Saturday, 29 November 2014

PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA





Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
 dengan Dosen Pengampu :
Hakiman, S.pd.i,M.pd
Disusun oleh :

Irwanto           (143111305)




FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2014/2015




PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A.    PENDAHULUAN
Paradigma pendidikan merupakan pemikiran teoritis yang sifatnya mendasar yang dipakai sebagai latar belakang bagi disusunnya suatu framework untuk pelaksanaan pendidikan. Biasanya paradigma itu dinyatakan dalam bentuk skema, yang memperlihatkan hubungan-hubungan antara unsure-unsur yang terlibat didalamnya. Paradigma bukanlah sistem, tetapi dalam suatu sistem terdapat sejumlah paradigma, yang merupakan konsep dasar dalam pelaksanaan sistem itu. Namun sebuah paradigma dapat berkembang menjadi sebuah system.
Pendidikan Islam di Indonesia dihadapkan pada persoalan rumusan tujuan yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat, sampai persoalan guru, metode, kurikulum dan lain sebagainya. Tujuan pendidikan Islam sekarang ini, tidak benar-benar diarahkan pada tujuan positif, melainkan tujuan pendidikan Islam hanya diorientasikan kepada tujuan akhirat semata di satu sisi, dan di sisi lain sebagian kecil mengejar orientasi kemanusiaan tapi kehilangan tujuan yang bersifat akhirat, sehingga cenderung defensif, yaitu sekedar untuk menyelamatkan kaum muslimin dari pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan dampak gagasan Barat yang datang melalui disiplin ilmu, terutama oleh gagasan Barat yang mengancam akan meledakkan standar-standar moralitas tradisi awal Islam.
Pembaruan pendidikan Islam di Indonesia pertama kali akan memperhatikan pada orientasi pemurnian kembali falsafah pendidikan Islam di Indonesia. Kemudian digunakan analisis sejarah untuk membuat formulasi pendidikan Islam yang sesuai dengan akar-akar budaya dan perubahan sosial dalam masyarakat.

B.     PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Di dalam khazanah pemikiran pendidikan islam terutama karya-karya ilmiyah berbahasa arab, terdapat berbagi istilah yang dipergunakan oleh ulama dalam memberikan pengertian tentang “pendidikan islam” dan sekaligus di terapkan daalam konteks yang berbeda-beda. (Muhaimin,2002:36)
Menurut Langgulung (dalam Muhaimin, op cit) pendidikan islam mencangkup delapan pengertian, yaitu al-tarbiyah al-diniyah (pendidikan keaagamaaan), ta’lim al-din (pengajaran agama), al-ta’lim al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta’lim al-islami (pengajaran keislaman), tarbiyah al-muslimin (pendidikan orang-orang islam) al-tarbiyaah fi al-islam (pendidikan dalam islam), al-tarbiyah ‘inda muslimin (pendidikan di kalangan orang-orang islam) dan al-tarbiyah al-islamiyah (pendiddikan islamiyah)
Di kalangan masyarakan Indonesia ahir-ahir ini, istilah “pendidikan” mendapat arti yang sangat luas. Kata-kata pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan, sebagai istilah-istilah tehnis tidak lagi dibeda-bedakan oleh masyarakat kita, tetapi ketiga-tiganya lebur menjadi satu pengertian baru tentang pendidikan (Muchtar Bucori dalam Muhaimin,2002:37).
Menurut undang-undang no 2/1989 pasal 1, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan pesertaa didik melalui kegiatan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan baagi peranannya di masa yang akan datang. Dari sini dapat di fahami bahwa dalam kegiatan pembimbingan, pengajaran dan pelatihan terkandung makna pendidikan.[[1]]
Karena itulah, pendidikan dalam perspektif islam dapat mengandung pengertian pendidikan/pengajaran keagamaan aatau keislaman. Atau pendidikan/pengajaran agama islam. Sistim pendidikan seperti itu hingga saat ini masih tumbuh dan berkembang, terutama di pesantren-pesantren salafiyah, majelis-majelis ta’lim, dan TPA/TPQ.[[2]]

