Model-Model
Pengembangan Kurikulum
Dosen pengampu: Drs. Suluri M.Pd

Disusun oleh:
Abdul Rahman (143111302)
Ainun Anisa (143111135)
Hasanudin (143111319)
Irwanto (143111305)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
yang tiada terkira, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“MODEL-MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM”
Tak lupa kami juga
mengucapkan ribuan terimakasih kepada segenap keluarga yang telah banyak
memberikan dukungan, kasih, kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah
kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan
dan menuntun kepada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis
berharap makalah ini terbebas dari kesalahan dan kekurangan namun, masih saja
banyak kuranganya, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis
berharap, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 10
November 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I
A. Latar belakang 1
B. Rumusan masalah 2
C. Tujuan masalah 2
BAB II
A.
Pengertian
Model Pengembangan Kurikulum 3
B.
Model-model
pengembangan kurikulum 3
1.
The
Administrative (Line Staff) Model 4
2.
The Grass Roots Model 5
3.
Beauchamp’s
System 6
4.
The Demonstration
Model 7
5.
Taba’s
Model 9
6.
Roger’s
Interpersonal Relations Model 10
7.
The
Syistematik Action Research Model 11
8.
Emerging
Technical Model. 12
BAB III
Kesimpulan 14
Daftar Isi
BAB
I
A.
Latar Belakang
Kurikulum merupakan sebuah konsep yang dinamis,
yakni kurikulum merupakan konsep yang terbuka dengan berbagai gagasan perubahan
serta penyesuaian dengan tuntutan idealisme pengembangan peradaban umat
manusia. Pada masa ini sangat dapat dipahami dinamika perubahan sosial, ekonomi
dan budaya masyarakat global yang begitu deras mengharuskan terjadinya
pengembangan kurikulum pada suatu negara, termasuk Indonesia.
Pengembangan kurikulum tidak dapat
lepas dari berbagai aspek yang mempengaruhinya, seperti
cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya,
dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan
peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah
program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan
yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan
kurikulum. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu
alternatif prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan, dan
mengevaluasi suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan
kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem
perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan
standar keberhasilan pendidikan.
Berbagai macam model kurikulum telah
dikembangkan oleh para ahli kurikulum, pendidikan dan psikologi. Sudut pandang
ahli yang satu terkadang berbeda dengan sudut pandang ahli yang lain. Ada yang
memandang dari sudut isinya dan ada juga yang memandang dari sisi pengelolaanya
(sentralisitik/desentralistik). Tidak sedikit pula ahli yang mengembangkan
model kurikulum dari sisi proses penggunaan kurikulum tersebut. Namun demikian,
jika anda teliti lebih lanjut, para ahli tersebut mempunyai satu tujuan/arah
yaitu mengoptimalkan kurikulum.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
Pengertian Model Pengembangan Kurikulum?
2.
Bagaimana
Model-Model Pengembangan Kurikulum?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
Apa Pengertian Model Pengembangan Kurikulum
2.
Mengetahui
Model-Model Pengembangan Kurikulum
BAB II
A.
Pengertian Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah pola-pola penting
yang berguna sebagai pedoman untuk melakukan suatu tindakan. Model dapat
ditemukan dalam hampir setiap bentuk kegiatan pendidikan, seperti model
pengajaran, model adtninistrasi, model evaluasi, model supervisi dan model
lainnya. Menggunakan model pada perkembangan kurikulum dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas.[1]
Model
pengembangan kurikulum adalah berbagai bentuk atau model yang nyata dalam
penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada.
Banyak model yang dapat digunakan
dalam mengembangkan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum
bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikan serta kemungkinan
pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan dan system pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep
pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem
pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan
desentralisasi. Model pengembangan kurikulum yang sifatnya subjek akademis
berbeda dengan kurikulum humanistic, teknologis dan rekontruksi sosial.
B.
