Praktik pndidikn islam masih
memelihara warisan lama, sehingga ilmu yang dipelajari adalah ilmu klasik dan
ilmu modern tidak tesentuh.
-
Umat islam masih sibuk
terbuai dengan romantisme masa lalu, da kebanyakan malas mereka malas sekali
melakukan upaya-upaya pembaharuan dan kalah cepat dengan perubahan social,
politik, dan kemajuan iptek.
-
Model pembelajaran
pendidikan islam masih menekankan pada pendekatan intelektual verbalistik dan
menegasi iteraksi intraksi educative dan komunikasi humanistic antara guru
murid. Sehingga system pendidikannya masih mandul, terbelakang dan mematikan
daya kritis anak.[[8]]
2. Pendidikan islam masih mematikan nalar kritis anak.
Selama ini pola pendidikan
islam yang di pakai masih cenderung memaikan kreativitas dan memenjarakan
peserta didik. Pendidikan hanya menuntut
peserta didik ntuk selalu patuh dan tidak
memberikan kebebasan sedikitpun kepadanya untuk bersikap kritis dan
rasionsl. Pendidikan islam terlanjur menekankan titik berat kepada “penimbunan
fakta-fakt dan melupakan “belajar berfikir”. Karena pendidikan islam selalu
ditekankan pada pemikiran konvergen dan telralu dibiasakan untuk berfikir
secara tertib dan dihalangi kemmungkinanya untuk merespon dan memecahkan
masalah secara bebas (Syamsul Ma’arif, 2007:50)
Nalar cerdas, kritis dan
kreatif merupakan potensi dasar yang menurut psikologi behaviorisme disebut prepotence
reflexes atau yang dalam pandangan islam disebut fitrah (Arifin, dalam
Syamsul Ma’arif 2007:52).
Menurut Hasan Langgulung
(dalam Syamsul Ma’arif, 2007:53) terdapat tiga prinsip yang harus diketahui
oleh seorang guru supaya kreativitas peserta didik dapat diaktualisasikan
dengan baik. Pertama mengakui dan mengi’tiraf potensi kreatif kanak-kank.
Kedua, menghormati pernyataan dan ide mereka. Ketiga, mempersoalkan merka
dengan permasalahan-permasalahan yang bersifat proaktif untuk menimbulkan rasa
ingin tahu.
3. Dikontomi ilmu pengetahuan
Salah satu persoalan serius
yang masih menghantui sistim pendidikan islam hingga kini adalah persoalan
dikotomi antara ilmu pengetahuan agama dan umum, adanya anggapan di masyarakat
muslim bahwa menuntut ilmu agama adalah fardu ‘ain dan ilmu umum fardhu
kifayah, menambah deretan problem yang menjadikan pendidkan islam semakin
terbelakang.
Secara umum dikotomi
pendidikan islam, sebagaima di jelaskan Sofyan (dalam Syamsul Ma’arif,
2007:14), disebabkan oleh beberapa factor, antara lain pertama stagnasi pemikiran. Stagnasi yang melanda
kesarjanaan muslim terjadi sejak abad 16 hingga abad 17 M kondisi ini imbas
dari politik dan budaya. Masyarakat muslim saat itu hanya mendongkrak keatas,
melihat gemerlap abat pertengahan sehingga lupa kenyataan yang terjadi di
lapangan. Kedua penjajahan dunia barat atas dunia muslim. Pada saat itu
dunia muslim benar benar tidak berdaya di bawah kekuasaan imperealisme barat.
Pendidikan ilmu batar telah menggantikan ilmu-ilmu ahlak muslim dan menurunkan
derajat ilmu naqliyah “pengganti” barat itulah yang kemudian didominasi dalam
mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah-sekolah muslim. Ketiga modernisasi
atas dunia muslim. Modernisasi ini muncul sebagai suatu perpaduan antara
ideology barat, Teknikisme dan Nasionalisme. Teknisisme muncul sebagai suatu
reaksi terhadap eknisisme muncul sebagai suatu reaksi terhadap dogma, sedangkan
nasionalisme di temukan di eropa dan di injeksikan secara paksa kepada rakyat
muslim.
Dalam kasus pendidikan di
Indonesia, pola dikotomi telah memunculkan beberapa problem tersendiri di
antaranya adalah, ambivalensi orientasi pendidikan islam; kesenjangan antara
pendidikan islam dan ajaran islam; disintegrasi sistim pedidikan islam;
inferioritas para pengasuh lembaga pendidikan islam.
E. UPAYA-UPAYA MENGATASI PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM
1.
Menghilangkan paradigma
dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, ilmu tidak bebas nilai, tetapi bebas
untuk dinilai. Ilmu tidak memperdulikan agama dan agama tidak memperdulikan
ilmu, itulah sebabnya diperlukan adanya pencerahan dan mengupayakan
integralisasi keilmuan.
2.
Merubah pola pendidikan
Islam indoktrinasi menjadi pola partisipatif antara guru dan murid. Pola ini
memberikan ruang bagi siswa untuk berpikir kritis, optimis, dinamis, inovatif,
memberikan alasan-alasan yang logis, bahkan siswa dapat pula mengkritisi
pendapat guru jika terdapat kesalahan. Intinya, pendekatan epistemologi ini
menuntut pada guru dan siswa untuk sama-sama aktif dalam proses belajar
mengajar.
3.
Merubah paradigma ideologis
menjadi paradigma ilmiah yang berpijak pada wahyu Allah SWT. Sebab, paradigma
ideologis ini -karena otoritasnya-dapat mengikat kebebasan tradisi ilmiah,
kreatif, terbuka, dan dinamis. Praktis paradigma ideologis tidak memberikan
ruang gerak pada penalaran atau pemikiran bebas bertanggung jawab secara
argumentatif. Padahal, wahyu sangat memberikan keleluasaan bagi akal manusia
untuk mengkaji, meneliti, melakukan observasi, menemukan, ilmu
pengetahuan (ayat kauniyah) dengan petunjuk wahyu Allah SWT. Dan
paradigma ilmiah saja tanpa berpijak pada wahyu, tetap akan menjadi sekuler.
Karena itu, agar epistemologi pendidikan Islam terwujud, maka konsekuensinya
harus berpijak pada wahyu Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin. 2002. Paradigma
Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Ma’arif, Syamsul. 2007. Revitalisasi
Pendidkan Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu