Monday, 13 April 2015

NEGARA PANCASILA SEBAGAI NEGARA YANG BERKETUHANAN YANG MAHA ESA




Tugas ini disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam
dengan Dosen Pengampu :
M. Julijanto, M.Pd, M.Ag
Disusun oleh :
Eli Purnamasari              (113111103)
Siti Marfuah                   (113111367)
Irwanto                          (143111305)
Abdul Wahab                 (                  )


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2015


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya yang tiada terkira, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “NEGARA PANCASILA SEBAGAI NEGARA YANG BERKETUHANAN YANG MAHA ESA “.
            Tak lupa kami juga mengucapkan ribuan terimakasih kepada segenap keluarga yang telah banyak memberikan dukungan, kasih, kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun kepada langkah yang lebih baik lagi.
            Meskipun penulis berharap makalah ini terbebas dari kesalahan dan kekurangan namun, masih saja banyak kuranganya, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
            Akhir kata penulis berharap, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Surakarta,            Desember 2014
Penyusun


DAFTAR ISI
Kata pengantar                                                                                             i
Daftar Isi                                                                                                        ii
BAB I
A.  Latar belakang                                                                                         1
B.  Rumusan masalah                                                                                    2
C.  Tujuan masalah                                                                                        2

BAB II
A.  Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa                                                       3
B.  Hubungan Negara Dengan Agama Menurut Pancasila                           4
C.  Negara Pancasila sebagai Negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa  6
D.  Implikasi Agama Dalam Kehidupan Berdasarkan Pancasila                   8

BAB III
Kesimpulan                                                                                                   11
Daftar Pustaka                                                                                              12






















BAB I
A.  Latar Belakang
Dasar ontologis negara kebangsaan indonesia yang berdasarkan pancasila merupakan hakikat manusia “monopluralis”. Manusia secara filosofis memilliki unsur jasmani dan rohani. Sifat kodrat sebagai mahluk individu dan mahluk sosial serta kedudukan kodrat sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa serta sebagai mahluk pribadi penjelmaan hakikat manusia monopluralis tersebut dalam suatu persekutuan hidup yang disebut bangsa dan negara adalah suatu negara kebangsaan yang integralistik dan Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.[1]
Oleh karana itu setiap individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah mahluk Tuhan maka maka bangsa dan negara sebagai totalitas yang integrala adalah Berketuhanan, demikian pula setiap warganya juga Berketuhanan Yang Maha Esa.[2]
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena adalah merupakan suatu keyakinan batin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan. Kebebasan beragama dan kebebasan agama merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena bersumber langsung pada martabat manusia yang berkedudukan kodrat sebagai pribadi dan sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap umat beragama masing-masing diberikan kebebasan untuk menggali dan meningkatkan kehidupan spiritualnya dalam masing-masing agama. Negara wajib memelihara budi dan pekerti yang luhur dari setiap warga negara pada umumnya dan para penyelenggara negara berdasarkan nilai-nilai pancasila.[3] Oleh karena itu didalam makalah ini akan dibahas mengenai hakikat negara Yang Berketuhanan Yang Maha Esa.



B.  Rumusan Masalah
1.    Apa Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa?
2.    Bagaimana Hubungan Negara Dengan Agama Menurut Pancasila?
3.    Bagaimana Negara pancasila sebagai Negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa?
4.    Bagaimana Implikasi Agama Dalam Kehidupan Berdasarkan Pancasila?

C.  Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa
2.    Untuk memahami Hubungan Negara Dengan Agama Menurut Pancasila
3.    Untuk bentuk Negara pancasila sebagai Negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa
4.    Memahami Implikasi Agama Dalam Kehidupan Berdasarkan Pancasila



