Model-model pengembangan kurikulum
Dalam
mengembangkan suatu kurikulum terdapat banyak sekali model-model pengembangan
kurikulum diantaranya: The Administrative (Line Staff) Model, The Grass
Roots Model, Beauchamp’s System, The Demonstration Model, Taba’s Model, Roger’s
Interpersonal Relations Model, The Syistematik Action Research Model dan
Emerging Technical Model.
1.
The Administrative
(Line Staff) Model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model yang paling lama
dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administrative (line staff).
Karena inisiatif dan gagasan pengembangan dating dari para administrator
pendidikan dan penggunaan prosedur administrasi. Dengan wewenang
administrasinya, administrasi pendidikan (dirjen, direktur, atau kepala kantor
wilayah pendidikan dan kebudayaan membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembanagn kurikulum.
Anggota-anggota komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum ini
terdiri atas pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli
disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan[2].
Tugas tim atau komisi ini adalah:
a.
Menyiapkan
rumusan falsasfah
b.
Merumuskan
konsep-konsep dasar
c.
Merumuskan
landasan
d.
Merumuskan
kebijaksanaan
e.
Merumuskan
strategi utama
f.
Merencanakan
garis-garis besar kebijaksanaan
g.
Memberikan
garis-garis besar kebijaksanaan
h.
Membentuk
tujuan umum pendidikan.[3]
Setelah hal-hal yang mendasar ini terumuskan dan mendapatkan
pengkajian yang seksama, administrator pendidikan menyusun tim atau komisi
kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim ini terdiri atas para ahli
pendidikan/kurikulum,ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru
bidang studi yang senior.
Tugas dari tim ini adalah:
a. Merumuskan
tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan umum
b. Memilih dan
menyusun sekeuens bahan pelajaran
c. Memilih
strategi pengajaran dan evaluasi
d. Serta menyusun
pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja
pengembang kurikulum, hasil kerja dari komisi ini kemudian dikaji oleh tim
pengarah serta para ahli yang kompeten atau penjabat yang kompeten. Selanjutnya
diadakan pengakajian tahap selajutnya adalah uji coba. Pelaksanaan uji coba
rancangan kurikulum tersebut adalah sebuah komisi yang ditunjuk panitia
pengarah yang anggotanya sebagaian besar terdiri dari kepala sekolah. Setelah
penelitian uji coba, komisi pengarah menelaah atau mengevaluasi sekali
lagi rancangan kurikulum tersebut baru kemudian memutuskan pelaksanaanya.
Apabila sudah diputuskan untuk memakai pengambangan kurikulum maka komisi
pengarah pengembangan akan memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan
kurikulum tersebut.[4]
Pengembangan kurikulim model adminitratif
tersebut menekankan kegiatannya pada orang-orang yang terlibat sesuai dengan
tugas dan fungsinya masing-masing. Berhubung pengembangan kegiatan berasal dari
atas ke bawah, pada dasarnya model ini mudah dilaksanakan pada Negara yang
menganut sistem sentralisasi dan negara dengan kemampuan tenaga pengajaranya
masih rendah.
2.
The Grass Roots Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model yang pertama.
Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum bukan dating dari atas tetapi dari
bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama
bersifat sentralisasi, sedangkan model grass
roots akan berkembang dalam sistem
pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat
grass roots seorang guru, sekelompok guru atau
keseluruhan guru disuatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan
atau penyempurnaan kurikulum ini berkenaan dengan suatu komponen kurikulum,
satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh
komponen kurikulum.[5]
Apabila kondisinya telah memungkinkan,
baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan
kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots, akan lemih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah
perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum model Grass Roots, di antaranya:
a.
Guru
harus memiliki kemampuan yang propesional;
b.
Guru
harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyeselaian permasalahan
kurikulum;
c.
Guru
harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan
evaluasi;
d.
Seringnya
pertemuan pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan, perinsip,
maupun rencana-rancana.[6]
3.