1.      Istilah Pendidikan Islam
-    Pendidikan islam yaitu pendidikan yang di fahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasar-dasarnya yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.[[3]]
-    Pendidikan keislaman yaitu, upaya mengajarkan ajaran islam atau agama islam dan nilai-nilainya agar menjadi pandangan dan sikap hidup seseorang.[[4]]
-    Pendidikan dalam islam yaitu suatu proses pembudayaan dan pewarisan ajaran agama, budaya dan peradaban, sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang.[[5]]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam adalah pendidikan yng difahami dari Al-Quran dan As-Sunah sebagai upaya mengajarkan ajaran islam dan sebagai pembudayaan dan pewarisan ajaran agamaa, budaya dan peradaban.
2.      Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan agama islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan Agama Islam melalui kegiatan pembimbingan, penggajaran, dan latihan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam maasyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin, 2002:75)
3.      Tujuan pendidikan agama islam
Secara umum pendidikan agama islam brtujuan untuk meningkatankan keimanan, pemahaman pengghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama islam. Sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kkepada Allah SWT. serta berahlaq muulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbanggsa dan bernegara (GBPP PAI dalam Muhaimin, 2002:79)
C.    PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM
Bertolak dari asumsi bahwa life is education and education is life (Lodge, 1947), dalam arti pendidikan merupakan persoalan hidp dan kehidupan, dan seluruh proses hidup dan kehidupan manusiaadalah proses pendidikan maka pendidikan islam pada dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup Islami yang diharapkan tercermin dalam sikap hdup dan ketrampilan hidup orang islam (Muhaimin, 2002:39). Secara historis-sosiologis paradigma pengembangan pendidikan islam di bedakan sebagai berikut:
1.      Paradigma Formisme
Dalam paradigma ini, segala sesuatu dipandang dari dua sisi yang berlawanan, soperti laki-laki dan perempuan, ada dan tidak ada, bulat dan tidak bulat, dan lain sebagainya.
Pandangan yang diskontumis tersebut di kembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan ahirat, kehidupan jasmani dan rohani sehingga pendidikan islam hanya diletakkan pada aspek kehidu pan ahirat saja atau kehidupan rohani saja.
Dengan demikian pendidikan keagamaan dihadapkan dengan pendidikan non keagamaan, pendidikan keislaman dengan non-keislaman pendidikan agama dengan pendidikan umum, dan seterusnya.
Paradigma formisme mempunyai implikasi terhadap pengembangan pendidikan Islam yang lebih berorientasi pada keakhiratan., sedangkan masalah dunia di anggap tidak penting, serta menekankan pada ilmu-ilmu keagamaan yang merupakan jalan untuk menuju kebahagiaan akhirat, pendekatan yang dipergunakan lebih cenderung bersifat keagamaan normative, doktriner dan absolutis. Peserta didik diarahkan kepada sifat yang setia, memiliki sikap komitmen dan dedikasi yang tinggi terhadap agama yang dipelajari.[[6]]


2.      Paradigma Mekanisme
Paradigma mekanisme memandang kehihupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan ,menurut fungsinya bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa kompenen yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri.
Nilai kehidupan itu sendiri terdiri atas nilai agama, nilai individu, nilai social, nilai politik, nilai rasional, nilai aestetik, nilai biofisik, dan lail-lain. Dengan demikian, nilai agama merupkan salah satu aspek/nilai dari aspek-aspek kehidupan lainya. Hubungan antara nilai agama dengan nilai lainnya dapagt bersifat horizontal-lateral (independen), lateral sekuensial atau bahkan vertical linier (Muhaimin, 2002:43).
Paradigma ini banyak di kembangkan di sekolah umum atau perguruan tinggi uang tidak berciri khas agama Islam. Didalamnya diberikan seperangkat mata pelajaran tentang agama islam.[[7]]
3.      Paradigma Oganisme
Paradigma organisme berbeda pandangan dengan paradigma lainya bahwa pendidikan Islam adalah sebuah kesatuan dari kompenen-kompenen yan berusaha mengembangkan pandangan/semangat hidup islam yang diintregasikan dalam sikap hidup dan ketrampilan hidup yang islami.
Paradigma ini bnyak di kembangkan dlam system pendidikan islam di Madrasah yang di cap sebagai sekolah yang bercirikan islam. Kebijakan pengembangan madrasah berusaha mengakomodasikan tiga kepentingan utama, yang pertama, sebagai wahana untuk membina ruh atau praktik hidup islam. Kedua, memperjelas dan memperkokoh keberadaan madrasah sederajad dengan sistim sekolah, sebagai wahana pembinaan warga Negara yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian serta produktif. Ketiga, mampu merespon tuntunan-tuntunan masa depan, dalam arti sanggup melahirkan manusia yang memiliki kesiapan memasuki era globalisasi, industrialisasi, maupun era informasi(Muhaimin, 2002:46)

