IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK
PADA KURIKULUM 2013
(Revisi)
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Analisis Kurikulum
Dosen
Pengampu : Abdullah Hadziq, S.Pd.I., M.Pd.I.
Disusun
Oleh :
Ali
Akbar Rahmatullah 143111303
Irwanto 143111305
Muh.
Sirojudin Annas 143111304
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2016
BAB I
A. Latar
Belakang
Kurikulum 2013
mengajak kita semua untuk semangat dan optimis akan meraih pendidikan yang
lebih baik. Kurikulum 2013 yang menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah sebagai katalisator utamanya atau
perangkat atau apa pun itu namanya. Pendekatan ilmiah (saintifik approach)
diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan,
dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi
kriteria ilmiah.
Pada
hakikatnya, proses belajar mengajar merupakan sebuah sistem yang di dalamnya
memiliki berbagai komponen yang saling bekerja sama dan terpadu untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan pengajaran, guru
dan peserta didik, bahan pelajaran, metode dan strategi belajar mengajar, alat
atau media, sumber pelajaran dan evaluasi. Tentu saja, sebelum memutuskan untuk
menerapkan metode dan media tertentu dalam pembelajaran, guru hendaknya terlebih
dahulu mengenali karakteristik siswa dan karakteristik bahan ajar.
Berikut ini
akan dipaparkan mengenai konsep pembelajaran saintifik, langkah-langkah pembelajaransaintifikdalam kurikulum 2013,
sertra mengenai konsep penilaian autentik.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah konsep pembelajaran Saintifik?
2.
Bagaimanakah implementasi pembelajaran Saintifik dalam kurikulum 2013?
3.
Bagaimanakah konsep penilaian autentik?
C. Tujuan Masalah
1.
Mengetahui konsep pembelajaran Saintifik
2.
Memahami implementasi pembelajaran Saintifik dalam kurikulum 2013
3.
Mengetahui konsep penilaian autentik
BAB II
A.
Konsep pendekatan Saintifik
1.
Esensi Pendekatan Saintifik
Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah,
para ilmuan lebih mengedepankan penalaran
induktif (inductive reasoning) ketimbang
penalaran deduktif (deductivereasoning). Penalaran deduktif melihat
fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya,
penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian
menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan
bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah
umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian
merumuskan simpulan umum.[1]
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu
atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau
mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah,
metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti
dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip
penalaran yang spesifik.Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian
aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi
atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.[2]
2. Kriteria pembelajaran
saintifik
a.
Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena
yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas
kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b.
Penjelasan guru, respin siswa, dan interaksi edukatif
guru-siswa terbebas dari prasngka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
c.
Mendorong dan menginspirasi siswa berfikir secara
kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan
maslah dan mengaplikasikan materi pada pembelajaran.
d.
Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola piker yang rasional dan objektif dalam
merespon materi pembelajaran.
e.
Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang
dapat dipertanggung jawabkan
f.
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan
jelas, namun menarik sistem penyajiannya.[3]
3. Model Pembelajaran Saintifik
a.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pembelajaran
berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan
masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam proses
pembelajaran, sistem Problem Based Learning (PBL) dilakukan dalam bentuk
kelompok untuk mencari solusi dari permasalahan yang nyata.[4]
Langkah-langkah
Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran:
1)
Konsep Dasar (Basic Concept)
2)
Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
3)
Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
4)
Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
5)
Penilaian (Assessment)[5]
1)
Fase 1 Orientasi peserta didik kepada masalah.
Ø Menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan.
Ø Memotivasi
peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
2)
Fase 2 Mengorganisasikan peserta didik.
Ø Membantu
peserta didik mendefinisikan danmengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
3)
Fase 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
Ø Mendorong
peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4)
Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Ø Membantu
peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, model dan berbagi tugas dengan teman.
5)
Fase 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Ø Mengevaluasi
hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari meminta kelompok presentasi
hasil kerja.
b.
Model
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Pembelajaran
Berbasis Proyek (Project Based Learning/PBL) adalah metode
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan mengumpulkan informasi
untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.Pembelajaran Berbasis Proyek
merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya
dalam beraktifitas secara nyata.[7]
Langkah-langkah
Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut:
1)
Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question)
2)
Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
3)
Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
4)
Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the
Students and the Progress of the Project)
5)
Menguji Hasil (Assess the Outcome)
6)
Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)[8]
c. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Discovery
Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat
memungkinkan terjadinya generalisasi. Pada Discovery Learning lebih menekankan
pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.[9]
Langkah-langkah
Pembelajaran Discovery Learning sebagai berikut:
1)
Stimulation
(Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
2)
Problem Statement
(Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
3)
Data Collection
(Pengumpulan Data)
4)
Data Processing
(Pengolahan Data)
5)
Verification
(Pembuktian)
B.
Implementasi Pembelajaran Saintifik pada Kurikulum 2013
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus
menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap
mengapit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu
tentang ‘mengapa’. Ranah keterampilan mengapit transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah pengetahuan
mengapit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu
tentang ‘apa’.Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills) dan manusia yang
memiliki kecakapan dan pengetahuanuntuk hidup secara layak (hard skills)dari
peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.[11]
Adapun tahap implementasi pembelajaranSaintifik dalam kurikulum 2013 menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kegiatan pendahuluan
Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan
perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.[12]
2. Kegiatan
Inti
Merupakan proses untuk mencapai kometensi dasar (KD). Kegiatan
pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, meyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi akif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikoogis peserta didik. Pada kegiatan inti
pembelajaran melalui kegiatan observing,questioning, exploring/experimenting, associating serta communicating.[13]
a.
Observing
(Mengamati)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan
tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan
tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam
rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan
matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan
mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.[14]
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan
dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.
-
Menentukan objek
apa yang akan diobservasi
-
Menentukan secara
jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
-
Menentukan di mana
tempat objek yang akan diobservasi
-
Menentukan secara
jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan
mudah dan lancar
-
Menentukan cara dan
melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan,
kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.[15]
b.
Questioning(Menanya)
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta
didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuannya.Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau
memandu peserta didiknya belajar dengan baik.Ketika guru menjawab pertanyaan
peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi
penyimak dan pembelajar yang baik.Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata,
pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan”
tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk
pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.[16]
Fungsi bertanya
-
Membangkitkan rasa ingin tahu,
minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
-
Mendorong dan menginspirasi peserta
didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk
dirinya sendiri.
-
Mendiagnosis kesulitan belajar
peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
-
Menstrukturkan tugas-tugas dan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap,
keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
-
Membangkitkan keterampilan peserta
didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis,
sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
-
Mendorong partisipasipeserta didik
dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik
simpulan.[17]
Kriteria
pertanyaan yang baik
-
Singkat dan jelas
-
Menginspirasi jawaban
-
Memiliki fokus
-
Merangsang peningkatan tuntutan
kemampuan kognitif
-
Memberi kesempatan peserta didik
untuk berpikir ulang
-
Merangsang proses interaksi[18]
c.
Exploring/Experimenting
(mencoba)
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta
didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau
substansi yang sesuai, missal dalam materi IPA, peserta didik harus memahami
konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Aplikasi metode
eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan
belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.[19]
Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah:
-
Menentukan tema atau topik sesuai
dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum
-
Mempelajari cara-cara penggunaan
alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan
-
Mempelajari dasar teoritis yang
relevan dan hasil- hasil eksperimen sebelumnya
-
Melakukan dan
mengamati percobaan
-
Mencatat fenomena
yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data
-
Menarik simpulan
atas hasil percobaan
-
Membuat laporan dan
mengkomunikasikan hasil percobaan.[20]
d.