Beuchamp’s
model
[7]Model pengembangan kurikulum ini
dikembangkan oleh Beuchamp seorang ahli kurikulum. Beaucham mengemukakan ada
lima hal didalam pengembangan suatu kurikulum. Diantaranya adalah:
a. Menetapkan wilayah kerja yang akan
dilakukan perubahan kurikulum. Wilayah tersebut dapat terjadi disekolah,
kecamatan, kabupaten atau wilayah yang lebih luas lagi.
b. Menetakan orang-orang yang akan terlibat
dalam perubahan kurikulum. Orang-orang tersebut dapat berasal dari pakar
kurikulum, maupun pihak-pihak lain yang dapat dilibatkan mengingat kapasitasnya
yang mampu untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan kurikulum.
c. Menetapkan prosedur yang akan ditempuh
dalam hal merumuskan tujuan umum, khusus, isi, pengalaman belajar serta
evaluasi. Prosedur-prosedur tersebut dapat dibagi menjadi langkah-angkah
sebagai berikut:
-
Membentuk tim pengembangan kurikulum
-
Melakukan penilaian terhadap kurikulum yang sedang
berjalan
-
Melakukan studi atau pejajakan tentang peneentuan
kurikulum baru
-
Merumuskan criteria dan alternative pengembangan
kurikulum
-
Menyusun dan menulis kurikulum yang dikehendaki
d. Implementasi kurikulum, pada tahap ini
perlu dipersiapkan segala hal yang dapat berpengaruh terhadap jalannya
implementasi kurikulum
e. Melaksanakan evaluasi kurikulum yang
terdiri dari:
-
Evaluasi pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
disekolah
-
Evaluasi terhadap desain kurikulum
-
Evaluasi terhadap keberhasilan anak didik
-
Eevaluasi sistem kurikulum.
4.
The Demotration Model
Model demontrasi pada dasarnya bersifat graas roots datangya dari
bawah. Model ini diprakasai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru berkerja
sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikana kurikulum. Model ini
hanya berskala kecil model ini hanya mencakup satu atau beberapa sekolah, suatu
komponen atau mencakup keselurahan komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin
mengubah atau mengganti kuirkulum yang ada, mendapat tentangan dari banyak
pihak.[8]
Menurut Smith, Stanley dan Shores, model demonstrasi dilaksanakan
dalam dua bentuk, yakni :
a.
Bentuk
pertama, Guru-guru yang diorganisasi dalam kelompok melaksanakan suatu proyek
pengembangan eksperimental kurikulum. Unit ini melakukan pengembangan dan riset
intemal sekolah, yang bermaksud menghasilkan segmen baru dari kurikulum, lalu
dipertunjukan kepada sekolah dengan harapan dapat diserap oleh sekolah secara
keseluruhan. Jadi model ini dimulai dan diorganisasi oleh hirarki administratif
serta menyajikan suatu variasi model administratifperekayasaan kurikulum.[9]
b.
Bentuk
kedua, model demonstrasi disusun kurang formal dibandingkan dengan model
pertama. Beberapa orang guru yang tidak puas terhadap kurikulum yang ada
kemudian melakukan eksperimen dalam area tertentu dalam kurikulum dengan maksud
menemukan altematif pelaksanaan kurikulum. Berdasarkan eksperimen im diciptakan
unit-unit kurikulum yang dinilai berhasil oleh suatu regu penelitian dan
pengembangan informal dan kemudian diajukan untuk diserap oleh sekolah. Jadi
bentuk model demonstrasi ini mewakili pendekatan the Grass Roots untuk
merekayasa kurikulum.[10]
Kelebihan model ini antara lain sebagai berikut:
a.
Kurikulum
disusun dalam situasi tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum
atau aspek tertentu dari kurikulun yang lebih praktis
b.
Perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalam sekala
kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh administrator
c.
Penyempurnaan
kurikulum dalam sekala kecil dengan model demonstrasi dapat menembus hambatan
yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus tapi pelaksanaannya tidak ada
d.