BAB II

A.  Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu sebagai dasar negara maka sila tersebut merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik yang bersifat material mauun spiritual. Dengan kata lain bahwa segala aspek penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan baik yang brsifat material maupun soiritual.
Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa secara ilmiyah filosofis mengandung makna terdapat kesesuaian hubungan sebab-akibat antara Tuhan, manusia dan negara. Hubungan tersebut baik bersifat langsung maupun tidak langsung. Manusia kedudukan kodratnya adalah sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Adapun hakikat Tuhan adalah sebagai “causa prima” (sebab pertama). Adapun manusia diciptakan oleh Tuhan karena manusia adalah sebagai mahluk Tuhan.[4]
Dalam hubungannya dengan negara maka antara manusia dengan negara terdapat hubungan sebab akibat yang langsung karena negara adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang dibentuk oleh manusia dan segala tujuannya untuk manusia. adapun kedudukan kodrat manusia adalah sebagai mahluk pribadi dan sebagai mahluk tuhan Yang Maha Esa oleh karena itu antara Tuhan dan Negara ada hubungan sebab akibat yang tidak langsung. Konsekuensinya negara kebangsaan menurut pancasila adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, selain itu setiap warga negara juga berketuhanan yang maha esa dalam arti memiliki kebebasan memeluk agama sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing.[5]
Sebagai wujud pengamalan manusia sebagai mahluk yang Berketuhanan Yang Maha Esa adalah, (1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap; (2) Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup; (3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; (4) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.[6]
Dalam kaitan dengan tertib Hukum Indonesia maka secara material nilai Ketuhanan Yang Maha Esa harus merupaka sumber bahan dan sumber nilai bagi hukum positif di Indonesia.
B.  Hubungan Negara Dengan Agama Menurut Pancasila
Hubungan Negara dengan Agama hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara, sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama dan negara memiliki sebab akibat langsung dengan manusia adalah sebagai pendiri negara serta untuk mencapai tujuan manusia itu sendiri. Namun perlu disadari bahwa manusia sebagai warga hidup bersama, berkedudukan kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk sosial Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk pribadi ia dikarunia kebebasan atas segala kehendak kemanusiannya, sehingga hal inilah yang merupakan suatu kebebasan asasi yang merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa ia memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi harkat kemanusiaanya yaitu menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.[7]
Menurut Pancasila hubungan agama dengan negara adalah negara berdasar atas ketuhanan dan bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan, tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme, tidak ada tempat bagi pertentangan dan pemaksaan agama, adanya toleransi, segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara berdasarkan nilai ketuhanan. Dan dalam sila Pancasila ketuhanan berada pada tingkatan yang paling atas, yang menjadi naungan atau landasan atau dasar dari sila-sila berikutnya. Dapat dikatakan negara Indonesia membutuhkan agama.[8]
Di Indonesia terdapat berbagai macam agama, meliputi Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu. Keberagaman agama ini terkadang menimbulkan konflik social diantara penganutnya. Menurut Hasrul Hanif dalam film Para Liyan, beliau berpendapat bahwa konflik social merupakan sesuatu yang wajar, dalam arti perbedaan nilai atau perbedaan pandangan tetapi yang perlu diminimalisasi apabila konflik tersebut berubah menjadi kekerasaan”. Konflik tersebut dapat dipicu karena adanya perbedaan dalam hal keadilan ekonomi, politik atau tokoh-tokoh yang hanya mengedepankan kepentingan kelompoknya. Selain itu konflik, perbedaan, dan kebencian antar beragama dapat muncul karena persepi awal dalam diri seseorang yang tertanam dari kebiasaan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.[9]
Sebenarnya hal ini dapat dicegah apabila setiap orang memiliki toleransi yaitu mengakui dan menghargai orang lain dan juga pluralism yang lebih kepada memahami orang lain. Ada ayat dalam Al Quran yang menjelaskan tentang toleransi dalam beragama, yaitu Lakum diinukum waliyadiin, yang artinya bagi kalian adalah hak dalam menjalankan agama kalian dan bagi saya adalah hak dalam menjalankan agama saya, bukan berarti pengabaian terhadap seseorang yang beragama berbeda tetapi merupakan sebuah penghormatan. Perbedaan terhadap orang lain itu sendiri muncul karena nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari maka yang perlu dilakukan adalah mampukah kita mengubah cara berpikir dan memandang orang lain atau the others sebagai musuh, tetapi memandang orang lain tersebut sebagai advertserial dan membuang prasangka-prasangka buruk yang sejatinya kita belum memahami hal tersebut. Dan dalam kutipan salah satu tokoh dalam film Para Liyan, beliau mengatakan bahwa untuk apa beragama jika agama tersebut hanya membuat orang lain menderita. Hal ini dapat menjadi sebuah kunci bagi kita dalam beragama dan sebelum menyebutkan diri kita sebagai seseorang yang beragama.[10]


C.  Negara Pancasila Sebagai Negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Negara pancasila adalah negara kebangsaan yang berketuhanan yang maha esa. Sesuai dengan makna negara kebangsaan indonesia yang berdasarkan pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan serta religiusitas. Dalam pengertian inilah maka negara pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yamng berketuhanan yang maha esa. Rumusan ketuhanan yang maha esa sebagai mana terdapat dalam pembukaan UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas kepada negara kebangsaan indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas negara agama tertentu.
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena agama adalah merupakan suatu keyakinan batin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat di paksakan. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena langsung bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan sebagai mahluk pribadi dan mahluk ciptaan tuhan yang maha esa. Oleh karena itu agama bukan pemberian negara atau golongan tetapi hak beragama dan kebebasan beragama merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya.
Hubungan negara dengan agama menurut negara pancasila adalah sebagai berikut:
a.    Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b.    Bangsa indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Konsekuensinya setiap manusia memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
c.    Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme karena hakekatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai mahluk Tuhan.
d.   Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
e.    Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil paksaan siapapun juga.
f.     Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dan negara.
g.    Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma-norma hukum positif maupun norma moral baik moral negara maupun moral para penyelenggara negara.
h.    Negara pada hakikatnya adalah merupakan berkat rahmat Allah Yang Maha Esa.
Menurut paham  theokrasi hubungan negara dengan agama merupakan hubungan yang tidak dapat di pisahkan karena negara menyatu dengan agama dan pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat politis. Dalam praktik kenegaraan, terdapat dua macam pengertian negara theokrasi yaitu theokrasi langsung dan negara theokrasi tidak langsung.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa negara pancasila adalah negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah. Sebagaimana tersebut dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang maha esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu mahluk, sosial dan manusia adalah pribadi dan mahluk adalah tuhan yang maha esa.