D.    PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan islam saat ini, sungguh masih dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, karena pendidikan islam mengalami keterpurukan jauh tertinggal dengan pendidikan barat. Pada masa modernisasi seperti sekarang ini, pendidikan islam tidak bisa seperti pada zaman keemasan (Andalusia dan Baghdad) yang bisa menjadi kiblat peradaban islam, baik dibidang budaya, seni ataupun pendidikan. Pendidikn islam sekarang berkiblat pada barat. Dengan pengetahuan supremasi yang dikuasai oleh Negara-negara maju, Negara muslim masih tergantung pada dunia barat dalam hampir semua aspek kehidupan, seperti, pertahanan dan persenjataan, komunikasi dan informasi, ekonomi, perdagangan, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Masalah-masalah yang ada di dunia pendidikan islam di antaranya adalah:
1.      Pendidikan islam masih jauh tertinggal dengan pendidikan barat
Sebab-sebab pendidikan Islam jauh tertinggal dengan Barat:
-          Orientasi pendidikan masih terlantar tak tahu arah pada tujuan yang mana mestinya sesuai dengan orientasi islam. Pendidikan islam masih berorientasi paada pembentukan ‘abd atau hamba Allah dan mndevinisikan akhirat adalah segala-galanya, sementara urusan-urusan dunia belakangan. Di samping it masih bersifat denitive yang artinya menyelamatkan kaum muslim dari segalapencemaran dan pengrusakan yang ditibulkan oleh gagasan barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu yang dapat mengancam moralitas Islam.
-          Praktik pndidikn islam masih memelihara warisan lama, sehingga ilmu yang dipelajari adalah ilmu klasik dan ilmu modern tidak tesentuh.
-          Umat islam masih sibuk terbuai dengan romantisme masa lalu, da kebanyakan malas mereka malas sekali melakukan upaya-upaya pembaharuan dan kalah cepat dengan perubahan social, politik, dan kemajuan iptek.
-          Model pembelajaran pendidikan islam masih menekankan pada pendekatan intelektual verbalistik dan menegasi iteraksi intraksi educative dan komunikasi humanistic antara guru murid. Sehingga system pendidikannya masih mandul, terbelakang dan mematikan daya kritis anak.[[8]]
2.      Pendidikan islam masih mematikan nalar kritis anak.
Selama ini pola pendidikan islam yang di pakai masih cenderung memaikan kreativitas dan memenjarakan peserta didik. Pendidikan hanya  menuntut peserta didik ntuk selalu patuh dan tidak  memberikan kebebasan sedikitpun kepadanya untuk bersikap kritis dan rasionsl. Pendidikan islam terlanjur menekankan titik berat kepada “penimbunan fakta-fakt dan melupakan “belajar berfikir”. Karena pendidikan islam selalu ditekankan pada pemikiran konvergen dan telralu dibiasakan untuk berfikir secara tertib dan dihalangi kemmungkinanya untuk merespon dan memecahkan masalah secara bebas (Syamsul Ma’arif, 2007:50)
Nalar cerdas, kritis dan kreatif merupakan potensi dasar yang menurut psikologi behaviorisme disebut prepotence reflexes atau yang dalam pandangan islam disebut fitrah (Arifin, dalam Syamsul Ma’arif 2007:52).
Menurut Hasan Langgulung (dalam Syamsul Ma’arif, 2007:53) terdapat tiga prinsip yang harus diketahui oleh seorang guru supaya kreativitas peserta didik dapat diaktualisasikan dengan baik. Pertama mengakui dan mengi’tiraf potensi kreatif kanak-kank. Kedua, menghormati pernyataan dan ide mereka. Ketiga, mempersoalkan merka dengan permasalahan-permasalahan yang bersifat proaktif untuk menimbulkan rasa ingin tahu.
3.      Dikontomi ilmu pengetahuan
Salah satu persoalan serius yang masih menghantui sistim pendidikan islam hingga kini adalah persoalan dikotomi antara ilmu pengetahuan agama dan umum, adanya anggapan di masyarakat muslim bahwa menuntut ilmu agama adalah fardu ‘ain dan ilmu umum fardhu kifayah, menambah deretan problem yang menjadikan pendidkan islam semakin terbelakang.
Secara umum dikotomi pendidikan islam, sebagaima di jelaskan Sofyan (dalam Syamsul Ma’arif, 2007:14), disebabkan oleh beberapa factor, antara lain pertama  stagnasi pemikiran. Stagnasi yang melanda kesarjanaan muslim terjadi sejak abad 16 hingga abad 17 M kondisi ini imbas dari politik dan budaya. Masyarakat muslim saat itu hanya mendongkrak keatas, melihat gemerlap abat pertengahan sehingga lupa kenyataan yang terjadi di lapangan. Kedua penjajahan dunia barat atas dunia muslim. Pada saat itu dunia muslim benar benar tidak berdaya di bawah kekuasaan imperealisme barat. Pendidikan ilmu batar telah menggantikan ilmu-ilmu ahlak muslim dan menurunkan derajat ilmu naqliyah “pengganti” barat itulah yang kemudian didominasi dalam mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah-sekolah muslim. Ketiga modernisasi atas dunia muslim. Modernisasi ini muncul sebagai suatu perpaduan antara ideology barat, Teknikisme dan Nasionalisme. Teknisisme muncul sebagai suatu reaksi terhadap eknisisme muncul sebagai suatu reaksi terhadap dogma, sedangkan nasionalisme di temukan di eropa dan di injeksikan secara paksa kepada rakyat muslim.
Dalam kasus pendidikan di Indonesia, pola dikotomi telah memunculkan beberapa problem tersendiri di antaranya adalah, ambivalensi orientasi pendidikan islam; kesenjangan antara pendidikan islam dan ajaran islam; disintegrasi sistim pedidikan islam; inferioritas para pengasuh lembaga pendidikan islam.