Model ini yang sifatnya grass roots menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif
dan narasumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk
mengembangkan program baru.[11]
Kelemahan model ini adalah bagi guru
yang tidak turut berpartisipasi mereka akan menerimanya dengan enggan-engganan,
dalam keadaan terburuk mungkin akan jadi apatisme.[12]
5.
Taba’s Model
Model Taba telah menitik beratkan kurikulum sebagai sebuah proses
penyempurnaan. Hilda Taba tidak melakukan penyempurnaan kurikulum secara
deduktif. Menurutnya pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat
menciptakan pembaharuan kurikulum. Dengan demikuan, pengembangan dengan model
Taba delakukan secara induktif.[13]
Dalam mengembangkan kurikulum model Taba ini ada lima langkah yang
harus dilakukan diantaranya:
a. Mengadakan unit-unit eksperimen bersama
guru-guru, dengan cara melalui langkah-langkah sebagai berikut:
-
Mendiagnosis kebutuhan
-
Merumuskan tujuan-tujauan khusus
-
Memilih isi
-
Mengorganisasi isi
-
Memilih pengalaman belajar
-
Mengorganisasi pengalaman belajar
-
Mengevaluasi
-
Melihat sekuens dan keseimbangan.[14]
b. Menguji coba unit eksperimen untuk
memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
c. Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit
eksperimen berdasarkan data yang diperoleh saat uji coba.
d. Mengembangkan keseluruhan kerangka
kurikulum.
e. Mengimplementasikan dan mendeseminasikan
kurikulum yang telah teruji. Yaitu menerapkan kurikulum baru pada
sekolah-sekolah atau daerah yang lebih luas.[15]
6.
Roger’s Interpersonal Relations Model
Model ini berasal dari seorang
psikolog Carl Rogers. Rogers berasumsi bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka
mengembangkan individu yang terbuka, luwes, dan adaptif terhadap situasi
perubahan. Kurikulum yang demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh
pendidik yang terbuka, luwes, dan beriorentasi pada proses. Untuk itu
diperlukan pengalaman kelompok untuk melatih hal-hal yang bersifat sensitif.
Model pengembangan kurikulum Rogers ini tidak memiliki perencanaan kurikulum
yang tertulis, yang ada hanya rangkaian kegiatan kelompok. Dengan berbagai
bentuk aktivitas dalam interaksi kelompok ini individu akan berubah.[16]
a.
Pemilihan target dari sistem pendidikan. Dalam
penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya
kesedian dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang
intensif. Selama satu minggu para administrator melakukan kegiatan kelompok
dalam suasana yang relaks, tidak formal.
b.
Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang
intensif. Sama seperti para administrator, guru juga turut serta dalam kegiatan
kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya bersifat sukarela.
c.
Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif
untuk kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam
kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau
fasilitator dari luar
d.
Partisipasi kegiatan orang tua dalam kelompok.
Kegiatan ini dikoordinasi oleh BP3 masing-masing sekolah. Lama kegiatan
kelompok dapat tiga jam tiap sore hari selam seminggu atau 24 jam secara terus
menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan
sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru.
7.
The Syistematic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada
asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu
mencakup proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur
sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat.
Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan tiga hal yaitu: hubungan
insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan
professional.[18]
Kurikulum dikembangkan dalam konteks
harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, pengusaha, siswa
guru dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana
anak belajar, bangaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran.
Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat.[19]
Cara untuk mencapai hal itu dengan cara atau prosedur-prosedur sebagai berikut:
1.
Mengadakan
kajian secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan
data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan
kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat
disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut,
serta tindakan pertama yang harus diambil.[20]
2.
Implementasi
dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti
oleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta.[21]
Kegiatan pengumpulan data ini mempunya beberapa fingsi diantaranya:
-
Menyiapkan
data bagi evaluasi tindakan,
-
Sebagai
pemahaman tentang masalah yang dihadapi,
-
Sebagai
bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi,
-
Sebagai
bahan untuk menentukan tindakan yang lebih lanjut.[22]
8.