D.  Implikasi Agama dalam Kehidupan Berdasarkan Pancasila
Nilai-nilai pancasila dalam kehidupan umat islam tidak akan mencampuradukkan antara Al Qur’an dan Sunnah, juga tidak akan mencampuradukkan antara Agama dan pancasila. Pancasila merupakan konsensus nasional untuk menjadi ideologi dan dasar falsafah negara, sedangkan Agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menjadi pedoman hidup umat manusia termasuk termasuk umat manusia yang hidup dinegara Pancasila.
Walaupun demikian negara Pancasila bukan negara sekular[11]. Di Negara sekular, agama terpisah dari negara. Negtara tidak campur tangan dalam masalah agama, sedangkan di Negara Pancasila, negara mempunyai peranan dalam pembangunan diberbagai sektor, termasuk pembangunan sektor Agama sebagaimana tercantum dalam GBHN dan REPELITA. Umat islam bersyukur menjadi warga negara Pancasila bukan menjadi warga negara sekular. Sehingga Agama mempunyai tempat terhormat di Negara Pancasila.[12]
Pancasila  dan  agama  dapat  diaplikasikan  seiring sejalan dan saling mendukung. Agama  dapat  mendorong aplikasi nilai-nilai Pancasila, begitu pula Pancasila memberikan ruang gerak yang seluas-luasnya terhadap usaha-usaha peningkatan pemahaman, penghayatan dan pengamala agama. Abdurrahman  Wahid (Gusdur) pun menjelaskan bahwa sudah tidak  relevan lagi untuk melihat apakah nilai-nilai dasar itu ditarik oleh Pancasila dari agama-agama dan kepercayaan  terhadap Tuhan Yang Maha Esa, karena ajaran agama-agama juga tetap  menjadi referensi  umum bagi  Pancasila, dan  agama-agama harus memperhitungkan eksistensi Pancasila sebagai “polisi lalu  lintas” yang akan  menjamin  semua pihak  dapat  menggunakan jalan raya kehidupan bangsa tanpa terkecuali.[13]
Moral  Pancasila  bersifat  rasional,  objektif  dan universal dalam arti berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia. Moral Pancasila  juga dapat disebut otonom  karena nilainilainya  tidak  mendapat  pengaruh  dari  luar hakikat manusia  Indonesia,  dan  dapat  dipertanggungjawabkan secara  filosofis. Tidak dapat pula diletakkan adanya bantuan dari nilai-nilai agama,  adat dan  budaya,  karena secara de  facto  nilai-nilai  Pancasila  berasal  dari agama agama  serta  budaya  manusia  Indonesia.
Hanya saja nilai-nilai yang hidup tersebut tidak menentukan dasar-dasar Pancasila, tetapi memberikan bantuan dan memperkuat sejalan dengan  pendapat tersebut,  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan dalam  Sambutan pada  Peringatan  Hari  Kesaktian  Pancasila pada  1  Oktober 2005.
“Bangsa kita adalah bangsa yang relijius; juga, bangsa yang menjunjung tinggi,  menghormati dan mengamalkan ajaran agama masing-masing. Karena itu,  setiap umat  beragama hendaknya memahami  falsafa Pancasila itu sejalan dengan nilai-nilai ajaran agamanya masing-masing. Dengan  demikian, kita akan menempatkan falsafah negara di  posisiny yang wajar. Saya berkeyakinan dengan sedalam-dalamnya bahwa lima sila didalam Pancasila itu selaras  dengan ajaran agama-agama yang hidup dan berkembang di  tanah  air.  Dengan demikian, kita dapat menghindari adanya perasaan kesenjangan antara meyakini dan mengamalkan ajaran-ajaran agama, serta  untuk menerima  Pancasila  sebagai falsafah negara”.[14]
Dengan penerimaan Pancasila oleh hampir seluruh kekuatan bangsa sebenarnya tidak  ada alasan  lagi untuk mempertentangkan  nilai-nilai Pancasila dengan agama mana pun di Indonesia. Penerimaan sadar ini memerlukan waktu lama tidak kurang dari 40 tahun dalam perhitungan Maarif, sebuah pergulatan sengit  yang  telah  menguras energi  kita sebagai  bangsa. Sebagai  buah  dari pergumulan panjang  itu, sekarang secara  teoretik dari  kelima  nilai Pancasila tidak satu  pun  lagi yang dianggap  berlawanan dengan agama. Sila pertama berupa “Ketuhanan Yang Maha Esa”  dikunci oleh  sila  kelima.[15]
Diharapkan sebagai bangsa indonesia yang rakyatnya memilik berbagai macam suku, budaya dan agama, harus saling menghormati, manghargai dan menyayangi antara satu suku dan suku lainnya dan antara satu agama dan agama lainnya. Agar timbul kedamaian dan kerukunan di negara ini. Jangan hanya  karena merasa  berasal dari  agama mayoritas, kita merendahkan umat yang berbeda agama  ataupun  membuat  aturan yang  secara langsung dan tidak langsung memaksakan  aturan agama yang dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.[16]
Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak  ukur nilai moralitas bangsa  Indonesia. Untuk semakin memperkuat rasa bangga terhadap Pancasila dan memahami tentang kerukunan beragama maka perlu adanya peningkatan pengamalan butirbutir Pancasila khususnya sila ke-1.[17]
Untuk menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi rakyatnya, diperlukan adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada didalamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan beribadah.