E.     UPAYA-UPAYA MENGATASI PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM
1.      Menghilangkan paradigma dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum, ilmu tidak bebas nilai, tetapi bebas untuk dinilai. Ilmu tidak memperdulikan agama dan agama tidak memperdulikan ilmu, itulah sebabnya diperlukan adanya pencerahan dan mengupayakan integralisasi keilmuan.
2.      Merubah pola pendidikan Islam indoktrinasi menjadi pola partisipatif antara guru dan murid. Pola ini memberikan ruang bagi siswa untuk berpikir kritis, optimis, dinamis, inovatif, memberikan alasan-alasan yang logis, bahkan siswa dapat pula mengkritisi pendapat guru jika terdapat kesalahan. Intinya, pendekatan epistemologi ini menuntut pada guru dan siswa untuk sama-sama aktif dalam proses belajar mengajar.
3.      Merubah paradigma ideologis menjadi paradigma ilmiah yang berpijak pada wahyu Allah SWT. Sebab, paradigma ideologis ini -karena otoritasnya-dapat mengikat kebebasan tradisi ilmiah, kreatif, terbuka, dan dinamis. Praktis paradigma ideologis tidak memberikan ruang gerak pada penalaran atau pemikiran bebas bertanggung jawab secara argumentatif. Padahal, wahyu sangat memberikan keleluasaan bagi akal manusia untuk mengkaji, meneliti, melakukan observasi, menemukan, ilmu pengetahuan (ayat kauniyah) dengan petunjuk wahyu Allah SWT. Dan paradigma ilmiah saja tanpa berpijak pada wahyu, tetap akan menjadi sekuler. Karena itu, agar epistemologi pendidikan Islam terwujud, maka konsekuensinya harus berpijak pada wahyu  Allah SWT.
  
DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Ma’arif, Syamsul. 2007. Revitalisasi Pendidkan Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu





[1] Muhaimin. 2002 “Paradigma Pendidikan Islam”, hal,37
[2] Ibid hal, 38
[3] Ibid. hal, 29
[4] Ibid. hal, 30
[5] Ibid. hal, 30
[6] Ibid. hal, 39
[7] Ibid. hal, 40
[8] Syamsul Ma’arif. 2007. “Revitalisasi Pendidikan Islam”. Hal, 14

No comments:

Post a Comment

MAKALAH HADIS TARBAWI ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

MAKALAH HADIS TARBAWI ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Dosen Pengampu :                         Muchlis Anshori, S. ...