Emerging technical models
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta
nilai-nilai efesiensi efektifitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan
model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarka
atas hal-hal sebegai berikut:
a.
The Behavioral Analysis Model
Menekankan
penguasaan perilaku atau kemampuan, suatu perilaku atau kemampuan yang kompleks
diuraikan menjadi perilaku-perilaku yag sederhana yang tersusun secara
hierarkis. Siswa mempelajari perilaku-perilaku tersebut secara berangsur-angsur
mulai yang sederhana menuju yang lebih kompleks.[23]
b.
The System Analysis Model
Berasal
dari gerakan efisiensi bisnis, langkah pertama dari model ini adalah menentukan
sepesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua,
adalaah menyusun instrument untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar
tersebut. Langkah ketiga, mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta
perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan
keuntungan dari beberapa program pendidikan.[24]
c.
The Computer-Based Model
Suatu
model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan computer. Pengembangannya
dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit
kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada
para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pernyataan tentang unit-unit
kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan
dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam computer.[25]
BAB III
Kesimpulan
Model
pengembangan kurikulum adalah berbagai bentuk atau model yang nyata dalam
penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada.
Banyak model yang dapat digunakan
dalam mengembangkan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum
bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikan serta kemungkinan
pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan dan system pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep
pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem
pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan
desentralisasi. Model pengembangan kurikulum yang sifatnya subjek akademis
berbeda dengan kurikulum humanistic, teknologis dan rekontruksi sosial.
Dalam mengembangkan suatu kurikulum
setidaknya ada 8 model pengembangan kurikulum antara laian adalah: The
Administrative (Line Staff) Model, The Grass Roots Model, Beuchamp’s model, The
Demotration Model, Taba’s Model, Roger’s Interpersonal Relations Model ,
The Syistematic Action-Research Model, dan Emerging technical models.
Daftar Pustaka
Mudlofir, Ali. 2012, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali Press
Sukmadinata, Nana Syaodih, 2004, PENGEMBANGAN KURIKULUM (Teori dan
Praktik), Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya,
https://noerdiandana.wordpress.com/2013/10/19/model-pengembangan-kurikulum
http://dyahandita.blogspot.co.id/2012/04/1.html.
[2] Nana Syaodih
Sukmadinata, PENGEMBANGAN KURIKULUM (Teori dan Praktik), (Bandung: Pt.
Remaja Rosdakarya, 2004), hal 161-162.
[4] Ibid,
[5] Nana Syaodih
Sukmadinata, PENGEMBANGAN KURIKULUM (Teori dan Praktik), (Bandung: Pt.
Remaja Rosdakarya, 2004), hal 162-163
[7] Ali Mudlofir
A. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Bahan Ajar
Dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2012) hal, 14-15
[8] Nana Syaodih
Sukmadinata, PENGEMBANGAN KURIKULUM (Teori dan Praktik), (Bandung: Pt.
Remaja Rosdakarya, 2004), hal, 165
[9] Ibid,.
[10] Ibid,.
[11] Ibid, hal 165
[12] Ibid, hal 166
[13] Ali Mudlofir
A. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Bahan Ajar
Dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2012) hal, 13
[14] Nana Syaodih
Sukmadinata, PENGEMBANGAN KURIKULUM (Teori dan Praktik), (Bandung: Pt.
Remaja Rosdakarya, 2004), hal 166
[15] Ali Mudlofir
A. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Bahan Ajar
Dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2012) hal, 13
[17] Ibid,
[18] Nana Syaodih
Sukmadinata, PENGEMBANGAN KURIKULUM (Teori dan Praktik), (Bandung: Pt.
Remaja Rosdakarya, 2004), hal 169
[19] Ibid,
[20] Ibid,
[21] Ibid, hal 170
[22] Ibid,
[23]
Ibid,
[24] Ibid,.
[25] Ibid,.