Associating
(menalar)
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa
guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam
banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran
adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang
dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. [21]
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran
nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan
padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing,
meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah
aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan
pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran
asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan
beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya
menjadi penggalan memori.[22]
Selama
mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam
referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di
memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah
tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif
psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental
sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan
waktu.[23]
e. Communicating (mengkomunikasikan)
Pada pendekatan
saintifik guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan
melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan
mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut
disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik
atau kelompok peserta didik tersebut.Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam
kegiatan pembelajaran adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan
berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.[24]
3. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup merupakan kegiatan untuk mengahiri aktivitas pembelajaran. melalui kegiatan
penutup pelajaran guru harus memiliki keyakinan bahwa sisswa telah memiliki
pengalaman belajar terhadap materi yang dipelajarinya. Dalam kegiatan penutup
guru bersama peserta didik membuat rangkuman atau kesimpulan pelajaran.[25]
C. Konsep Penilaian
Autentik
1. Definisi
Penilaian Autentik
Penilaian
autetik adalah suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi
tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian,
pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti autentik, akurat, den konsisten sebagai
akuntabilitas public. Penilaian autentik memberikan kesempatan luas kepada
untuk menujukkan apa yang telah dipelajari dan apa yang telah dikuasai selama
proses pembelajaran. Penilaian autentik befokus pada tujuan, melibatkan
pembelajaran secara langsung, membangun kerjasama dan menanamkan tingkat
berpikir yang tinggi. Melalui tugas-tugas yang diberikan, para siswa akan
menunjukkan penguasaan terhadap tujuan dan kedalaman pemahamannya, serta pada
saat bersamaan diharapkan akan dapat meningkatkan pemahaman dan perbaikan diri.[26]
Penilaian
autentik disebut dengan penilaian kerja atau penilaian berbasis kinerja, karena
dalam penilaian ini secara langsung mengukur (performance) kinerja aktual
(nyata) siswa dalam hal-hal tertentu.Siswa diminta untuk melakukan tugas-tugas
yang bermakna dengan menggunakan dunia nyata atau autentiktugas atau konteks.[27]
Untuk lebih
memahami arti dari penilaian autentik, berikut ini dikemukakan beberapa
definisi:
a. American
Library Association, penilaian autentik didefinisikan sebagai proses evalyuasi untuk mengukur
kinerja, prestasi, motivasi dan
sikap-sikap peserta didik pada aktivitas yang relevan dalam pembelajaran.[28]
b. Newton
Public School, penilaian autentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja
yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik. Penilaian
autentik sebagai upaya pemberian tugas-tugas kepada peserta didik yang
mencerminkan prioritas dan tantangan yang dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran,
seperti meneliti, menulis, merevisi, dan membahas artikel, memberikan analisis
oral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antar sesame melalui debat, dan
sebagainya.[29]
c. Jhon Mueller, mengemukakan bahwa
penilaian autentik adalah suatu bentuk penilaianyang para siswanya diminta
untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mendemonstrasikan
penerapan ketrampilan dan pengetahuan emosional yang bermakna.[30]
d. Richard J. Stiggins, penilaian autantik
menekankan ketrampilan dan kompetensi spesifik , untuk menerapkan ketraampilan
dan pengetahuan yang sudah dikuasai.[31]
2. Perbandingan
penilaian autentik dengan penilaian biasa
Dalam penilaian biasa merujuk pada ukuran-ukuran yang
dipaksakan seperti tes pilihan ganda, isian, benar salah, menjodohkan, dan
bentuk-bentuk serupa lainnya yang biasa digunakan dalam pendidikan.Biasanya,
siswa memilih satu jawaban atau memanggil informasi untuk
dilengkapi.Bentuk-bentuk semacam itu mungkin yang dibakukan atau buatan guru,
dan dilaksanakan pada tingkat local, regional, nasional, atau bahkan
internasional.[32]
Dalam penilaian biasa untuk menjadi warga yang
produktif seseorang harus mempunyai sejumlah pengetahuan dan ketrampilan
tertentu.Oleh sebab itu sekolah harus membekali siswa dengan sejumlah
ketrampilan dan pengetahuan tersebut.Untuk menetapkan berhasil atau tidaknya
sekolah seyogyanya mengetes para siswanya apakah mereka menguasai pengetahuan
dan ketrampilan tersebut, jadi dalam penilian biasa sejumlah pengetahuan
ditetapkan terlebih dahulu.Dengan demikian jadilah pengetahuan kurikulum yang
perlu dicapai atau disampaikan.Akibatnya pengetahuan dikembangkan dan
dilaksanakan untuk menentukan apakah terjadi pencapaian kurikulum tersebut atau
tidak.[33]
Sebaliknya dalam penilaian autentik, untuk menjadi
warga yang prtoduktif, seseorang harus mampu menampilkan sejumlah taks yang
bermakna didunia sesungguhnya. Akibatnya sekolah harus membantu para siswa
menjadi mahir dalam menampilkan sejumlah tugas tang akan dikuasai saat mereka
lulus. Untuk menentukan apakah berhasil atau tidaknya, sekolah seyogyanya
meminta siswa menampilkan tugas-tugas bermakna yang menyerupai tantangan duni
sesungguhnya untuk melihat apakah siswa tersebit mampu melakukannya.[34]
Jadi, dalam penilaian autentik, penilaian menggiring
kurikulum, yang berarti bahwa guru mestinya pertama-tama menetapkan sejumlah tugas
yang harus ditampilkan oleh para siswa tentang hal-hal yang
dikuasainya.Selanjutnya dikembangkan sebuah kurikulum yang memungkinkan siswa
menampilkan kinerjanya dengan baik, yang dengan sendirinya melibatkan
penguasaan pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan esensial.[35]
3. Jenis-jenis
penilaian autentik
Menurut Hargreaves
penilaian autentik sebagai bentuk penilaian yang mencerminkan hasil belajar
sesungguhnya, dapat menggunakan berbagai cara atau bentuk, antara lain melalui
penilaian proyek atau kegiatan siswa, penggunaan portofolio, jurnal,
demonstrasi, laporan tertulis, ceklis dan petunjuk observasi. Garis besar
bentuk penilaian autentik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.[36]
a.