BAB III
A.  Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa secara ilmiyah filosofis mengandung makna terdapat kesesuaian hubungan sebab-akibat antara Tuhan, manusia dan negara. Hubungan tersebut baik bersifat langsung maupun tidak langsung. Manusia kedudukan kodratnya adalah sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa Hubungan Negara dengan Agama hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social.
Negara pancasila adalah negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah darah. Sebagaimana tersebut dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang maha esa adalah negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu mahluk, sosial dan manusia adalah pribadi dan mahluk adalah tuhan yang maha esa. Pancasila  dan  agama dapat  diaplikasikan seiring sejalan dan saling mendukung. Agama  dapat  mendorong aplikasi nilai-nilai Pancasila, begitu pula Pancasila memberikan ruang gerak yang seluas-luasnya terhadap usaha-usaha peningkatan pemahaman, penghayatan dan pengamala agama











DAFTAR PUSTAKA

Atika, Suraya, 2014, “pancasila dan agama”, (online), (http://suraya-atika.blogspot.com/2014/11/pancasila-dan-agama.html) diakses tanggal 13 April 2015
Effendy, 1993, Falsafah Negara Pancasila, Semarang: DUTA GRAFIKA
Kaelan, 2010, Pendidikan Pancasila, yogyakarta: PARADIGMA
Kansil, 1996, Latian Ujian Negara Pancasila, Jakarta: SINAR GRAFIKA
Muchi, Achmad dkk, 2007. Seri diktat kuliah pendidikan pancasila.hal 42-47. Jakarta: Universitas Gunadarma
………, 2014, “Hubungan Agama Dengan Negara”, (online), (https://dindhut.wordpress.com/2014/03/07/hubungan-agama-dengan-negara) diakses tanggal 13 April 2015




[1] Kaelan, pendidikan pancasila, (Yogyakarta: Pradigma, 2010) hal, 132
[2] Ibid,.
[3] Ibid, hal, 133
[4] Kaelan, pendidikan pancasila, (Yogyakarta: Pradigma, 2010) hal, 134
[5] Ibid,.
[6] Kansil, Latian Ujian Negara Pancasila, (Jakarta: SINAR GRAFIKA, 1996) hal, 41
[7] http://www.academia.edu/6702087/BAB_I_PENDAHULUAN_1
[8] https://dindhut.wordpress.com/2014/03/07/hubungan-agama-dengan-negara/
[9] Ibid,
[10] Ibid,.
[11] Negara sekular adalah salah satu konsep sekularisme, di mana sebuah negara menjadi netral dalam permasalahan agama, dan tidak mendukung orang beragama maupun orang yang tidak beragama. Negara sekuler juga mengklaim bahwa mereka memperlakukan semua penduduknya sederajat, meskipun agama mereka berbeda-beda, dan juga menyatakan tidak melakukan diskriminasi terhadap penduduk beragama tertentu. Negara sekuler juga tidak memiliki agama nasional
[12] Effendy, Falsafah Negara Pancasila, (Semarang: DUTA GRAFIKA, 19932) hal,  246
[13] http://suraya-atika.blogspot.com/2014/11/pancasila-dan-agama.html
[14] Ibid,.
[15] Ibid,.
[16] Ibid,.
[17] Ibid,.

No comments:

Post a Comment

MAKALAH HADIS TARBAWI ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

MAKALAH HADIS TARBAWI ASPEK KEJIWAAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Dosen Pengampu :                         Muchlis Anshori, S. ...