Penilaian proyek
Merupakan
kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik
menurut periode/waktu tertentu. penilaian proyek dilakukan oleh pendidik untuk
tiap akhir bab atau tema pelajaran.
b.
Penilaian kerja
Penilaian
autentik sebisa mungkin melibatkan partisipasi peserta didik khususnya dalam
proses dan aspek-aspek yang akan dinilaiguru dapat melakukannya dengan meminta
para peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka
gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya.
c.
Penilaian portofolio
Portofolio
merupakan kumpulan pekerjaan siswa (tugas-tugas) dalam periode waktu tertentu
yang dapat memberikan informasi penilaian. Fokus tugas-tugas kegiatan
pembelajaran dalam portofolio adalah pemecahaan masalah, cara berpikir dan
pemahaman, menulis, komunikasi dan pandangan siswa sendiri terhadap dirinya
sebgai pembelajaran.
d.
Jurnal
Jurnal
merupakan tulisan yang dibuat siswa untuk menunjukkan segala sesuatu yang telah
dipelajari atau diperoleh dalam proses pembelajaran. Jurnal dapat digunakan untuk
mencatat atau merangkum topik-topik pokok yang telah dipelajari, perasaan siswa
dalam belajaar mata pelajaran tertentu.
e.
Penilaian tertulis
Tes
tertulis berbentuk uraian atau esai
menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami, mengorganisassikan, menerapkan,
menganalisis, menyintesis, mengevaluasi, dan sebgainya atas materi yang telah
dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehensif,
sehingga mambu menggambarkan ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta
didik.
BAB III
Kesimpulan
Pembelajaran
adalah sebuah proses ilmiah keilmuan, pembelajaran saintifik merupakan proses
pembelajaran yang menggunakan kaidah-kaidah ilmiah dalam memperoleh keilmuan.
Pembelajaran saintifik dilakukan dengan serangkaian aktivitas pengumpulan data
melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis,
kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Dengan langkah-langkah
pembelajaran mencakup aspek afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan
psikomotorik (keterampilan).
Adapun tahap
implementasi pembelajaran Saintifik dalam kurikulum 2013 menggunakan
langkah-langkah 5 M, yaitu mengamati, menanya, mengeksplorasi/eksperimen,
mengasosiasi dan mengkomunikasi.
Kemudian
penilaian autentik adalah suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan
informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip
penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti autentik, akurat, den konsisten
sebagai akuntabilitas publik. Penilaian
autentik memberikan kesempatan luas kepada untuk menujukkan apa yang telah
dipelajari dan apa yang telah dikuasai selama proses pembelajaran. Penilaian
autentik befokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung,
membangun kerjasama dan menanamkan tingkat berpikir yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Kemdikbud. 2013. Modul
Pelatihan ImplementasiKurikulum 2013.
Kemdikbud: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan
Penjamin mutu Pendidikan.
Majid, Abdul. 2014. Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sari, Anita. 2014. “Implementasi Kurikulum 2013 Pada Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Dan Budi Pekerti
Di SMK Negri 1 Karangannyar”. (Thesis). Surakarta: IAIN Surakarta.
Sinabela, Pardomuan Nauli Josip Mario. 2013. “Kurikulum 2013 dan
Implementasinya dalam Pembelajaran”, Jurnal Generasi Kampus, 6 (2):
17-29
[1]Kemdikbud, Modul
Pelatihan ImplementasiKurikulum 2013, (Kemdikbud: 2013), hal. 133
[2] Ibid,.
[3]Pardomuan Nauli Josip Mario Sinabela, “Kurikulum 2013 dan
Implementasinya dalam Pembelajaran”, jurnal generasi kampus, vol 6 no 2 (Medan:
Universitas Negri Medan, 2013) hal, 20-21
[12]Anita Sari, Implementasi Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) Dan Budi Pekerti Di SMK Negri 1 Karangannyar, (Thesis),
(Surakarta: IAIN Surakarta, 2014), Hal. 31
[24]Ibid,.
[25]Anita Sari, Implementasi Kurikulum 2013……….hal. 32
[26]Abdul Majid, Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2014), hal. 56
[27]Ibid,.